Floresa.co – Di bawah terik panas kota Maumere awal pekan ini, ratusan guru yang tergabung dalam Ikatan Guru Sertifikasi [TAGSI] di Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur kembali berujuk rasa.
Mereka mendatangi sejumlah instansi, seperti Kantor Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga [PKO], Inspektorat, Gedung DPRD, Kantor Bupati dan Kejaksaan.
Seperti aksi serupa bulan lalu, mereka menuntut pemenuhan hak mendapat Dana Tunjangan Profesi Guru [TPG] tahap 1 Triwulan 1 Tahun Anggaran 2023 yang diduga digelapkan beberapa pejabat di Dinas PKO.
Para guru menduga uang tunjangan sejumlah Rp642.159.226 yang seharusnya menjadi hak 810 guru ditilep beberapa pejabat Dinas PKO.
Tuduhan mereka mengarah kepada Heriyanto Vandiron Sales, mantan Kepala Dinas PKO yang saat ini menjabat sebagai Kepala Dinas Lingkungan Hidup; Iswaldi, mantan Operator Dinas PKO dan Maria Imakulata Ngole, Kepala Bendahara Pengeluaran Dinas PKO.
Dalam aksi pada Senin, 21 Agustus itu, sasaran utama mereka adalah Kejaksaan Negeri Sikka, yang kini sedang menangani kasus ini.
Saat berorasi di depan kantor Kejaksaan, Faustinus Konradus, perwakilan para guru mendesak “segera panggil dan tangkap para terduga” penggelapan dana itu.
Jika Kejaksaan tidak tegas, kata dia, TAGSI akan bersurat, minta perlindungan hukum kepada Kejaksaan Tinggi NTT, tembusan kepada Asisten Pengawasan Kejaksaan Tinggi NTT, Kejaksaan Agung dan Menteri Koordinator, Politik, Hukum dan Keamanan.
Konradus menyebut penanganan kasus ini sangat lamban, mengingat beberapa guru sudah dimintai keterangan, bukti-bukti juga sudah diajukan, namun belum ada penetapan tersangka.
“Apakah 810 rekening dari guru penerima TPG harus diserahkan untuk menjadi bukti?” katanya.
Ia menilai seharusnya bukti sudah cukup, apalagi Iswaldi, operator TPG sudah pernah mengatakan bersedia mengembalikan dana Rp52 juta, bagian yang ia peroleh dari dugaan penggelapan itu.
“Ada juga pengakuan dari bendahara bahwa cek untuk pencairan dua kali ditandatangani oleh bendahara dan Kuasa Pengguna Anggaran. Masih kurang kah [bukti-bukti itu]?”
Setelah menunggu kurang lebih tiga jam dan melakukan beberapa kali koordinasi, lima orang perwakilan guru kemudian bertemu dengan Fatoni Hatam, Kepala Kejaksaan Negeri Sikka.
Fatoni sempat meminta maaf kepada para guru karena proses hukum yang dinilai lamban. Namun, ia menjelaskan Kejaksaan harus “berhati-hati, tidak boleh gegabah.
“Karena kalau kami gegabah, maka fatal. Dalam penyelesaian kasus, ada tingkatan atau proses yang harus kami lalui, tidak bisa serta merta memutuskan seorang menjadi tersangka,” katanya.
“Jadi, mari kita sama-sama menghargai proses hukum yang sedang kami tangani,” ungkap Fatoni.
Kecewa dengan DPRD dan Bupati
Sebelum mendatangi Kejaksaan, para guru sempat berorasi di depan Gedung DPRD Sikka.
Mereka menyatakan kekecewaan karena tidak bisa menemui anggota dewan yang sedang reses pada 18-23 Agustus.
Karena kesal, Fransisco Yosi, salah seorang guru mengatakan, “jangan sekali-kali menaruh kepercayaan lagi kepada DPRD.”
“Hari ini kita tahu bahwa mereka tidak mendukung kita. Padahal, hari ini sudah diagendakan bertemu para guru. Sayangnya, tidak ada satupun yang mau menemui kita,” katanya.
Fransisco menyebut DPRD Sikka tidak menghargai guru karena tidak ikut menyelesaikan persoalan yang mereka alami.
“Kami merasa asing di rumah sendiri,” katanya.
Janji Bupati
Para guru juga sempat menggelar aksi unjuk rasa di kantor bupati.
Di hadapan Bupati Fransiskus Roberto Diogo, mereka juga menuntut agar tiga oknum pejabat yang diduga terlibat dalam kasus penyelewengan ini segera mengenakan rompi oranye.
Namun, Roby – sapaan bupati – meminta para guru bersabar.
“Pemerintah sangat serius dalam menangani persoalan ini. Dari hasil pemeriksaan, sudah ada hasil,” katanya.
“Pada prinsipnya proses hukum masih berjalan. Dokumen pun sudah diserahkan kepada pihak Kejaksaan. Kita menghormati proses yang sedang berjalan ini,” tambahnya.
Roby menjelaskan, beberapa saksi yang sudah dipanggil untuk memberikan keterangan dan “kita serahkan kepada pihak yang sedang menangani. Kita kawal bersama kasus ini.”
“Yang terpenting saat ini, kegiatan belajar mengajar di sekolah tetap berjalan efektif,” lanjutnya.
Roby juga mengimbau jika pada waktu mendatang penyelewengan seperti ini terjadi kembali, para guru diharapkan sesegera mungkin mengajukan laporan.
“Jangan lama-lama menunggu. Langsung laporkan ke pihak berwajib sehingga kita dapat segera mencegahnya,” katanya.
Awal Mula Kasus
Dugaan penyelewengan TPG itu pertama kali diadukan para guru bersertifikasi pada Mei 2023.
Aduan disampaikan ke Iswadi, operator TPG di Dinas PKO saat itu.
Merespons aduan, Iswadi yang kini dinonaktifkan dari posisinya, membuat dua surat pernyataan berbeda pada bulan yang sama.
Dalam surat pertama pada 12 Mei, ia mengaku telah mengambil dana itu dari bendahara Dinas PKO.
Uang itu seharusnya diserahkan ke Koperasi Simpan Pinjam [KSP] Nasari, yang selama ini dipercayakan dinas sebagai penyalur dana tersebut.
Penyerahan itu untuk membayar pinjaman para guru bersertifikasi.
Alih-alih menyetor ke KSP Nasari, Iswadi mengaku justru menggunakan uang tersebut untuk keperluan pribadi. Ia pun berjanji akan mengembalikan dananya kepada para guru.
Namun, pernyataan Iswadi berubah pada 14 hari kemudian.
Dalam surat pernyataan pada 26 Mei, ia mengaku telah memberikan dana itu kepada mantan Kepala Dinas PPO, Yoseph Heryanto Vandiron Sales dua kali, masing-masing sebesar Rp 250.000.000 dan Rp 392.000.000.
“Dan saya mencabut pernyataan bahwa saya menggunakan [dana tersebut] untuk kepentingan saya, sesuai surat pernyataan tanggal 12 Mei 2023,” tulis Iswadi dalam surat itu.
Dalam aksi unjuk rasa pada 20 Juli, Iswadi sempat bertemu dengan para guru.
Dalam dialog yang dipimpin Kepala Dinas PKO Sikka, Germanus Goleng, ia kembali mengakui pemberian dana itu kepada mantan kepala dinas.
Ia juga mengaku mendapat jatah Rp52 juta, yang diterima dua kali, masing-masing Rp27 juta dan Rp25 juta.
Ia mengatakan kepada para guru siap bertanggung jawab atas dana yang diterimanya.
“Sampai diproses hukum pun saya siap bertanggung jawab,” katanya.
Floresa belum berhasil mengonfirmasi mantan Kepala Dinas PKO, Yoseph Heriyanto Vandiron Sales.
Dalam pernyataan sebelumnya, ia membantah menerima uang tersebut.
“Tidak benar itu, saya tidak pernah terima uang dari Iswadi,” katanya, seperti dilansir Suarasikka.com.