Dugaan Penganiayaan dan Pengeroyokan di Alor; Warga Saling Lapor, Polisi Terima Dua Versi Cerita

Baca Juga

Floresa.co- Baru-baru ini, sebuah video berisi keterangan seorang anak tentang kasus dugaan pengeroyokan yang menimpa ayahnya beredar di media sosial.

Video berdurasi 1 menit 34 detik yang diunggah akun TikTok @koalisilakki itu menampilkan seorang anak asal Kelurahan Welai Barat, Kecamatan Teluk Mutiara, Kabupaten Alor yang mengaku “melihat dari jauh” ketika ayahnya, Soleman Maufani “diserang oleh oknum tertentu.”

Ia mengaku ketika peristiwa itu terjadi, “saya ketakutan dan lari menuju kamar.”

Saat sampai di rumah, kata dia, “bapa memberitahu saya bahwa yang menyerangnya adalah Ice Maufani, Orpa, Mikha Padalani dan istrinya dan Seprianus Onmani.”

“Karena malam, penglihatan bapa saya kurang jelas. Jadi, mungkin ada banyak orang. Tapi, yang bapa lihat ada mereka yang tadi saya sebut,” katanya.

“Mohon bantuannya Pak Polisi di Polsek Teluk Mutiara, Polres Alor, dan Polda NTT serta semua pihak yang menerima video ini agar mohon perlindungan dan proses para pelaku penyerangan,” tambahnya.

Keterangan Keluarga Soleman

Agnes Mardian, putri Soleman mengatakan kasus dugaan pengeroyokan terhadap ayahnya terjadi pada 4 Mei.

Sebelum kejadian, kata dia, sekitar pukul 18.00 Wita, “saya telepon bapa melalui panggilan video” karena saya sedang berada di Malaysia.

Ia berkata, “ketika saya sedang berbicara dengan bapa, tiba-tiba pohon kapuk di sebelah rumah tumbang.”

Selama empat hari, kata dia, “bapa potong pelan-pelan pohon itu” karena mengganggu pertumbuhan tanaman yang lain. 

“Bapa juga sempat membakar bagian bawah pohon itu. Ketika pohon itu tumbang, bapa keluar rumah,” katanya kepada Floresa pada 6 Mei.

Agnes mengatakan lantaran gelap, “bapa tidak sadar kalau pohon itu menimpa kabel milik tetangga” yang menyebabkan listrik padam.

Tiba-tiba, kata dia, “tetangga itu datang dan mengarahkan senter tepat di  bapa punya mata.” 

Ia berkata bapa sempat menegur tetangga itu agar tidak menyalakan senter karena mempengaruhi penglihatannya.

Alih-alih mengindahkan teguran itu, kata dia, tetangga itu justru terus menyalakan senter itu dan mengatai bapa “orang tua bodoh.”

Ia mengatakan lantaran tidak mau memperkeruh suasana, “saya meminta bapa untuk masuk ke rumah” dan berusaha menenangkannya.

Tidak lama kemudian, kata dia, pegawai Perusahaan Listrik Negara [PLN] datang memperbaiki kabel yang tertimpa pohon itu.

“Mungkin tetangga itu yang telepon dan meminta mereka datang memperbaiki kabel,” katanya.

Agnes mengatakan lantaran ada pegawai PLN, “bapa keluar rumah lagi dan saya berpesan agar jangan menanggapi komentar para tetangga” kendati saat itu “saya mendengar kalau mereka memarahinya.”

Para tetangga itu, kata dia, juga menyuruh bapaknya membeli kopi dan rokok untuk dihidangkan kepada pegawai PLN.

“Karena sudah malam, saya minta bapa agar memberikan uang ke pegawai PLN. Tetapi waktu itu, bapa suruh adik yang pergi beli,” ungkapnya.

Ia mengatakan lantaran tidak mau memicu keributan, “saya meminta bapa agar kembali masuk ke rumah.”

Beberapa saat kemudian, kata dia, para tetangga itu datang ke rumah dan “bapa keluar lagi menemui mereka.”

“Sepanjang kejadian itu, saya meminta bapa agar tidak mematikan ponsel. Jadi saya masih dengar percakapan mereka. Saya juga dengar ketika mereka mendorong bapa. Saya juga dengar kalau bapa punya nafas sudah sesak,” katanya.

Agnes mengatakan setelah kejadian itu, “bapa kembali masuk ke rumah” dan mengaku “para tetangga itu telah mendorong saya hingga jatuh.”

Akibat kejadian, itu dia, pinggang ayahnya sakit dan kakinya bengkak.

Ia mengaku “tidak tahu” apakah waktu itu “bapa juga membalas perlakuan mereka atau tidak.”

Namun, kata dia, “bapa memang sempat menangkis dorongan itu sehingga tangannya mengenai pipi salah satu tetangga itu.”

“Beberapa saat kemudian, kami mendengar tetangga itu sudah pergi visum dan melaporkan kejadian itu ke polisi,” ungkapnya.

Agnes mengatakan sekitar pukul 01.00 Wita, empat orang polisi dan Ketua RT mendatangi rumahnya dan meminta ayahnya memberi keterangan di kantor polisi terkait kasus yang dilaporkan tetangganya itu.

