Floresa.co – Polisi di Flores Timur berjanji segera melimpahkan ke kejaksaan berkas kasus seorang pegawai bank yang diduga melecehkan delapan remaja laki-laki.
Kepala Seksi Humas Polres Flores Timur, Iptu Anwar Sanusi berkata, pelimpahan berkas itu dilakukan setelah penyidik menetapkan AR, warga Kecamatan Larantuka sebagai tersangka pada 3 Juni.
Usai penetapan itu, kata dia, penyidik kembali memeriksa AR pada 12 Juni di mana ia didampingi kuasa hukumnya, Felixianus Deke Rau.
Pemeriksaan itu, katanya, seharusnya dilakukan pada 9 Juni, namun diundur karena penyidik ada kesibukan lain.
“Berkas penetapan tersangka itu masih dalam proses dan akan dikirim ke Kejaksaan Negeri Flores Timur,” katanya kepada Floresa pada 13 Juni.
AR diduga melecehkan delapan remaja yang usianya berkisar 14-16 tahun itu di rumahnya sejak tahun lalu. Kala itu ia masih berstatus sebagai tenaga kontrak di sebuah bank di Larantuka.
Kasus ini terungkap setelah para korban dan orang tua mereka melaporkan AR ke polisi pada 27 dan 28 April.
Anwar berkata, berdasarkan pemeriksaan awal, para korban kerap dilecehkan saat bermain Playstation di rumah terduga pelaku.
AR, katanya, juga membujuk para korban dengan memberikan uang bernilai Rp10 ribu sampai Rp50ribu serta membelikan mereka sepatu agar tidak menceritakan aksinya kepada orang lain.
Korban Masih Trauma
Benedikta Antonela B.C Da Silva, pegiat sosial yang peduli pada perempuan dan anak korban kekerasan di Flores Timur berkata, penetapan AR sebagai tersangka merupakan langkah yang tepat.
“Kami akan ikuti terus kasus ini karena semua putusan sudah melalui proses yang benar,” kata Noben, sapaannya.
Noben berkata, saat ini para korban sedang dalam proses pemulihan psikologis dan “kami rutin memantau mereka.”
Berdasarkan pemantauan itu, kata dia, ditemukan bahwa “pergaulan mereka sangat terbatas karena ada yang masih mengalami trauma.”
Ia berkata, salah satu korban yang masih trauma memilih menyendiri di kamar selepas pulang sekolah.
Karena itu, ia meminta para orang tua untuk selalu memperhatikan kondisi korban.
Ia mengimbau pihak sekolah agar tidak menyinggung peristiwa yang dialami para korban.
“Meski sudah rutin bersekolah, aktivitas para korban harus tetap dalam pantauan karena mereka masih di bawah umur dan rentan terkena tekanan mental akibat dirundung,” katanya.
Noben berkata, dari kasus ini, “kita belajar bahwa hukum tidak mengikat seseorang apabila orang tidak melanggarnya.”
Ia berharap “perbuatan seperti yang dilakukan AR tidak lagi terulang di kemudian hari.”
Editor: Herry Kabut