Umat yang Dituding Menista Agama karena Kritik Penggusuran Rumah oleh Korporasi Milik Gereja Katolik – ‘Saya Membela Sesamaku yang Ditindas’

Polres Sikka memanggil Cece Geliting untuk ‘klarifikasi’ pada 4 Februari

Floresa.co – Dalam salah satu unggahan di Facebooknya, Cece Geliting, seorang umat Katolik di Keuskupan Maumere menulis: “Apa salahnya jika saya membela sesamaku yang ditindas?”

Unggahan pada 28 Januari itu merespons langkah Forum Pemuda Katolik Bersatu yang melapornya ke Polres Sikka lantaran mengkritisi penggusuran rumah dan lahan warga adat oleh PT Kristus Raja Maumere [PT Krisrama], perusahaan milik Keuskupan Maumere.

“Demi kemanusiaan, demi sesama yang tertindas, apapun konsekuensinya, saya terima,” tulis Cece, transpuan yang bernama asli Marianus Joni Migo.

Laporan forum itu terkait dengan sejumlah postingan Cece di Facebook pada 25-27 Januari yang dianggap menghina simbol dan tokoh agama Katolik.

Dalam unggahan-unggahan itu, Cece mengkritisi tindakan PT Krisrama yang menggusur 120 rumah dan tanaman milik warga Suku Soge Natarmage dan Goban Runut-Tana Ai di Nangahale, Sikka pada 22 Januari.

Dalam salah satu postingan pada 25 Januari, Cece mengunggah gambar yang menyerupai jubah pemuka agama dengan kepala berupa alat ekskavator.

Ia menambahkan keterangan: “Dalam pikiranku sekarang adalah romo berkepala eksavator, bukan jadi penjala manusia tapi penggusur manusia, bukan mengurus iman umatnya, tapi menimbun kekayaan, bukan membangun gereja, tapi memusnahkan hunian umat dan bukan menyebarkan cinta kasih tapi menyebarkan kebencian.”

Koordinator Forum Pemuda Katolik Bersatu, Afrianus Ada, mengklaim unggahan Cece menyebabkan kegaduhan yang meluas di kalangan masyarakat.

“Unggahan tersebut jelas menghina dan merendahkan simbol agama Katolik,” katanya.

Ia menyebut umat Katolik “sangat menghormati pemuka agamanya.”

“Kami merasa tindakan ini sengaja dilakukan untuk memprovokasi dan merendahkan agama serta kepercayaan kami,” tambah Afrianus.

Berbicara dengan Floresa pada 4 Februari, Cece mengaku telah menerima surat dari polisi.

“Hari ini saya memenuhi undangan Polres Sikka,” katanya.

Selama pemeriksaannya, ia akan didampingi kuasa hukumnya, Laurensius Welling.

Dalam surat itu yang salinannya diperoleh Floresa, polisi menulisnya sebagai undangan ‘klarifikasi,’ yang merujuk pada surat laporan Forum Pemuda Katolik Bersatu.

Philipus Afianto, penyidik Polres Sikka yang namanya ada dalam surat pemanggilan Cece berkata kepada Floresa, usai Cece melakukan klarifikasi, “kami infokan bagaimana perkembangannya.”

Siapa Sebetulnya yang Menista Agama?

Langkah forum tersebut terjadi di tengah ramainya respons publik atas tindakan PT Krisrama, perusahaan yang dipimpin uskup dan para imam di Keuskupan Maumere.

Hendrika Mayora Viktoria, seorang aktivis Katolik transpuan di Sikka yang ikut menentang penggusuran berkata, tudingan penistaan agama terhadap Cece tidak berdasar.

“Cece adalah orang Katolik yang sedang berusaha menyuarakan keprihatinan terhadap hierarki Gereja yang menurutnya telah melenceng dari ajaran Kristus,” katanya kepada Floresa.

“Mereka salah menudingnya menistakan agama, karena dia malah mau menjaga agar Gereja Katolik tidak dirusak oleh orang-orang tertentu, yang dalam kasus ini adalah keuskupan lewat perusahaannya,” katanya.

Dalam salah satu artikel yang mengkritisi tindakan Keuskupan Maumere, Made Supriatma, seorang peneliti memilih menayangkan kembali gambar jubah dengan kepala eksavator yang diunggah Cece.

“Saya ambil foto ini dari sebuah web. Namun, hari ini saya mendengar Pemuda Katolik Kabupaten Sikka melaporkan orang yang menggambar ini ke polisi dengan tuduhan penistaan agama,” tulis Made.

“Karena tuduhan itu, saya memutuskan tetap memasangnya,” tambahnya.

Ia menyatakan, “membuldoser rumah orang itu lebih menistakan agama daripada gambar ini.”

Sementara itu, Felix Nesi, seorang umat Katolik yang juga dikenal sebagai penulis menyebut postingan Cece “harusnya menjadi refleksi yang bagus, bukan hanya untuk Gereja Keuskupan Maumere, tapi juga untuk Gereja di seluruh dunia.”

Ia menyatakan, kritis adalah keniscayaan dalam Gereja Katolik sehingga para imam “disuruh sekolah filsafat, biar kritis, tidak buta huruf, tidak cepat emosi, pakai otot, pakai preman.”

“Cuma ya, namanya manusia beda-beda ya. Ada pastor yang sekolahnya benar; ada pastor yang hobinya ajak umat berkelahi. Seperti Yesus bilang, pohon akan kelihatan dari buahnya,” tulis Felix di Facebooknya.

Lebih jauh lagi, katanya, jika bicara tentang penistaan agama, Keuskupan Maumere yang membuat PT dengan nama Kristus Raja dan kemudian menggunakan PT itu sebagai alat melukai umatnya sendiri adalah yang telah terlebih dahulu melakukan penistaan, “bukan hanya [terhadap] agama, tapi menistakan Kristus Raja sendiri.”

“Bagaimana bisa Kristus Raja yang Agung, yang penuh cinta kasih, kalian pakai jadi nama PT, PT pencari keuntungan, PT yang digunakan untuk melukai hati orang?” katanya.

Konflik Berkepanjangan

Penggusuran pada 22 Januari dilakukan di tengah proses persidangan terhadap delapan warga adat yang ditangkap polisi tahun lalu karena diduga merusak aset PT Krisrama.

Aksi pengrusakan itu direkam oleh Pastor Yan Faroka, Direktur Pelaksana PT Krisrama yang juga ikut saat penggusuran.

Konflik tersebut terkait lahan 868.730 hektare lahan yang diambil dari warga adat selama penjajahan Belanda di Indonesia.

Setelah kemerdekaan, lahan tersebut beralih ke Keuskupan Agung Ende melalui PT. Perkebunan Kelapa Diag untuk masa kontrak selama 25 tahun, hingga 2013.

Keuskupan Maumere mulai menguasainya setelah keuskupan itu didirikan pada tahun 2005.

Setelah izin pengelolaan perusahaan keuskupan tersebut berakhir, masyarakat adat yang tinggal di dan mengelola lahan tersebut berupaya untuk mengklaimnya.

Namun, pada tahun 2023, PT Krisrama memperoleh perpanjangan izin. Sengketa tersebut pun terus berlanjut.

Cece menyatakan, protesnya via postingan di Facebook merupakan “bentuk kritikan terhadap penguasa lalim.”

“Haruskah masyarakat lemah terus terusan berdiam diri?” tulisnya.

Laporan ini dikerjakan oleh Arivin Dangkar dan Mikael Jonaldi

Editor: Ryan Dagur

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel Whatsapp dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA