Tinggalkan Penjara, Gregorius Jeramu Berterima Kasih kepada Tuhan dan Mereka yang Berjuang untuk Pembebasannya

Warga adat asal Manggarai Timur ini meninggalkan jeruji besi pada 8 Desember setelah diputuskan bebas oleh Mahkamah Agung, lebih dari setahun setelah ia ditahan.

Floresa.co – Gregorius Jeramu, warga adat asal Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur akhirnya bebas dari tahanan setelah dinyatakan tidak bersalah dalam kasus korupsi Terminal Kembur yang diyakini banyak pihak penuh rekayasa.

Ia meninggalkan Lembaga Pemasyarakatan Kupang pada Jumat siang, 8 Desember, tempat dia mendekam selama beberapa bulan terakhir, setelah sebelumnya ditahan di Ruteng, ibukota Kabupaten Manggarai.

Berbicara dengan Floresa via panggilan video Whats App pada Jumat petang, dengan mata berbinar ia menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang memperjuangkan pembebasannya.

“Sampai kapan pun, saya tidak lupa mereka yang membantu saya,” katanya.

“Saya tahu begitu besar cinta Tuhan dan keluarga kepada saya sehingga saya bisa keluar dari penjara,” katanya.

Gregorius berbicara lewat ponsel Valens Dulmin, seorang pengacara yang menemuinya di rumah kerabat di Kupang, tempat dia berisitirahat sementara.

Kakek yang berusia 64 tahun itu ditahan sejak Oktober tahun lalu, usai dinyatakan sebagai tersangka dalam kasus Terminal Kembur. Ia kemudian divonis bersalah oleh pengadilan tingkat pertama dan banding.

Namun, putusan Mahkamah Agung yang diumumkan pertengahan bulan lalu membebaskannya dari jeruji besi.

Gregorius berkata, setelah mendapatkan informasi bahwa ia menang kasasi, semua kegelisahannya hilang.

Namun, ia juga mengaku tidak bisa tidur, mengingat pengorbanan dari semua keluarga dan sahabat yang berjuang untuknya.

“Dalam doa saya kepada Tuhan, saya meminta untuk selalu menjaga dan membimbing mereka,” katanya.

Ia mengatakan bisa bebas karena bantuan dari sesama warga kampung, pengacara dan berbagai pihak lainnya.

“Saya sadar, begitu besar cinta dan perjuangan mereka untuk saya,” katanya.

Dalam putusan Nomor 5047 K/Pid.Sus/2023 yang diumumkan pada 16 November, Mahkamah Agung menyatakan Gregorius “tidak terbukti melakukan tindak pidana dalam dakwaan penuntut umum” dan memerintahkan agar ia dikeluarkan dari tahanan.

Sementara itu, Kejaksaan Negeri Manggarai mengaku hingga kini belum mendapatkan salinan putusan tersebut, demikian menurut Daniel Merdeka Sitorus, Kepala Seksi Pidana Khusus.

“Kami belum dapat salinan putusannya,” katanya kepada Floresa, Jumat sore.

Informasi yang diperoleh Floresa dari pihak keluarga, Gregorius akan kembali ke kampungnya pada Senin pekan depan, 11 Desember. Di Pelabuan Aimere, Kabupaten Ngada, keluarganya berencana menggelar acara adat.

Sebagaimana dilaporkan Floresa sebelumnya, penanganan kasus ini penuh rekayasa, di mana ada laporan permainan para jaksa di Kejaksaan Negeri Manggarai.

Salah satunya adalah Daniel Merdeka Sitorus, yang sempat menjanjikan menyampaikan tuntutan minimum kepada terdakwa, asal mengikuti skenarionya, sebagaimana yang diungkap dalam laporan kolaborasi Floresa dan Project Multatuli  pada September.

Gregorius menjadi tersangka, hingga divonis bersalah karena menjual tanahnya yang belum bersertifikat untuk pembanguan Terminal Kembur.

Ia hanya mengantongi Surat Pemberitahuan Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan sebagai alas hak. Kejaksaan beralasan surat itu bukanlah alas hak atau bukti kepemilikan tanah.

Bersamaan dengannya, jaksa juga menjerat Benediktus Aristo Moa, pegawai di Dinas Perhubungan, Komunnikasi dan Informatika Manggarai Timur saat pengadaan lahan terminal itu. Ia dinyatakan bertanggung jawab karena tidak meneliti status hukum tanah itu sebelum membuat dokumen kesepakatan pembebasan lahan serta menetapkan harganya.

Pada 29 Maret 2023, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Kupang memvonis Gregorius 2,6 tahun penjara, denda Rp100 juta subsider kurungan tiga bulan, dan diwajibkan mengembalikan kerugian negara Rp402 juta, senilai harga tanah.  Sementara Aristo dihukum 1,6 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider kurungan tiga bulan.

Hukuman Gregorius bertambah menjadi 4 tahun saat jaksa mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Kupang, sementara Aristo menjadi 2 tahun.

Keluarga dan pengacara Gregorius kemudian mengajukan kasasi. Sementara permohonan kasasi Gregorius dikabulkan oleh Mahkamah Agung, Aristo ditolak.

Sejak awal, proses hukum kasus ini menuai protes publik karena saat Kejaksaan Negeri Manggarai mulai menyelidiki kasus ini pada Februari 2021, sasarannya adalah pada dugaan korupsi pembangunan terminal.

Terminal yang direncanakan menjadi penghubung angkutan pedesaan dari daerah di wilayah utara Borong, ibu kota Manggarai Timur, dengan angkutan khusus menuju kota di pesisir pantai selatan Flores ini dibangun bertahap pada 2013-2015. Proyek ini menelan Rp3,6 miliar. Namun, selesai dibangun, terminal ternyata tidak dimanfaatkan. Kondisinya saat ini telantar.

Setidaknya 25 orang diperiksa sebagai saksi, mulai dari mantan Bupati Yoseph Tote hingga beberapa mantan pejabat di Dinas Perhubungan dan Informatika seperti Kepala Dinas Fansialdus Jahang dan Kepala Bidang Perhubungan Darat Gaspar Nanggar.

Kontraktor yang mengerjakan pembangunan fisik terminal itu juga sempat diperiksa, yakni Direktur CV Kembang Setia, Yohanes John, dan staf teknik CV Eka Putra, Adrianus E. Go.

Namun, pada Oktober 2022, tiba-tiba kasusnya diarahkan pada pengadaan lahan. Hal itu seketika memicu aksi protes dari berbagai elemen masyarakat, yang melakukan rangkaian unjuk rasa di Borong, Ruteng, Kupang, hingga Jakarta.

Kelompok aktivis juga menggalang dana publik untuk membantu keluarga Aristo dan Gregorius menghadapi proses hukum.

Sementara itu Bayu Sugiri, yang menjadi Kepala Kejaksaan Negeri Manggarai saat penanganan kasus dan menjadi sasaran sorotan berbagai pihak telah pindah baru-baru ini.

Ia mutasi ke Kejaksaan Negeri Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung secara diam-diam pada awal November, tanpa ada acara perpisahan seperti tradisi sebelum-sebelumnya.

Daniel Merdeka Sitorus mengatakan kepada Floresa baru-baru ini bahwa,Bayu tidak kembali ke Ruteng setelah serah terima jabatan di Kupang.

Ia mengatakan, mutasi tersebut “tidak ada alasan lain, selain karena waktunya yang pas untuk dimutasi,” setelah Bayu tiga tahun bertugas di Manggarai.

Bayu sempat berjanji pada Oktober tahun lalu untuk menindaklanjuti pengusutan kasus kasus pembangunan terminal pada awal tahun ini. Namun, hingga ia pergi dari Manggarai, belum ada kejelasan terkait hal ini.

Daniel mengatakan, untuk kasus-kasus yang mandek dan belum tuntas akan dilanjutkan oleh pimpinan baru Kejaksaan Negeri Manggarai atas nama Fauzi.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA