BerandaGALERIKolaborasi Komunitas Muda Jaga...

Kolaborasi Komunitas Muda Jaga Air di Poco Leok

Aksi ini dilakukan di tengah kecemasan terhadap pencemaran air, diduga dampak dari proyek panas bumi

Floresa.co – Kaum muda dari Rumah Baca Aksara dan Kawan Muda Poco Leok menginisiasi aksi kolaboratif “Rawat Mata Air, Bukan Air Mata” di lokasi proyek geotermal Poco Leok, Kabupaten Manggarai.  

Aksi digelar bertepatan peringatan Hari Anti Tambang pada 29 Mei, yang berlanjut hingga sehari berikutnya.

Diikuti sejumlah warga dari beberapa kampung adat atau gendang, aksi tersebut memuat dua agenda utama, pelepasan eco enzyme di area mata air dan pelatihan pembuatan sabun organik.

Melalui aksi tersebut, “kami hendak membuka ruang belajar serta merawat kesadaran bersama soal betapa pentingnya menjaga ruang hidup, khususnya sumber mata air di sekitar proyek geotermal,” kata Koordinator Rumah Baca Aksara, Gheril Ngalong.

Warga menuang 29 liter cairan hasil fermentasi sampah organik atau eco enzyme di mata air Kampung Lungar, Sungai Wae Munting di wilayah lingko Rebak dan Sungai Wae Wara di Desa Mocok. 

“Pencurahan eco enzyme berawal dari kekhawatiran kaum muda Poco Leok terhadap menurunnya kualitas air, yang dipercaya warga sebagai dampak tak langsung dari ekstraksi geotermal di Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi [PLTP] Ulumbu,” kata Gheril. 

PLTP yang beroperasi sejak 2012 itu berlokasi tiga kilometer arah barat Poco Leok. Kini pemerintah sedang melakukan perluasan PLTP Ulumbu Unit 5-6 di wilayah Poco Leok.

Mayo Dintal dari Kawan Muda Poco Leok berkata,  hasil pengujian fisik, biologi atau uji kenampakan air oleh Jaringan Advokasi Tambang bersama jejaring warga Flores pada 28-30 April 2024 di beberapa sungai, yakni Sungai Wae Betong, Wae Ngongo, Wae Wara di Kampung Cako dan Wae Ces di Meter menunjukan pencemaran berat. Pencemaran sedang ditemukan di alur Sungai Cikur-ciluk dan Sungai Munting di Kampung Lungar. 

Sebelum pelepasan eco enzyme, tetua adat Kampung Lungar, Aleks Gehat memimpin Sesi Agu Ata Lami Ulu Wae, ritual untuk meminta izin serta berdoa kepada roh penjaga mata air.

Agenda lainnya dari kolaborasi itu termasuk pelatihan pembuatan sabun organik, bagian dari upaya pengembangan dan pemberdayaan ekonomi khusus bagi anak muda dan perempuan. 

Berikut adalah foto-foto kegiatan tersebut, hasil jepretan Gheril Ngalong.

Para perempuan antusias menuju lokasi pelepasan eco enzyme yang dibuka dengan acara adat Sesi Agu Ata Lami Ulu Wae. Mereka juga selalu berada di baris depan dalam setiap aksi penolakan terhadap proyek geotermal. (Gheril Ngalong)
Warga mengikuti Sesi Agu Ata Lami Ulu Wae, ritual adat untuk meminta izin serta berdoa kepada roh penjaga mata air, yang dipimpin oleh tetua adat Kampung Lungar, Aleks Gehat. (Gheril Ngalong)
Sebutir telur ayam kampung sebagai simbol persembahan kepada roh leluhur dan penjaga mata air. (Gheril Ngalong)
Beberapa anak muda sedang menuang eco enzyme di Sungai Wae Wara di Desa Mocok. Unsur hara yang terkandung dalam eco enzyme, menurut sejumlah studi, dapat memperbaiki kualitas air, selain udara dan tanah. (Gheril Ngalong)
Pelepasan eco enzyme di mata air dekat Kampung Lungar oleh seorang warga. (Gheril Ngalong)
Sekelompok perempuan dalam perjalanan pulang setelah aksi pelepasan eco enzyme. (Gheril Ngalong)
Arif Harmi “Abim” Hidayatullah dari Rumah Baca Aksara ketika memfasilitasi pelatihan pembuatan sabun organik bersama warga di halaman Kapela Stasi Mocok. Ia berharap agenda kolaborasi itu dapat “membantu warga pulih dari luka-luka dan trauma” akibat tindak kekerasan aparat dalam berbagai aksi penolakan terhadap proyek geotermal. (Gheril Ngalong)
Sekelompok anak muda sedang mempraktikkan cara pembuatan sabun organik. (Gheril Ngalong)
Mayo Dintal [kanan] dari Kawan Muda Poco Leok sedang mencontohkan cara pembuatan sabun organik di hadapan Maria Suryanti Jun dan seorang pemudi dari Kampung Adat Mocok.  (Gheril Ngalong)
Proses pembuatan sabun dari bahan-bahan organik. (Gheril Ngalong)
Warga lintas umur terlibat dalam kegiatan ini. (Gheril Ngalong)

PUBLIKASI TERKINI