Menanggapi hal tersebut, Dominggus Da Costa, pengacara para tersangka menegaskan, Kejaksaan tidak memahami aturan dalam kaitan penetapan kerugian negara.
“Kalau kita merunut pada undang-undang bahwa yang berhak menentukan kerugian negara hanya BPK,” tegasnya kepada para wartawan di PN Ruteng, Kamis (3/12/2015) kemarin.
Apalagi dalam kasus terminal Reo, kata dia, rekomendasi BPK perwakilan NTT tidak menyebutkan adanya kerugian negara.
“Berarti angka itu (kerugian) yang buat Pa Yanto dan Pa Kos (Kornelis Oematan, salah seorang jaksa di Kejaksaan Reo). Mereka bilang, kami hitung sendiri. Gampang, itukan perhitungan matematika biasa,” katanya.
Menurut Dominggus, aksi jaksa ini sudah melampaui BPK dan undang-undang, karena tidak mengakui hasil audit dari badan yang resmi.
Sementara itu, Yanto Musa, menjelaskan, setiap keputusan di pengadilan terkait korupsi bukan hanya memakai data BPK.
“Artinya begini, pengadilan se-Indonesia bukan hanya memakai BPK,” tegasnya kepada wartawan di kantor Kejaksaan Negeri Ruteng usai sidang, Rabu.
Namun, setelah menjawab demikian, Yanto kemudian melanjutkan, dirinya enggan berkomentar karena takut salah menjelaskan. (Ardy Abba/PTD/Floresa)