Floresa.co – Kurang dari tujuh bulan setelah kecelakaan dan menewaskan dua orang, kapal yang beroperasi di perairan Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT dan sedang menjadi barang bukti dalam kasus tersebut kembali mengalami kecelakaan pada akhir pekan lalu.
Insiden ini memicu tanda tanya besar terkait keselamatan dan manajemen pariwisata di destinasi yang dinobatkan sebagai super premium oleh pemerintah pusat tersebut.
Dalam kasus ini, agen travel juga dituding membohongi wisatawan karena kapal yang diinformasikan sebelumnya kepada mereka berbeda dengan yang kemudian pakai.
Kecelakaan Kapal KLM Tiana Liveaboard itu terjadi pada Sabtu, 21 Januari 2023 di wilayah Batu Tiga, perairan Taman Nasional Komodo.
Kapal itu mengangkut 14 wisatawan. Enam orang di antaranya melaporkan agen travel CV Wisata Alam Mandiri dan manajemen kapal KLM Tiana Liveaboard ke Polres Manggarai Barat pada Minggu malam, 22 Januari 2023. Dua orang adalah wisatawan asing asal Kanada dan Latvia. Empat lainnya merupakan satu keluarga dari Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah.
Beroperasi Kembali atas Permintaan Pihak ‘Polres Mabar’
Dari informasi yang diperoleh Floresa, KLM Tiana Liveaboard disebut-sebut milik Bram, seorang pengusaha asal Jakarta. Ia merupakan adik dari Ayu Anjani, artis sekaligus salah satu pengusaha wisata di Labuan Bajo.
Kapal itu mengalami kecelakaan pada 28 Juni 2022 yang menelan dua korban jiwa, yaitu ibu dan adik dari Ayu Anjani. 16 korban lainnya selamat dalam kecelakaan itu.
Peristiwa itu membuat Ayu melaporkan anak buah kapal ke polisi, menuding mereka gagal melakukan upaya penyelamatan kepada korban. Kapalnya juga berhenti beroperasi dan menjadi barang bukti.
Khouw Cynthia Josephine Kosasih salah satu korban dalam kecelakaan terakhir kapal itu mengatakan, ia baru mengetahui bahwa kapal yang ditumpanginya pernah kecelakaan dan heran mengapa dibiarkan beroperasi kembali kendati kasusnya belum selesai.
“Saya baru tahu tadi kalau kapal ini pernah tenggelam tahun lalu,” katanya kepada Floresa, Minggu malam di Polres Manggarai Barat.
“Anehnya [kapal ini] dapat lisensi untuk bisa berlayar lagi. Itu yang saya pertanyakan. Kenapa begitu tega dan masih mempromosikan kapal itu,” tambahnya.
Ia juga mengatakan dalam kapal itu tidak ada palu, life jacket ditaruh di luar, bukan di dalam kamar.
“Tidak ada briefing dari tour guide terlebih dahulu untuk menjelaskan keadaan darurat,” kata Cynthia.
Kepala Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan Kelas III Labuan Bajo, Hasan Sadili, mengatakan, beroperasi kembalinya kapal tersebut atas dasar permintaan pihak Polres Manggarai Barat melalui Kasat Reskrim, Muhammad Ridwan.
Permintaan itu, jelasnya, diajukan secara tertulis pada Desember 2022.
Ia mengatakan, Polres memberitahu pihaknya bahwa kapal tersebut bisa berlayar kembali, asal di wilayah Labuan Bajo.
Atas permintaan tersebut, jelasnya, Syahbandar memberikan izin, mengacu pada Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
Sesuai undang-undang itu, jelas dia, Syahbandar tidak membolehkan sebuah kapal untuk berlayar hanya dengan dua alasan.
“Pertama tidak boleh cuaca buruk. Yang kedua dasarnya adalah tidak dalam proses pengadilan,” kata Hasan, seperti dilansir Tvrinews.com.
Ia juga menjelaskan bahwa kapal itu telah diperbaiki dan pemiliknya telah meminta pemeriksaan kepada Pejabat Pemeriksa Keselamatan Kapal atau Marine Inspector pada pekan pertama bulan ini.
Dari hasil pemeriksaan tersebut, jelasnya, KML Tiana Liveaboard diklaim sudah memenuhi syarat dari aspek struktur bangunan dan alat keselamatan.
Sementara itu, Kasat Reskrim Ridwan mengakui status kapal tersebut sebagai barang bukti perkara pidana peristiwa pada tahun lalu.
Namun, kata dia, kapal itu sedang dipinjam pakai oleh pemiliknya untuk dirawat.
“Pemilik kapal mengajukan pinjam pakai barang bukti dalam arti untuk merawat, memperbaiki. Dalam administrasi kami, pinjam pakai barang bukti diperbolehkan,” katanya seperti dilansir kantor berita Antara, Senin, 23 Januari.
Ia menjelaskan peristiwa pada Juni tahun lalu itu masih diproses di Kejaksaan Negeri dan Polres Manggarai Barat dengan status P19 – istilah dalam proses penanganan kasus dugaan pidana di mana berkas perkara dinyatakan belum lengkap sehingga dikembalikan lagi kepada penyidik.
“Jadi, apa yang terjadi saat ini [kapal dipakai berlayar] di luar dugaan kami,” ujarnya.
