Floresa.co – Nahdatul Ulama (NU), organisasi Muslim terbesar di Indonesia menegaskan, dalam situasi tertentu, di mana khotbah khatib pada Shalat Jumat ngawur, jemaat boleh mengajukan interupsi.
“Interupsi diperbolehkan asal didukung dengan pengetahuan yang benar,” kata Ustad Mahbub Maafi Ramdlan dari Pengurus Pusat Lembaga Bahtsul Masail NU, sebagaimana dilansir dalam laman nu.or.id.
Lembaga Bahtsul Masail NU berada di bawah naungan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Lembaga ini mengkaji masalah-masalah aktual dengan menggunakan pendekatan fikih atau hukum agama Islam.
Mahbub menjelaskan, menurut pandangan Imam Maliki, jemaaah salat Jumat memang dilarang berbicara saat khatib berkhotbah atau ketika ia duduk di antara dua khotbah. Namun, kata dia, larangan berbicara itu bisa gugur ketika isi khotbah sang khatib ternyata menyimpang.
“Misalnya, khatib itu memuji orang yang tak layak untuk dipuji atau mencaci orang yang sebenarnya tidak layak dicaci,” kata Mahbub. Pandangan itu, kata Mahbub, merujuk pada karya Abdurrahman al-Juzairi, al-Fiqh ala Madzhabib al-Arbaah.
Berikut ini kutipan lengkap yang menjadi dasar hukum bolehnya jemaah menginterupsi khotbah salat Jumat: “Menurut mazhab Maliki, haram berbicara ketika khotbah dan ketika imam duduk di atas mimbar di antara dua khotbah. Dan dalam hal ini tidak ada perbedaan di antara orang yang mendengarkan khotbah atau tidak. Semua haram berbicara meskipun berada di teras masjid atau jalan yang terhubung dengan masjid. Hanya, keharaman berbicara tersebut (berlaku) sepanjang tidak terdapat dalam khotbahnya imam kesia-siaan atau ngawur(laghw), seperti memuji orang yang tak boleh dipuji, atau menghina orang yang tidak boleh dihina. Jika imam melakukan itu, maka gugurlah keharamannya (berbicara ketika khotbah berlangsung atau ketika ia duduk di atas mimbar di antara dua khotbah)” (Abdurrahman al-Juzairi, al-Fiqh ‘ala Madzhabib al-Arba’ah, Bairut-Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, cetakan ke-2, 1424 H/2003 M, juz, 1, h. 361). (ARL/Floresa)