Floresa.co – Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur [Kejati NTT] menyita aset tanah seluas hampir 20 hektar milik salah satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemanfaatan Pantai Pede di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat.
A.A Raka Putra Dharmana, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati NTT mengatakan, aset yang disita tersebut milik tersangka Bahasili Papan.
“Penyidik telah melakukan penyitaan lahan seluas 19.998 meter persegi,” tulis Raka dalam pernyataan pers yang diterima Floresa pada Rabu, 18 Oktober.
Bahasili, tersangka yang ditahan pada Rabu, 30 Agustus 2023 itu adalah pemodal PT Sarana Investama Manggabar [PT SIM], korporasi yang mendapat izin mengelola pantai itu, namun kemudian menelantarkannya.
Pantai Pede dengan luas 31.670 meter persegi adalah aset milik Pemerintah Provinsi NTT yang terletak di Kelurahan Gorontalo, Kecamatan Komodo.
Penyitaan tersebut, kata Raka, dilaksanakan pada Senin, 16 Oktober oleh Salesius Guntur, Kepala Seksi Penyidikan pada Bidang Tindak Pidana Khusus, disaksikan oleh Bangkit YP Simamora, Jaksa Fungsional Bidang Tindakan Pidana Khusus Kejati NTT.
Penyitaan juga dihadiri oleh Yohanes Rinaldo Gampur, Camat Komodo; Fulisianus Gampur, Lurah Labuan Bajo dan Gabriel Ganti, penjaga tanah.
Raka menjelaskan Bahasili “diduga melakukan tindakan pidana korupsi yang mengakibatkan kerugian negara ditaksir sebesar Rp8,5 miliar lebih.”
Ia diancam dengan sangkaan primer pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara sangkaan subsider adalah pasal 3 jo pasal 18 UU Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 tahun 1999 jo pasal 55 ayat (1) butir 1 KUHP.
Bahasili, yang ditahan pada 30 Agustus 2023, merupakan tersangka keempat dalam kasus ini. Tiga tersangka lainnya yang juga sudah ditahan adalah Thelma DS, Kepala Bidang Pemanfaatan Aset Setda Provinsi NTT; Heri Pranyoto, Direktur PT SIM dan Lydia Chrisanty Sunaryo, Direktur PT Sarana Wisata Internusa.
Raka menambahkan, sebelumnya penyidik Kejati NTT juga telah menyita obyek perkara berupa tanah dan bangunan di Pantai Pede pada 9 September 2023.
Sebelum kasus ini diusut Kejati NTT, Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat memutus kontrak dengan PT SIM pada April 2020.
Pada 18 April 2020 Pemerintah Provinsi NTT melalui Badan Pendapatan dan Aset Daerah secara resmi mengambil alih pengelolaannya, termasuk Hotel Pelago yang dibangun PT SIM, lalu menyerahkannya kepada PT Flobamor, sebuah perusahaan milik provinsi.
PT Flobamor adalah perusahaan yang juga mendapat karpet merah untuk menguasai sejumlah wilayah di kawasan Taman Nasional Komodo.
Ditarik ke belakang, langkah Pemerintah Provinsi NTT menyerahkan Pantai Pede ke PT SIM pada 2012 dilakukan di tengah protes publik yang menginginkan agar pantai tersebut tetap bisa bebas diakses oleh masyarakat setelah banyaknya pantai di Labuan Bajo yang dikuasai korporasi.
Di sisi lain, kepemilikan tanah di Pantai Pede oleh Pemerintah Provinsi NTT juga dinilai tidak sesuai dengan perintah UU No.8 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Manggarai Barat.
Pasal 13 UU tersebut memerintahkan Gubernur NTT dan Bupati Manggarai [kabupaten induk] untuk menyerahkan pegawai dan barang milik/kekayaan daerah berupa tanah, bangunan dan lainnya ke Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat pada saat pembentukan kabupaten itu.
Merespons tuntutan berbagai elemen masyarakat, pada 13 September 2016, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyurati Frans Lebu Raya Gubernur NTT saat itu untuk menyerahkan Pantai Pede ke Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat.
Namun, surat itu tak diindahkan oleh Lebu Raya, hingga era Laiskodat. Pantai itu tetap dikelola Pemerintah Provinsi NTT.