Agar Kasus Pemerkosaan Anak Kandung Tidak Terulang, Warga di Manggarai Timur Gelar Upacara Adat dan Siapkan Sanksi untuk Pelaku

Warga meyakini perlu ada permohonan maaf kepada leluhur dan penyucian kampung agar tidak terjadi kutukan

Baca Juga

Floresa.co – Warga sebuah kampung adat di Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur menggelar upacara adat agar kasus pemerkosaan terhadap anak kandung yang baru-baru ini terungkap tidak terjadi lagi di kemudian hari. 

Mereka juga menyiapkan sanksi adat kepada pelaku sebagai bentuk penyucian dirinya agar kelak bisa diterima kembali di kampung itu.

Warga kampung di Kecamatan Elar Selatan itu dihebohkan dengan kasus pemerkosaan anak kandung oleh PS, yang kini sudah ditahan di Polres Manggarai Timur.

Menurut polisi, ia memperkosa anaknya sejak 2020, saat anaknya masih berusia 10 tahun. Pemerkosaan berlangsung hingga akhir September lalu.

Kasus ini baru terungkap karena PS selalu mengancam membunuh anaknya jika berani memberitahu orang lain, termasuk ibunya.

Ritual Penyucian Kampung

Salah satu tokoh adat di kampung itu mengatakan, tindakan PS bertentangan dengan hukum adat mereka.

Karena itu, jelasnya, usai kasus pemerkosaan itu terungkap, warga langsung menggelar ritual adat ‘kes’ pada Senin malam, 13 November.

“Ritual adat ini dilakukan oleh kepala kampung di halaman kampung yang dihadiri oleh seluruh tokoh adat,” katanya kepada Floresa, Jumat, 17 November.

Ritual itu, kata dia, dilakukan untuk meminta pengampunan dari leluhur atas segala tindakan tercela yang dilakukan PS sehingga tidak mendatangkan karma atau kutukan. 

“Karena setiap perbuatan jahat yang dilakukan oleh warga kampung akan mendatangkan musibah, maka kita langsung menggelar upacara adat ini agar semua kutukan dari leluhur itu bisa terhindar,” katanya.

Selain itu, kata tokoh adat itu, upacara ini dilakukan untuk meminta doa dari para leluhur kepada warga kampung agar perbuatan jahat yang dilakukan PS tidak terjadi lagi atau ditiru oleh warga lain. 

Ramba neka oman agu walin kole,” katanya;  “Supaya tidak terjadi lagi.”

Denda Adat

Selain itu, kata dia, PS juga  ‘diadili’ secara adat, meski kasusnya saat ini sudah diproses sesuai hukum negara.

“Proses hukum tetap berjalan, sanksi adat tetap berlaku,” kata tokoh adat itu. 

Tokoh adat itu mengatakan sanksi adat yang akan diberikan berupa denda satu ekor kerbau berukuran besar yang dalam bahasa adat masyarakat setempat disebut “Kaba ragang tana meti wae, kaba sondat sosor lena tureng, kaba ghan toe tanda inung toe nipu, kaba sio sengi ta’i wau.”

“Kerbau yang ditanggung oleh pelaku itu akan ditarik ke tengah-tengah kampung tanpa bantuan dari keluarga atau warga kampung,” katanya. 

Kerbau itu, katanya, akan disembelih dan dagingnya dimakan oleh seluruh warga kampung.

Selain didenda dengan seekor kerbau, kata tokoh adat, PS juga harus berjalan mengelilingi kampung sambil memikul sebuah batang pisang berukuran besar. diikuti oleh seorang warga yang terus memberi cambukan di sepanjang perjalanan. 

“Pohon pisang yang dipikul itu merupakan simbol dari perbuatan jahat yang melanggar norma adat khususnya yang berkaitan dengan hubungan terlarang,” katanya. 

Hubungan terlarang itu dalam bahasa setempat dikenal sebagai sawi toe nau, toko toe kop.

Tokoh adat itu mengatakan tidak hanya berhenti sampai di situ, PS juga harus melakukan ritual adat sebong ulu lau, atau mandi dengan posisi kepala menghadap ke arah selatan di tengah kampung tersebut. 

Menurut tokoh adat itu, ritual adat ini bertujuan untuk membersihkan diri dari segala perbuatan jahat yang pernah dilakukan sehingga yang bersangkutan bisa kembali berkumpul bersama masyarakat lainnya. 

“Jika PS tidak sanggup membayar denda adat ini, maka ia harus diusir dari kampung ini,” katanya. 

Sanksi itu, jelasnya, akan diberlakukan kepada PS, setelah ia menjalani masa hukuman dan kembali ke kampung.

Terungkap Tiga Tahun Kemudian

Kasus pemerkosaan ini terungkap setelah korban mengisahkannya kepada ibunya pada Sabtu, 11 November.

Keesokan harinya ibunya melaporkan masalah ini kepada kepala desa, yang kemudian mengkonfirmasi kepada PS.

Usai PS mengakui perbuatannya, pemerintah desa yang berkoordinasi dengan pihak Kecamatan Elar Selatan membawanya ke Polres Manggarai Timur pada 12 September.

Ia pun langsung ditahan.

Iptu Jeffry D.N. Silaban, Kasat Reskrim Polres Manggarai Timur PS  disangkakan Pasal 81 Ayat (1) Junto Pasal 76D dan Pasal 81 Ayat (3) atau Pasal 82 Ayat (1) Junto Pasal 76E Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

PS terancam dipenjara 15 tahun, ditambah sepertiga, mengingat ia adalah orang terdekat korban.

Gabriel Anggur, jurnalis di Manggarai Timur berkontribusi terhadap laporan ini.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini