Floresa.co – Polisi mengonfirmasi sudah menangkap frater tersangka kasus pelecehan seksual di seminari di Flores yang sebelumnya jadi buronan.
Frater Engelbertus Lowa Soda, kata Iptu Sukandar, Kepala Seksi Hubungan Masyarakat Polres Ngada ditangkap pada 29 Februari di Tebing Tinggi, Sumatera Utara.
Engelbertus, kata dia, sempat diamankan oleh Polres Tebing Tinggi dan kini ia bersama Tim Buser sedang dalam perjalanan menuju ke Polres Ngada untuk diproses hukum.
“Kemungkinan besok mereka sampai di Ngada,” kata Sukandar kepada Floresa pada 2 Maret.
Sukandar mengatakan penangkapan Engelbertus merupakan hasil koordinasi dan kerja sama Polres Ngada dengan Polres Tebing Tinggi.
Saat melakukan pencarian di wilayah Ngada, kata dia, Tim Buser Polres Ngada mendapat informasi bahwa Engelbertus sedang berada di Tebing Tinggi.
Ia mengaku belum bisa menjelaskan secara rinci terkait penangkapan Engelbertus oleh Tim Buser Polres Tebing Tinggi.
“Informasi lebih detail akan disampaikan ketika mereka sudah sampai di Ngada,” ungkapnya.
Engelbertus menghilang sejak 29 November 2023 setelah dilaporkan ke polisi karena diduga mencabuli remaja, peserta didik binaannya.
Ia melarikan diri setelah diminta penyidik untuk menjalani pemeriksaan psikologis sebelum diserahkan untuk tahap pertama [P-19] ke Kejaksaan Negeri [Kejari] Ngada.
Karena itu, kata Sukandar, pada 21 Januari 2024, Kapolres Ngada, AKBP Padmo Arianto, mengirimkan surat bernomor B/54/I/2024 kepada Kepala Kepolisian Daerah NTT, berisi permohonan bantuan untuk menetapkan status Engelbertus ke dalam Daftar Pencarian Orang [DPO].
Pada tanggal yang sama, kata dia, Kasat Reskrim Polres Ngada, I Ketut Setiasa, mengeluarkan surat DPO nomor DPO/01/I/2024/Reskrim.
Di dalam surat pengumuman DPO itu yang salinannya diperoleh Floresa, disebutkan bahwa Engelbertus tinggal di Jalan Trans Flores, Kampung Paulewa, Kelurahan Nageoga, Kecamatan Boawae, Kabupaten Nagekeo.
Engelbertus, juga disebut beralamat Jalan Segiopranoto, Kelurahan Tanalodu, Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada.
Sukandar mengatakan Engelbertus sedang menjalani Tahun Orientasi Pastoral, istilah untuk masa praktik calon imam Katolik, di sebuah seminari di Ngada.
Ia ditugaskan pimpinan lembaga pendidikan itu di poliklinik, kendati tak punya keahlian medis.
Di poliklinik itu, Engelbertus memeriksa kesehatan siswa yang sakit dan “saat itulah dia mencabuli korbannya.”
Berdasarkan hasil penyelidikan, kata Sukandar, Engelbertus diduga mencabuli korban dua kali pada 10 Agustus dan 19 September 2022.
“Waktu itu korban sedang sakit dan frater mencoba mengecek suhu tubuh korban,” kata Sukandar kepada Floresa pada 24 Februari.
Alih-alih mengecek suhu tubuh, kata dia, Engelbertus justru mencabuli korban yang berusia 13 tahun.
Sukandar mengatakan keluarga korban baru mengajukan laporan pada tahun lalu karena “mungkin korban baru menceritakan [peristiwa itu] kepada mereka.”
Laporan, kata dia, disampaikan ke Polres Ngada pada 22 April 2023. Laporan dengan nomor LP/B/46/IV/2023/SPKT itu diklasifikasi polisi sebagai “tindak pidana pencabulan anak di bawah umur.”
Ia mengatakan Engelbertus dijerat dengan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Polres Ngada, kata dia, telah mengantongi barang bukti, berupa baju, celana, dan celana dalam.
AKP I Ketut Setiawan, Kasat Reskrim Polres Ngada menjelaskan Engelbertus ditetapkan sebagai tersangka pada Agustus tetapi penyidik tak menahannya, tetapi wajib lapor.
Engelbertus, kata dia, tidak ditahan karena ia mengancam akan bunuh diri jika ditahan.
Selain itu, kata Setiawan, Engelbertus bersikap kooperatif selama pemeriksaan.
“Tersangka memberi keterangan kooperatif, pertimbangan kedua dia punya rumah di sini, ketiga kami mempertimbangkan dia mau bunuh diri itu, namanya psikis begitu,” ungkap Setiawan seperti dikutip dari Suluhdesa.com.
Sukandar berkata Engelbertus berasal dari Nagekeo, tapi sejak kecil sudah tinggal di Ngada.
Engelbertus menyelesaikan pendidikan seminari tinggi di Sibolga, Sumatera Utara sebelum menjalani TOP di Ngada.
Engelbertus juga diduga mencabuli enam peserta didik lainnya dengan modus pemeriksaan kesehatan di poliklinik sekolah.
Orang tua korban lainnya enggan melaporkan Engelbertus karena takut terganggu aktivitas sekolah dan psikologis korban.
Sukandar mengatakan berkas-berkas kasus ini sudah lengkap dan “siap untuk diserahkan ke Kejaksaan Negeri Ngada.”
Sementara korban, katanya “sudah ditangani oleh seorang psikolog.”
Editor: Herry Kabut