Floresa.co – Penanganan kasus pelecehan seksual terhadap pelajar SMA di Kabupaten Nagekeo yang telah dilaporkan sebulan lalu belum menunjukan perkembangan signifikan.
Polres Nagekeo beralasan sedang mengumpulkan bukti dan masih mengajukan pemeriksaan ahli ke Dokter Sp KJ atau Psikiater di Rumah Sakit Umum Kabupaten Ende untuk mendapatkan hasil visum psikiatrikum.
Dalam pernyataan yang diterima Floresa pada 1 April, Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Nagekeo, AKP Cressida Renggi Saputra berkata “kendati sudah dikomunikasikan, dokter saat ini sedang libur atau cuti bersama dan akan dilaksanakan [visum] pascaliburan atau cuti bersama.”
“Setelah menerima [hasil pemeriksaan] itu, dapat dilaksanakan gelar perkara naik ke penyidikan dan penetapan tersangka,” katanya.
Visum psikiatri atau Visum et Repertum Psikiatrikum (VeRP) adalah laporan tertulis dari dokter spesialis jiwa yang berisi hasil pemeriksaan kesehatan jiwa, yang bisa menjadi sebagai alat bukti dalam penegakan hukum.
JM, paman korban yang juga walinya berkata, pelecehan seksual itu terjadi pada 25 Februari sekitar pukul 08.30 wita.
Saat itu, kata dia, PP yang adalah pegawai tata usaha sekolah diduga menyentuh area vital korban yang merupakan salah satu siswa kelas X. Lokasi kejadian di ruang tata usaha sekolah.
JM lalu melaporkan kasus itu ke Polres Nagekeo sehari setelahnya.
Kejadian itu, katanya, membuat keponakannya “sangat trauma” dan sempat langsung mengadu ke Guru Bimbingan dan Penyuluhan.
YE, Guru Bimbingan dan Penyuluhan sekolah itu berkata, korban mengaku telah dua kali dilecehkan oleh pelaku yang sama.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak Kabupaten Nagekeo, Ernesta Lokon berkata, pihaknya ikut mendampingi korban ketika pengambilan keterangan di Polres.
“Kami juga mendampingi anak [yang menjadi] saksi dalam kasus ini,” katanya kepada Floresa pada 1 April.
Erna mengklaim dinasnya juga sudah melakukan kunjungan ke rumah pada korban dan saksi, serta ke sekolah untuk tindakan pencegahan bullying terhadap korban dan saksi.
Kasus ini menambah deretan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Nagekeo.
Erna berkata, Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak Nagekeo menerima delapan laporan kasus kekerasan terhadap anak selama tahun ini.
Empat kasus dengan korban perempuan dewasa dan empat kasus lainnya dengan anak di bawah umur.
“Dari empat kasus anak itu, dua kekerasan seksual, satu kekerasan fisik, dan satu terjerat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik,” katanya.
Ia menjelaskan, faktor ekonomi masih menjadi pemicu utama kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Nagekeo, selain perselisihan dalam rumah tangga.
Erna mengklaim “meningkatnya laporan kekerasan menunjukkan kesadaran masyarakat yang semakin tinggi dalam melaporkan kasus.”
Editor: Anno Susabun