Floresa.co – Warga Poco Leok di Kabupaten Manggarai berharap Uskup Ruteng, Mgr Siprianus Hormat mengikuti jejak rekannya, Uskup Agung Ende, Mgr Paulus Budi Kleden yang telah menyatakan sikap berpihak pada perjuangan umatnya melawan proyek geotermal.
“Kami merasa bangga mendengar pernyataan sikap Bapak Uskup di Keuskupan Ende,” kata Maria Suryanti Jun, seorang ibu dari Poco Leok.
“Walaupun bukan uskup kami, kami senang ada pemimpin Gereja yang membela masyarakat,” tambahnya.
Berbicara dalam diskusi publik Forum Titik Temu Masyarakat Sipil Flores pada 25 Januari, Maria berkata, sikap yang sama juga diharapkan ada pada uskupnya, Sipri.
Harapan kami adalah agar pimpinan gereja kami di Keuskupan Ruteng juga bisa memberikan pernyataan sikap serupa, pernyataan yang tegas seperti Uskup Agung Ende,” katanya.
Uskup Budi menyatakan penolakannya terhadap proyek geotermal dalam pernyataan yang viral pada 6 Januari setelah “mendengar berbagai kesaksian dari sejumlah orang di Sokoria dan Mataloko serta usai berdiskusi dengan sejumlah imam.”
Sokoria dan Mataloko merupakan dua lokasi proyek geotermal di wilayah Keuskupan Agung Ende.
Ia menegaskan, sikap itu menjadi sikap resmi keuskupannya, sembari meminta para imam membantu perjuangan warga.
Saat hadir sebagai pembicara mewakili Keuskupan Agung Ende dalam diskusi pada 25 Januari, Romo Reginald Piperno, Ketua Komisi JPIC Keuskupan Agung Ende berkata, pernyataan Uskup Budi merupakan upaya menerjemahkan prinsip dasar Gereja Katolik yang berpihak pada korban.
“Gereja memiliki tanggung jawab moral untuk menjadi suara bagi mereka yang tidak bersuara, terutama masyarakat miskin yang menjadi korban langsung dari proyek ini,” katanya.
Berbeda dengan Uskup Budi yang ditahbiskan pada Agustus 2024, Uskup Siprianus telah menyatakan dukungannya terhadap proyek geotermal.
Pada 2021, ia mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo, meminta agar proyek geotermal di Wae Sano, Kabupaten Manggarai Barat dilanjutkan.
Uskup itu juga memilih diam terhadap polemik geotermal di Poco Leok, termasuk ketika umatnya direpresi aparat keamanan.
Dampak terhadap Kehidupan Menggereja
Maria Suryanti Jun berkata, kehadiran proyek geotermal di Poco Leok-bagian dari rencana perluasan PLTP Ulumbu-berpengaruh pada kehidupan menggereja mereka.
Sebelumnya, hubungan antarumat Katolik di Stasi Lungar dan Stasi Mocok – yang masuk wilayah Paroki St. Arnoldus Jansen Ponggeok berjalan baik. Mereka aktif bekerja sama dalam setiap kegiatan gereja.
Namun, setelah proyek geotermal masuk, “hubungan antarumat menjadi renggang.”
“Kegiatan keagamaan yang sebelumnya aktif kini menurun drastis,” jelasnya.
Ia berkata, jika proyek ini tetap dilanjutkan, “saya khawatir konflik sosial dan perpecahan akan semakin parah.”
Di parokinya, Maria menjadi Koordinator Komunitas Tritunggal Mahakudus [KTM], salah satu kelompok doa.
“Sebelum adanya geotermal, kami sering doa bersama, buat tim doa penyembuhan, rekoleksi. Kami akur. Setelah adanya proyek ini, KTM ini hilang. Saya hanya ikut [kegiatan] di paroki karena di Poco Leok sudah buyar,” katanya.
Maria berkata, masyarakat adat Poco Leok akan terus berjuang mempertahankan ruang hidup mereka.
“Kami terus berjuang, walau perjalanan ini masih panjang,” katanya, menambahkan bahwa “pihak yang seharusnya mendengar kami, seperti pemerintah, tampaknya tidak peduli.”
“Kami berharap pihak Gereja maupun pemerintah mendengarkan suara kami.”
Proyek geotermal Poco Leok yang dikerjakan PT Perusahaan Listrik Negara didanai oleh Bank Pembangunan Jerman atau Kreditanstalt für Wiederaufbau [KfW].
Sejak wacana kehadiran proyek itu muncul pada 2022, warga telah melakukan berbagai upaya penolakan, baik dengan menghadang pemerintah dan perusahaan maupun menggelar aksi demonstrasi.
Dalam beberapa aksi penghadangan, warga mengalami tindakan represif, termasuk penganiayaan terhadap Pemimpin Redaksi Floresa, Herry Kabut saat meliput aksi unjuk rasa pada 2 Oktober.
Pada awal September 2024 Bank KfW mengirimkan Tim Independen untuk meneliti situasi di Poco Leok.
Dalam pertemuan daring pada 14 November 2024, yang diikuti ratusan warga adat dari 10 gendang atau kampung adat di Poco Leok, Tim Independen Bank KfW menyampaikan hasil tinjauan tersebut.
Mereka merekomendasikan agar proyek itu “dihentikan sementara.” Di sisi lain, warga meminta agar proyek itu dihentikan secara permanen.
Laporan ini dikerjakan oleh Adriani Miming dan Elisa Lehot
Editor: Ryan Dagur