Namun, kata dia, lantaran masih subuh, salah satu polisi menyarankan agar “bapa pergi ke kantor pada hari Senin [6 Mei] pukul 07.00 atau 08.00 Wita.”

Ia berkata pada 5 Mei sekitar pukul 07.00, “bapa dengan adik pergi ke kantor polisi hendak melaporkan kasus dugaan pengeroyokan yang dialaminya.”

Mereka, kata dia, juga membawa ubi, kelapa, dan nangka yang sebelumnya telah dirusak oleh para tetangga itu sebagai alat bukti. 

Sampai di kantor, katanya, “polisi justru membentak dan menyuruh bapa agar datang lagi keesokan harinya.”

Ia mengatakan pada hari yang sama, sekitar pukul 19.00, bapaknya pergi lagi ke kantor polisi atas permintaan Kasat Reskrim Polres Alor.

Sampai di kantor, kata dia, “bapa membuat laporan terkait dugaan pengeroyokan dan melakukan visum di Rumah Sakit di Kalabahi.”

“Jadi, kasus ini sekarang sudah ditangani pihak kepolisian,” ungkapnya.

Dua Versi Berbeda

Kepala Seksi Humas Polres Alor, Fajar mengaku menerima dua versi cerita terkait kasus itu karena pihak yang terlibat dalam kejadian tersebut saling lapor.

Beberapa jam usai kejadian, kata dia, polisi menerima laporan dari Tru Vance Maufani terkait dugaan tindak pidana penganiayaan yang dilakukan Soleman Maufani kepadanya. 

Laporan tersebut, katanya, tertuang dalam Laporan Polisi nomor LP/B/163/IV/ 2024/SPKT/POLRES ALOR/POLDA NUSA TENGGARA TIMUR. 

Ia mengatakan menurut versi Vance Maufani, penganiayaan bermula saat Soleman membakar pohon kapuk yang berada di tanah miliknya.

Pohon itu, kata dia, tumbang dan menutupi jalan raya serta menimpa kabel sehingga listrik di sekitar lokasi tersebut padam.

Ia berkata merespons kejadian itu, Vance Maufani lantas menghubungi pihak PLN untuk memperbaikinya.

Soleman, kata dia, menceritakan kejadian tersebut kepada keponakannya yang berada di Kupang, ibu kota Nusa Tenggara Timur.

“Keponakannya tersebut menelpon dan menanyakan kejadian tersebut kepada Vance Maufani. Namun menurut Vance Maufani, cerita tersebut tidak benar,” katanya kepada Floresa pada 6 Mei.

Fajar mengatakan Vance Maufani hendak menyampaikan kejadian yang sebenarnya kepada keponakan itu melalui sambungan telepon yang kemudian dicegah Soleman.

Aksi itu, kata dia, membuat Soleman marah dan kemudian memukul Vance Maufani satu kali di bagian pipi kiri menggunakan kepalan tangan kanan. 

Ia mengatakan sehari kemudian polisi juga menerima laporan Soleman terkait dugaan tindak pidana pengeroyokan yang dilakukan Vance Maufani alias Ice dan saudarinya Orpa. 

Laporan tersebut, kata dia, tertuang dalam Laporan Polisi nomor LP/B/165/IV/ 2024/SPKT/POLRES ALOR/POLDA NUSA TENGGARA TIMUR.

Fajar mengatakan menurut versi Soleman, pengeroyokan itu berawal ketika Vance Maufani mendatanginya untuk meminta uang agar diberikan kepada petugas PLN yang sedang memperbaiki kabel listrik. 

Uang itu, kata dia, akan digunakan untuk membeli gula dan rokok.

“Namun Soleman mengatakan bahwa ia hanya memiliki uang sebesar Rp20 ribu,” ungkapnya, yang memicu perdebatan dan ketegangan di antara mereka.

Dalam situasi itu, kata dia, Vance Maufani dan Orpa diduga mendorong dan menarik kerah baju milik Soleman dan sempat ingin memukulnya.

“Namun, [pukulan itu] ditangkis sehingga Soleman sempat memukul Vance Maufani sampai akhirnya ia terjatuh dan mengalami sakit pada bagian pinggang,” katanya. 

Fajar berkata, saat ini kasus dugaan penganiayaan dan pengeroyokan tersebut sedang ditangani Unit Tindak Pidana Umum Satuan Reskrim Polres Alor.

Soleman Mencari Keadilan

Hendrikus Djawa, Ketua Umum Lembaga Pengawas Penyelenggara Triaspolitika Republik Indonesia [LP2TRI] mengaku mengetahui kasus itu karena dihubungi keluarga Soleman beberapa jam usai kejadian.

Pengaduan itu, kata dia, langsung diteruskan ke Polda NTT dan pihak-pihak berwenang lainnya supaya ditangani dengan serius.

Ia menduga para terduga pelaku sudah menyusun skenario untuk membuat Soleman dan anaknya tidak nyaman. 

Para terduga pelaku, kata dia, sudah sering mengganggu Soleman dan anaknya, termasuk dengan cara mencabut tanaman di kebunnya.

“Seringkali terjadi keributan di antara mereka, bahkan sudah dilaporkan ke kantor kelurahan, tapi tidak ada penanganan serius,” katanya. 

Ia berharap semoga dengan penanganan polisi, para terduga pelaku bisa mendapat efek jera.

Editor: Herry Kabut

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini