Floresa.co – Kejaksaan Negeri [Kejari] Sikka menahan seorang konsultan pengawas karena lalai menjalankan tugasnya dalam pengerjaan proyek air minum yang menimbulkan kerugian negara Rp2 miliar.
YGS ditahan usai ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek sumur bor dan pengembangan jaringan air bersih di Kecamatan Nelle.
Dengan nilai kontrak Rp1.779.954.000, dana proyek tersebut bersumber dari pinjaman daerah ke PT Sarana Multi Investasi [PT SMI] untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional.
Dalam dokumen perjanjian kerja sama yang ditandatangani pada 26 November 2021, PT SMI memberi batas waktu kepada Pemerintah Kabupaten Sikka untuk menuntaskan beberapa paket proyek fisik hingga akhir Maret 2023.
Lantaran beberapa paket pekerjaan belum tuntas, termasuk proyek air minum itu, maka PT SMI masih memberi kesempatan kepada Pemerintah Kabupaten Sikka untuk menyelesaikan pekerjaan hingga 20 September 2023.
Proyek air itu sebetulnya dimenangkan oleh CV Paradise, namun dalam perkembangannya pemilik perusahaan itu, Yulius Langoday menyerahkan pengerjaannya kepada Yohanes Mayolis dan Budi Akri, sebagaimana tercantum dalam akta perjanjian kerja sama yang ditandatangani ketiganya di depan notaris.
Dalam keterangan yang diperoleh Floresa, Kepala Kejari Sikka, Henderina Malo berkata, YGS ditetapkan sebagai tersangka usai diperiksa penyidik pada 13 Januari sejak pukul 13.00 sampai 16.00 Wita.
Penetapan tersangka itu tertuang dalam surat nomor TAP-33/N.3.15/Fd.1/01/2025.
Penyidik, kata dia, telah “mengantongi alat bukti yang cukup” berupa keterangan para saksi, dokumen maupun surat serta petunjuk yang bersesuaian.
Dalam pemeriksaan itu, katanya, terungkap bahwa “YGS tidak mengawasi pekerjaan sebagaimana yang ditentukan dalam kontrak.”
“Setelah ditetapkan sebagai tersangka, YGS ditahan di Rutan Kelas II B Kupang selama 20 hari ke depan,” katanya.
Sebulan sebelumnya, Kejari Sikka menetapkan tiga orang tersangka dalam proyek itu, di antaranya Nong Buyung Dekresano sebagai Pejabat Pembuat Komitmen [PPK] serta Yohanes Mayolis dan Budi Akri sebagai pelaksana kegiatan.
Ketiganya ditahan selama 20 hari di Rutan Kelas II B Maumere usai ditetapkan sebagai tersangka pada 10 Desember 2024.
Henderina Malo berkata, Dekresano tidak melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dalam mengendalikan kontrak dan menilai kinerja penyedia barang dan jasa sesuai ketentuan Perpres 16 tahun 2018 Jo Perpres 12 tahun 2021.
Kendati pekerjaan di lapangan stagnan, kata dia, PPK tetap mencairkan dana termin I dan termin II.
Sementara itu, katanya, kontraktor Mayolis dan Akri tidak melaksanakan beberapa item pekerjaan sebagaimana yang ditentukan dalam kontrak sehingga dianggap gagal karena realisasi proyek hanya mencapai 60,80 persen.
“Dalam hal ini, sumur eksplorasi tidak terdapat air tanah sehingga tidak mengeluarkan air, bak penampung atau reservoir satu dan dua belum selesai dikerjakan, dan instalasi jaringan perpipaan sama sekali belum dikerjakan,” katanya
Nong Buyung Dekresano yang juga menjabat sebagai Kepala Bidang Cipta Karya di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat berkata, “bila mengikuti kalender kerja, proyek tersebut semestinya selesai pada Maret atau April 2022.”
Namun, kata dia, karena kontraktor terkendala keuangan, pengerjaan proyek itu dilanjutkan oleh kontraktor lain dengan tetap memakai CV. Paradise.
“Waktu itu karena kehabisan uang, saya sarankan kepada kontraktor agar melaksanakan pekerjaan lain seperti pengadaan pipa dan bak sehingga bisa dilakukan pencairan dana [termin] berikutnya,” katanya pada 2 Oktober 2023 seperti dikutip dari Kumparan.com
“Yang melanjutkan pengadaan pipa dan pembangunan bak itu kontraktor lain,” tambahnya.
Henderina berkata, perbuatan PPK, kontraktor, dan konsultan pengawas mengakibatkan kerugian keuangan negara Rp2.014.263.553.00, berdasarkan hasil perhitungan ahli akuntan publik profesional dari Politeknik Negeri Kupang.
Rincian kerugian itu, kata dia, di antaranya uang muka Rp266.993.100, termin I Rp572.201.813, termin II Rp348.586.190, dan denda keterlambatan Rp961.175.160.
Ia berkata, kerugian negara lebih tinggi dari nilai kontrak karena proyek tersebut “tidak melahirkan asas manfaat bagi masyarakat.”
“Asas pemanfaatan sama sekali tidak ada karena di tempat itu tidak ada sumber air dan tidak ada jaringan listrik. Lagi pula proyek ini terbengkalai,” katanya.
Henderina berkata, penetapan tersangka terhadap konsultan pengawas, PPK dan kontraktor itu menggunakan pasal berlapis yaitu primair pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi [Tipikor] jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Selain itu adalah subsider Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Tipikor beserta turunannya.
“Ancaman hukumannya pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp1 miliar,” katanya.
Editor: Anno Susabun