Floresa.co – Seorang mantan calon imam Katolik atau frater di Flores, Nusa Tenggara Timur divonis belasan tahun penjara dan denda ratusan juta karena mencabuli anak di bawah umur di sebuah seminari.
Hakim di Pengadilan Negeri Bajawa, Kabupaten Ngada menyatakan Engelbertus Lowa Soda, 27 tahun, terbukti melakukan pelecehan seksual terhadap sepuluh siswa.
Dalam putusannya pada 2 Oktober, hakim memvonis Engelbertus 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta yang tidak dibayar akan diganti pidana kurungan selama enam bulan.
Majelis hakim juga mewajibkan Engelbertus untuk membayar restitusi atau ganti rugi kepada para korban sebesar Rp24,8 juta.
Vonis ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
Hakim yang memimpin sidang pembacaan putusan adalah Theodora Usfunan sebagai hakim ketua bersama Yossius Reinando Siagian dan Nyoman Gede Ngurah Bagus Artana – masing-masing sebagai hakim anggota.
Engelbertus melakukan aksinya saat menjalankan Tahun Orientasi Pastoral di seminari menengah di Kabupaten Ngada, lembaga pendidikan Katolik untuk para calon imam yang setara SMA.
Ia berhenti dari biara tempatnya bergabung pasca kasus ini ditangani polisi.
Engelbertus dilaporkan melakukan pencabulan saat ditugaskan pimpinan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap siswa di Poliklinik milik seminari.
Kasus ini dilaporkan ke Polres Ngada pada 22 April 2023 oleh orang tua salah satu korban.
Engelbertus mencabuli korban itu pada Agustus dan September 2022.
Pasca laporan itu, korban lainnya menyusul. Namun, Floresa tidak mengetahui persis kapan korban lainnya mengalami pelecehan.
Polisi menetapkan Engelbertus sebagai tersangka pada Agustus 2023, namun tidak langsung ditahan.
Ia hanya berstatus wajib lapor karena menurut polisi ia kooperatif selama pemeriksaan dan sempat mengancam bunuh diri jika ditahan.
Namun, Engelbertus melarikan diri pada akhir November 2023 jelang pemeriksaan psikologis sebelum diserahkan ke Kejaksaan Negeri Ngada.
Ia pun masuk dalam daftar pencarian orang Polres Ngada pada 21 Januari 2024.
Ia berhasil ditangkap di Tebing Tinggi, Sumatera Utara pada 28 Februari 2024.
Engelbertus dijebloskan ke sel tahanan Polres Ngada pada 4 Maret 2024 sebelum kemudian diserahkan ke kejaksaan dan menjalani persidangan.
Azas Tigor Nainggolan, seorang advokat yang sering menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak menyoroti soal hukuman Engelbertus yang dinilai “ringan sementara korban mengalami trauma berkepanjangan.”
Menurutnya, hakim seharusnya memberikan putusan yang lebih berat kepada pelaku kekerasan seksual supaya memberikan efek jera.
Tigor pun berharap, kasus ini yang terjadi di seminari menjadi pelajaran bagi Gereja Katolik untuk serius menangani kasus kekerasan seksual.
Salah satunya, kata dia, adalah menerapkan protokol ramah anak dan dewasa rentan untuk mencegah terjadinya tindakan pelecehan seksual dan kekerasan lainnya.
Protokol demikian sudah diterapkan di beberapa lembaga Gereja Katolik, namun masih banyak yang belum.
“Institusi-institusi gereja, baik itu keuskupan, kongregasi dan sekolah-sekolah Katolik harus memastikan bahwa anak-anak dan dewasa rentan aman dari kasus kekerasan dan pelecehan seksual,” kata Tigor kepada Floresa pada 7 Oktober.
Selain itu, Tigor juga meminta pihak gereja untuk berani mengungkapkan kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi di dalam tubuh gereja.
“Kasus- kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh para imam, frater ataupun siapa saja dalam tubuh gereja harus dibawa ke ranah hukum nasional karena ini bukan kejahatan biasa,” katanya.
Menurutnya, banyak kasus- kasus kekerasan seksual yang terjadi dalam tubuh gereja tetapi tidak diselesaikan secara hukum, justru pihak gereja cenderung melindungi pelaku.
“Bahkan, korbannya yang disalahkan, seakan korban yang menjebak pelaku,” katanya.
Dalam beberapa tahun terakhir, selain Engelbertus, terdapat dua kasus kekerasan seksual lainnya di dalam institusi Gereja Katolik di Indonesia yang sudah sampai ke meja hijau.
Pada 2021, Syharil Marbun, seorang petugas gereja di Paroki St. Herkulanus, Keuskupan Bogot dijatuhi hukuman 15 tahun penjara karena melakukan pelecehan terhadap putra altar paroki.
Dalam kasus ini, Tigor menjadi pengacara korban.
Pada tahun 2022, Pengadilan Negeri Depok di Jawa Barat juga menjatuhkan hukuman 14 tahun penjara kepada Lukas Ngalngola, yang dikenal sebagai Bruder Angelo, karena melakukan pelecehan seksual terhadap anak laki-laki di sebuah panti asuhan.
Laporan kontributor Gabrin Anggur
Editor: Ryan Dagur