Floresa.co – Kejaksaan Negeri Manggarai Barat memutuskan tidak langsung mengumumkan nama tersangka kasus dugaan korupsi proyek rehabilitasi irigasi di Wae Kaca, beralasan masih menelusuri aset mereka.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Manggarai Barat, Ngurah Agung Asteka Pradewa Artha mengklaim, “mekanisme kejaksaan sekarang, selain mempidanakan orang, kita wajib mencari aset-aset.”
Penyitaan aset dalam kasus proyek rehabilitasi irigasi Wae Kaca I di Kecamatan Lembor Selatan itu, tambahnya, bertujuan untuk mengembalikan kerugian negara.
“Jangan hanya badannya saja yang ditahan, tetapi kerugian negara harus dikembalikan. Kita miskinkan benar,” katanya kepada Floresa pada 4 Februari.
Ia menjelaskan, proyek itu merugikan negara lebih dari Rp400 juta, yang kemudian menjadi salah satu bukti penetapan tersangka.
Ngurah Agung merinci, aset-aset yang sedang ditelusuri berupa tanah. Pihaknya berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional untuk melacaknya.
Aset lainnya, kata dia adalah kendaraan bermotor dan rekening bank tersangka.
Ia tak mengungkapkan target penyelesaian penelusuran aset dan pengumuman nama-nama tersangka.
“Tidak bisa ditargetkan, kita tidak tahu asetnya di kota mana saja,” ucapnya.
Proyek rehabilitasi irigasi Wae Kaca I dikerjakan oleh CV Duta Teknik Mandiri dan diawasi oleh PT Dwipa Mitra Konsultan, dengan anggaran sebesar Rp785.447.233,75.
Penelusuran Floresa, tak hanya pada 2021 melainkan juga dua tahun kemudian terdapat penganggaran proyek Wae Kaca I.
Merujuk pada data Layanan Pengadaan Secara Elektronik Manggarai Barat, pemerintah setempat melalui Dinas Sumber Daya Air Bina Marga dan Bina Konstruksi pada 2023 menganggarkan dana Rp2,55 miliar untuk peningkatan jaringan irigasi tersebut.
Informasi dalam layanan tersebut tak mencantumkan kontraktor yang mengerjakan proyek pada tahun itu.
Siprianus Edi Hardum, praktisi hukum sekaligus dosen hukum Universitas Tama Jagakarsa, Jakarta, berkata, pengumuman tersangka mestinya tak harus menunggu penyitaan aset.
Jika minimal terdapat dua alat bukti, katanya, penetapan dan pengumuman tersangka sudah bisa dilakukan. Alat bukti itu bisa berupa keterangan saksi dan hasil audit kerugian keuangan negara.
“Untuk apalagi tunggu penyitaan aset,” ujarnya kepada Floresa pada 4 Februari.
Penyitaan aset, jelas Edi, bisa dilakukan apabila kasus tindak pidana korupsi itu dikaitkan [junto] dengan Tindak Pidana Pencucian Uang [TPPU].
“Kalau tidak di-juncto-kan ke sana [TPPU], diumumkan saja tersangkanya sekarang,” ucap Edi.
TPPU, kata Edi, terjadi apabila tersangka menggunakan uang hasil korupsi untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan membeli aset.
Namun, tanpa harus menunggu alat bukti TPPU pun, pengumuman tersangka mestinya sudah dilakukan karena pidana pokok sudah ditemukan.
“Saya kurang sepakat kalau tunggu penyitaan [aset] itu [baru pengumuman tersangka]. Tidak terlalu relevan,” ujarnya.
Editor: Petrus Dabu