Floresa merupakan media independen berbasis di Flores, NTT. Baca selengkapnya tentang kami dengan klik di sini!

Dukung kerja-kerja jurnalistik kami untuk terus melayani kepentingan publik

AJI Surabaya Desak Polisi Usut Tuntas Aparat yang Intimidasi dan Aniaya Jurnalis saat Liput Demo Tolak Revisi UU TNI

Aparat kepolisian diminta untuk menghargai kerja-kerja jurnalistik dan menghormati kebebasan pers

Flores.co – Aliansi Jurnalis Independen [AJI] Surabaya mendesak polisi mengusut tuntas kasus intimidasi dan penganiayaan terhadap dua jurnalis yang meliput demonstrasi penolakan revisi Undang-Undang TNI. 

Dalam demonstrasi yang digelar di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya pada 24 Maret, beberapa polisi mengintimidasi dan menganiaya Wildan Pratama dan Rama Indra — keduanya merupakan jurnalis Suara Surabaya dan Beritajatim.com, menurut Ketua AJI Surabaya, Andre Yuris.

Berdasarkan kronologi yang diterima AJI Surabaya, Wildan dipaksa oleh seorang polisi untuk menghapus foto puluhan pendemo yang ditangkap dan dikumpulkan di sebuah ruangan di Gedung Negara Grahadi. 

Peristiwa itu terjadi sekitar pukul 19.00 WIB, saat Wildan masuk ke Gedung Negara Grahadi setelah mengetahui aparat menangkap sejumlah demonstran.

Penangkapan dilakukan setelah polisi memukul mundur demonstran dari Jalan Gubernur Suryo hingga ke Jalan Pemuda. 

Wildan masuk ke Gedung Negara Grahadi untuk mencoba mencari tahu posisi dan jumlah demonstran yang ditangkap. 

Setelah menemukan sekitar 25 demonstran duduk berjejer di deret belakang pos satpam, ia mulai memotret mereka.

Tak lama kemudian, kata Andre, seorang polisi mendatanginya dan menjelaskan bahwa “para demonstran itu masih diperiksa.” 

Polisi juga meminta Wildan menghapus foto sampai ke folder dokumen sampah sehingga foto para demonstran itu hilang.

Setengah jam sebelumnya, menurut Andre, Rama Indra juga dipukul dan dipaksa menghapus file video saat ia merekam sejumlah polisi, baik yang berseragam maupun tidak, yang sedang menganiaya dua demonstran di Jalan Pemuda. 

Mengetahui hal itu, sekitar empat sampai lima polisi menghampirinya dan “langsung menyeret, memukul kepala serta memaksanya menghapus rekaman tersebut.” 

“Padahal, ia sudah menerangkan bahwa ia adalah jurnalis Beritajatim.com, tapi para polisi tersebut tidak menghiraukan dan berteriak menyuruhnya menghapus video,” kata Andre.

Salah satu dari polisi itu bahkan merebut ponsel Rama dan “mengancam akan membantingnya.” 

Para polisi baru berhenti memukul Rama setelah jurnalis Detik.com dan Kumparan.com datang menolongnya.

Andre mengecam tindakan aparat tersebut dan menyebut “polisi tidak paham tugas jurnalis.” 

Ia juga menyebut polisi telah melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Pasal 3 ayat [4] UU Pers menyebutkan untuk menjamin kemerdekaan pers, maka pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

Sementara itu, kata Andre, Pasal 18 UU Pers telah “memuat sanksi pidana terhadap setiap orang yang secara sengaja menghambat atau menghalangi jurnalis saat melaksanakan tugas jurnalistik.” 

“Menghalangi dan menghambat jurnalis melaksanakan tugas dapat dipidana dua tahun penjara atau denda paling banyak Rp500 juta,” katanya. 

Karena itu, ia mendesak Kepala Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya, Luthfie Sulistiawan dan Kapolda Jawa Timur, Irjen Pol Nanang serta jajarannya “mengusut kasus kekerasan dan intimidasi terhadap kedua jurnalis itu.” 

Ia mengingatkan semua pihak, termasuk aparat kepolisian, “untuk menghargai kerja-kerja jurnalistik dan menghormati kebebasan pers.” 

Andre berkata, AJI Surabaya juga mendesak perusahaan media agar “menjamin keselamatan jurnalis dan wajib memberikan perlindungan hukum, ekonomi dan psikis terhadap jurnalis yang mengalami intimidasi dan kekerasan.”

Editor: Herry Kabut

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik mendukung kami, Anda bisa memberi kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

TERKINI

BANYAK DIBACA