Ia mengklaim bahwa permintaan pinjam pakai barang bukti itu telah melalui surat permohonan dan mengikuti prosedur yang berlaku sehingga pihaknya memperbolehkannya.
Ia menambahkan, pihaknya tidak memiliki kapasitas untuk memutuskan kapal itu bisa berlayar atau tidak. tetapi hanya menjalankan prosedur pinjam pakai barang bukti sesuai aturan yang berlaku.
Dugaan Penipuan
Sementara itu Hipatios Wirawan, kuasa hukum para korban menyatakan agen travel CV Wisata Alam Mandiri dan manajemen KML Tiana Liveaboard diduga melakukan kelalaian dan penipuan dan karena itu menuntut pertanggungjawaban mereka.
Ia menjelaskan, dalam paket wisata selama tiga hari dua malam di perairan Taman Nasional Komodo yang ditawarkan kepada kliennya, diinformasikan bahwa kapal yang digunakan adalah KM Nadia.
“Memang, saat tiba di kapal, klien kami menyampaikan keluhan terkait hal itu, namun tidak ada solusi dari pihak kapal,” katanya.
“Apalagi klien kami tidak mengetahui bagaimana perjanjian antara agen dan manajemen kapal sehingga waktu itu klien kami memilih untuk tetap melakukan perjalanan,” tambah Hipatios.
Ia juga menyinggung status kapal itu yang pernah terlibat kecelakaan dan sedang menjadi barang bukti.
“Pertanyaan kami adalah apakah agen travel tidak tahu atau pura-pura tidak tahu bahwa kapal yang ditumpangi oleh klien kami itu pernah menjadi barang bukti tindak pidana dalam kasus yang terjadi pada pertengahan tahun 2022 yang menyebabkan korban meninggal. Kami sangat menyayangkan hal ini,” ujarnya.
Hipatios juga meminta pertanggungjawaban dari manajemen KM Tiana yang ia anggap hanya memikirkan keuntungan daripada keselamatan wisatawan.
“Mengapa manajemen Kapal KM Tiana tetap nekat beroperasi meski pernah berstatus sebagai barang bukti terkait kasus tenggelam sebelumnya?”
Evaluasi Serius Bagi Syahbandar
Hipatios mengatakan, kasus ini juga mesti menjadi evaluasi serius bagi Syahbandar sebagai otoritas yang menentukan kelayakan beroperasi bagi kapal wisata.
Ia mempertanyakan langkah Syahbandar yang mengeluarkan izin operasi terhadap kapal itu yang baru beberapa bulan terlibat kecelakaan dan berstatus sebagai barang bukti.
“Pihak Syahbandar Labuan Bajo harus memberikan penjelasan secara terbuka kepada korban, juga seluruh insan pariwisata dan publik luas,” ujarnya.
“Hal ini penting dilakukan pihak Syahbandar demi menjaga citra pariwisata Labuan Bajo yang sudah ditetapkan sebagai destinasi superprioritas oleh pemerintah pusat,” tambahnya.
Ia menyatakan, pihaknya masih menunggu itikad baik dari manajemen kapal apakah bersedia atau tidak mengganti kerugian materiil dan immateriil yang dialami kliennya.
“Barang-barang yang hilang dan rusak akibat kecelakaan ini sangat banyak. Jika dikonversikan ke dalam rupiah bisa mencapai ratusan juta,” katanya.
Ia mengatakan kliennya kecewa karena “alih-alih mendapatkan kenyamanan dan kepuasan selama berwisata di Labuan Bajo, malah harus mengalami musibah hingga ada yang dirawat secara intensif di rumah sakit.”
Lemahnya pengawasan dan kontrol terhadap kapal wisata yang beroperasi di Labuan Bajo, menurut sejumlah pelaku wisata yang berbicara dengan Floresa, juga terjadi karena banyak pemilik kapal yang tidak terdaftar ke dalam asosiasi-asosiasi yang sudah menetapkan standar untuk kelayakan dan keselamatan beroperasi.
Pemilik KML Tiana Liveaboard misalnya tidak diketahui apakah bergabung ke dalam asosiasi yang ada sudah ada di Labuan Bajo.
Don Matur, Ketua Asosiasi Pengusaha Wisata [Asita] Manggarai Barat, salah satu di antara asosiasi di Labuan Bajo mengatakan, pemilik kapal itu bukan merupakan anggotanya.
“Kalau [KML Tiana Liveboard] anggota Asita, saya yang memberi peringatan,” ujarnya.
Floresa sudah berupaya menghubungi pihak manajemen kapal KML Tiana Liveaboard, namun belum mendapat jawaban.
Sejak 2021, selain Kapal KML Tiana Liveboard, sudah ada tujuh kapal wisata yang mengalami kecelakaan di wilayah perairan Taman Nasional Komodo.
Kapal-kapal itu antara lain Kapal Indo Komodo, Kapal KM Air Dua, Kapal KM Dua By Larea-Rea, Kapal KLM Lexxy, Kapal KLM Sea Savari VII, Kapal Lintas Batas 05, dan Kapal KLM Neo Cruise.
Dari deretan kecelakaan tersebut, dua kejadian yang menelan korban jiwa.
Selain kecelakaan pada KLM Tiana Liveboard, sebulan sebelumnya pada Mei 2022 seorang penumpang kapal KLM Neomi Cruise juga dinyatakan meninggal dunia setelah terjatuh dari atas kapal di wilayah Gili Lawa Darat.