Floresa – Tim penyidik Polda NTT tiba di Ruteng pada 23 Oktober untuk mengusut kasus dugaan kekerasan yang dilakukan oleh aparat Polres Manggarai terhadap Pemimpin Redaksi Floresa, Herry Kabut dan warga Poco Leok.
Mereka tiba sekitar pukul 08.30 Wita di Bandara Frans Sales Lega dengan pesawat Wings Air yang terbang dari Kupang.
Pantauan Floresa, saat mereka tiba, sejumlah polisi dari Polres Manggarai telah menanti di bandara.
Herry bersama warga Poco Leok yang kembali dari Kupang melapor kasus ini juga ikut dalam pesawat yang sama.
Kepada Floresa, Erick Come, salah satu anggota tim penyidik Polda NTT berkata, mereka “langsung turun ke lokasi” di Poco Leok dan memeriksa warga yang menjadi saksi kasus ini.
Semula, tim tersebut hendak mendatangi Poco Leok pada 18 Oktober, tetapi karena tidak mendapat tiket, rencana itu ditunda pada hari ini.
Dalam pernyataan pada 17 Oktober, Kepala Bidang Humas Polda NTT, Ariasandy berkata, pihaknya “sangat serius” menangani kasus ini.
Hal itu, katanya, “untuk menjaga profesionalitas dan integritas institusi kepolisian dalam melayani dan melindungi masyarakat.”
Ia juga berjanji “tidak akan mentoleransi segala bentuk tindakan kekerasan atau pelanggaran yang dilakukan oleh anggota.”
Herry dan perwakilan warga Poco Leok telah melaporkan ke Polda NTT kasus dugaan pelanggaran etik dan kekerasan oleh anggota Polres Manggarai dan seorang jurnalis berinisial TJ.
Laporan Herry diajukan pada 11 Oktober, baik untuk tindak pidana umum di bagian Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu [SPKT] maupun etik di Propam.
Sedangkan laporan warga Poco Leok diajukan pada 11 Oktober untuk etik dan 14 Oktober terkait tindak pidana umum.
Dalam pelaporan, warga Poco Leok yang diwakili Karolus Gampur mengadukan tindak kekerasan terhadapnya dan warga lain saat aksi “Jaga Kampung” pada 2 Oktober di Lingko Meter, bagian dari tanah ulayat Gendang Lungar.
Kala itu mereka sedang melakukan protes menolak proyek geotermal, bagian dari Proyek Strategis Nasional.
Saat peristiwa itu, selain dianiaya, ponsel Herry juga ikut dirampas dan dicek isinya oleh polisi. Mereka juga mengakses dan memeriksa laptopnya.
Herry mengaku dianiaya karena tidak membawa kartu pers, kendati ia telah menunjukkan surat tugas dan statusnya sebagai pemimpin redaksi di web Floresa.
TJ, seorang wartawan yang ikut dalam mobil polisi saat kembali dari Poco Leok, juga dilaporkan ikut menganiaya Herry.
Saat penganiayaan terjadi, menurut pengakuan warga, aparat melarang dan mengejar mereka saat berusaha mendokumentasikannya.
Ryan Dagur, Pemimpin Umum Floresa mengapresiasi langkah Polda NTT yang serius memproses kasus ini.
“Kami tentu saja berharap agar kasus ini bisa diusut tuntas dan para pelaku mesti diseret ke meja hijau, termasuk oknum wartawan TJ,” katanya pada 23 Oktober.
Pengusutan tuntas kasus ini, kata dia, “akan mengembalikan kepercayaan publik pada profesionalisme polisi sebagai penegak hukum sekaligus pengayom masyarakat.”
“Komitmen polisi sedang diuji, mengingat pelaku kasus kekerasan ini adalah bagian dari korps mereka,” katanya.
Editor: Anastasia Ika