Floresa.co – Saat pasangan Edistasius Endi-Yulianus Weng dan para pendukung mereka merayakan kemenangan Pilkada Manggarai Barat, seorang anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara [KPPS] tetap meringkuk di penjara.
Kepastian kemenangan pasangan tersebut terjadi pada 5 Februari, ketika Mahkamah Konstitusi [MK] menyatakan gugatan pesaing mereka, pasangan Christo Mario Y Pranda-Richardus Tata Sontani, “tidak dapat diterima.”
Sehari sesudahnya, KPUD Manggarai Barat menetapkan Edi-Weng sebagai bupati dan wakil bupati terpilih pada pilkada 27 November 2024.
Perolehan suara kedua pasangan calon ini terpaut 2.207 suara. Mario-Richard yang mendapat nomor urut 01 memperoleh suara 71.164. Sementara pasangan nomor urut 02 yang merupakan petahana, Edi-Weng meraup 73.872 suara.
Pada hari yang sama saat MK mengumumkan putusannya, Pengadilan Negeri Labuan Bajo menjatuhkan vonis penjara empat tahun kepada Madir, salah satu petugas KPPS di Tempat Pemungutan Suara [TPS] 05 Siru, Desa Siru, Kecamatan Lembor.
Madir terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dengan sengaja memberi keterangan tidak benar, mengubah hasil pemungutan dan/atau hasil penghitungan suara yang dilakukan oleh penyelenggara pemilihan.
Tak hanya dihukum penjara empat tahun, Madir juga diganjar denda Rp48 juta. Bila tak mampu membayar denda itu, diganti dengan penjara kurungan selama tujuh hari.
Floresa mencoba merekonstruksi ulang apa yang terjadi di TPS 05 Siru, Desa Siru, Kecamatan Lembor untuk memberi gambaran apa yang terjadi pada Madir. Rekonstruksi ini berdasarkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
Madir ditetapkan sebagai tersangka pada 30 Desember 2024, kendati baru diekspos ke publik pada 8 Januari. Ia disangka “melakukan pengisian kolom daftar hadir pemilih yang telah meninggal” berdasarkan kajian Badan Pengawas Pemilu dan penyelidikan oleh kepolisian yang didampingi kejaksaan, bagian dari Sentra Penegakan Hukum Terpadu [Gakkumdu].
Perkara Madir kemudian mulai disidangkan di Pengadilan Negeri Labuan Bajo pada 23 Januari 2025 dan putusan dibacakan pada 5 Februari 2025.
Apa Tugas Madir saat Pemilu 27 November?
Madir ditetapkan sebagai anggota KPPS berdasarkan Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Manggarai Barat Nomor 89 Tahun 2024 tanggal 07 November.
Ia menjadi KPPS bersama enam warga lainnya, yaitu Wiwit Haryatin Sasmita sebagai Ketua, dan anggota KPPS Lastria, Jurdin, Rusmin, Sudarmin dan Arif Musadi A Putra.
Ketua KPPS dan enam anggotanya kemudian melakukan musyawarah terkait pembagian tugas mereka masing-masing selama proses pemungutan suara berlangsung.
Madir memiliki tugas mengecek KTP warga yang akan memilih dan menyesuaikan dengan C-Pemberitahuan atau surat undangan bagi pemilih.
Tugasnya yang lain adalah mengarahkan warga untuk menandatangani daftar hadir. Sedangkan pada saat perhitungan suara, ia bertugas melipat surat suara yang telah dibacakan hasilnya.
Dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap Madir secara gamblang menerangkan proses pemungutan suara di TPS 05 Siru, Desa Siru pada 27 November.
Seperti di TPS-TPS lainnya di Manggarai Barat dan seluruh Indonesia, pemungutan suara dimulai pada pukul 07.00.
Dimulai dengan para pemilih menyerahkan surat undangan atau C-Pemberitahuan kepada anggota KPPS bernama Jurdin. Selanjutnya, Jurdin memanggil atau membacakan nama pemilih yang telah mengumpulkan surat undangan atau C-Pemberitahuan.
Setelah itu pemilih menuju ke Madir untuk mengisi dan menandatangani kehadiran sesuai dengan Daftar Pemilih Tetap [DPT] TPS 05 Siru.
Setelah mengisi dan menandatangani daftar hadir para pemilih langsung menuju ke Ketua KPPS, Wiwit Haryatin Sasmita untuk mengambil surat suara. Selanjutnya pemilih menuju ke bilik suara untuk melakukan pencoblosan surat suara.
Setelah mencoblos, pemilih diarahkan oleh anggota bernama Sudarmin untuk memasukan surat suara yang telah dicoblos ke dalam kotak suara.
Setelah itu, pemilih menuju ke anggota Arif Musadi A.Putra untuk memberi tanda tinta pada jari, tanda telah mengikuti pemungutan suara.
Proses pemungutan suara tersebut sampai dengan sekitar pukul 12.00 Wita.
Kecurangan dalam Penghitungan suara
Setelah tidak ada lagi pemilih yang datang untuk mencoblos, Ketua KPPS dan para anggotanya menghitung surat suara yang tersisa.
Hasilnya, terdapat 188 orang pemilih yang hadir dan pemilih yang tidak hadir sebanyak 24 surat suara.
Mengacu pada dakwaan Jaksa, Sidin Ahmad, kepala kampung Siru, berada di dalam TPS 05 Siru saat penghitungan suara itu.
Mengetahui adanya 24 surat suara tersisa, Sidin mengajak semua anggota KPPS, saksi dari pasangan calon nomor urut satu, Karubi Hartono dan saksi pasangan nomor urut dua bernama Milu untuk membuat kesepakatan melakukan pencoblosan 22 surat suara dari 24 yang tersisa. Semuanya disebut bersepakat meninggalkan dua surat suara tersisa.
Dalam kesepakatan itu, pencoblosan tersebut hanya untuk satu pasangan calon yaitu Edi-Weng.
Mereka juga bersepakat, pencoblosan 22 surat suara tersebut dilakukan oleh Sidin Ahmad beserta semua anggota KPPS dan saksi dari Pasangan Edi-Weng atas nama Milu.
Tujuan dari kesepakatan pencoblosan 22 surat suara itu ke pasangan Edi-Weng, sambungan dakwaan itu, agar pasangan ini menang.
“Sehingga pasangan calon tersebut akan membangun kampung Siru dengan membuka jalan, memasang listrik dan lain-lain,” ujarnya.
Namun, dakwaan jaksa itu menyebutkan, saksi pasangan Mario-Richard yaitu Karubi Hartono, “keberatan dengan kesepakatan itu”.
“Sehingga tidak ikut dalam pembuatan kesepakatan tersebut,” tulis dakwaan itu.
Apa Peran Madir dalam Kecurangan Ini?
Setelah kesepakatan pencoblosan surat suara sisa itu dilakukan, Madir “langsung mengisi dan menandatangani daftar hadir pada kolom nama peserta pemilih yang tidak hadir sebanyak 22 pemilih.”
Salah satu dari daftar 22 pemilih itu adalah Besirun yang telah meninggal dunia pada 31 Oktober 2024. Status meninggal dunia ini dibuktikan dengan Surat keterangan Kematian Desa Siru Nomor : Pem.140/DS/670/XI/2024 tanggal 03 November 2024.
Selain Besirun, 21 pemilih lainnya yang tidak hadir namun oleh Madir daftar hadirnya diisi dan ditandatangani adalah Abdul Hakim, Aliman Ben, Awaludin, Buyung Al Gifari, Fadillah, Faisal Ade Putra, Fatima Nursia, Faujan Al Ruif, Harsa, Indah Permaisuri, Juwaeda, Lastrianti, Ronald Safi’i, Satriani, Sufira Juwita, Suhardin, Suprianto, Tasmin Wayan, Taufik Saputra, Tarmiji Safir, dan Wulandari.
Saat pilkada 27 November, 21 nama ini sedang berada di luar kota.
Setelah 22 nama itu diisi di daftar hadir, “Ketua dan Anggota KPPS lainnya secara bergantian melakukan pencoblosan surat suara sisa lalu memasukan surat suara sisa yang telah dicoblos sebanyak 22 surat suara sisa ke dalam kotak suara.”
Pada pukul 13.00 Wita, Ketua dan Anggota KPPS melakukan perhitungan suara.
Hasilnya, jumlah surat surat yang dicoblos bertambah dari 188 menjadi 210 surat suara. Kemudian, ada sisa delapan surat suara yang tidak digunakan termasuk cadangan.
“Kemudian dari hasil data yang tidak benar yang dibuat oleh terdakwa [Madir], dari daftar hadir tersebut kemudian dituangkan ke dalam berita acara sertifikat dan catatan hasil penghitungan perolehan suara (Model C-Hasil KWK Bupati) TPS 05 Desa Siru,” tulis dakwaan.
Hasilnya, pasangan nomor urut satu, Mario-Richard, memperoleh 18 suara. Pasangan nomor urut dua, Edi-Weng, memperoleh 180 suara.
Sementara, surat suara tidak sah sebanyak 12 suara.
Jaksa dalam dakwaan menyatakan, perbuatan terdakwa Madir “mengakibat adanya penambahan suara pada paslon 02 paket Edi-Weng sebanyak 22 suara.”
MK Belum Periksa Dalil Pemohon
Kecurangan di TPS 05 Siru, Desa Siru ini juga menjadi bagian dari dalil yang diajukan oleh pasangan Mario-Richard dalam gugatan di MK.
Dalam dalilnya, Mario-Richard menyebut ada 36 DPT di TPS 05 Siru yang pada 27 November 2024 berada di perantauan dan satu pemilih DPT yang telah meninggal dunia, tetapi menggunakan hak pilihnya.
KPUD Manggarai Barat selaku Termohon membantah dalil itu dalam eksepsinya, menyatakan “pada faktanya dalam proses pemungutan dan penghitungan suara di TPS tersebut tidak terdapat keberatan terbukti dengan dihadiri dan ditandatangani oleh para saksi pasangan calon termasuk saksi dari Pemohon sebagaimana tertuang dalam Model C.”
Pemohon, sebut KPUD Manggarai Barat, baru menyampaikan keberatan pada saat rekapitulasi di tingkat kecamatan dan kabupaten.
Terkait dalil yang sama, Bawaslu Manggarai Barat dalam keterangannya di MK menyatakan berdasarkan hasil pengawasan Pengawas TPS 005 Desa Siru “pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di TPS 005 berjalan sesuai dengan prosedur mekanisme, dan tata cara sebagaimana peraturan perundang-undangan…”.
Selain soal dugaan ketidaknetralan penyelenggara seperti di Siru, pasangan Mario-Richard juga mendalilkan dugaan keterlibatan Pegawai Negeri Sipil (PNS), bantuan sosial (Bansos) dan politik uang.
Namun, merujuk pada Putusan 65/PHPU.BUP-XXIII/2025, pemeriksaan perkara ini belum sampai ke pokok perkara, tetapi lebih ke soal tenggang waktu penyampaian permohonan ke MK.
Dalam amar putusannya, Hakim MK “mengabulkan eksepsi Termohon [KPUD Manggarai Barat] dan eksepsi Pihak Terkait berkenaan dengan tenggang waktu pengajuan permohonan.”
Pasangan Mario-Richard mengajukan permohonan ke MK pada 6 Desember 2024, pukul 13:09 WIB, atau empat hari setelah KPUD Manggarai Barat mengumumkan Keputusan tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara.
Padahal, pasal 157 ayat (5) UU 10 tahun 2016 menyatakan, “Peserta Pemilihan mengajukan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi…paling lambat tiga hari kerja terhitung sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.”
Laporan ini dikerjakan oleh Petrus Dabu dan Doroteus Hartono
Editor: Anno Susabun