Rencana Unjuk Rasa di NTT Awal September: Tolak Kenaikan Tunjangan DPR, Protes Pemangkasan Dana Daerah, Desak Reformasi Polri 

FMPD di Labuan Bajo menjadwalkan demonstrasi 2–5 September, sementara PMKRI akan menggelar aksi serentak pada 1 September

Floresa.coGelombang aksi unjuk rasa yang dilakukan di Jakarta dan berbagai kota lain membuat sejumlah mahasiswa dan aktivis di NTT juga ikut turun ke jalan pada awal September.

Aksi tersebut akan berlangsung di berbagai kota kabupaten dengan sejumlah tuntutan, baik terkait penolakan terhadap kenaikan tunjangan anggota DPR, juga masalah lain seperti pemangkasan dana daerah dan desakan reformasi Polri.

Di Labuan Bajo, aksi akan dikoordinasi Forum Masyarakat Peduli Demokrasi (FMPD). Mereka telah melayangkan surat pemberitahuan kepada Kapolres Manggarai Barat, AKBP Christian Kadang terkait aksi yang berlangsung pada 2-5 September.

Dalam surat bertanggal 30 Agustus itu, mereka menyebut aksi itu menanggapi kenaikan tunjangan DPR, kenaikan nilai objek pajak, pelanggaran aturan sempadan pantai, pelanggaran konservasi di pulau-pulau, hingga dugaan korupsi dalam proyek Jalan Labuan Bajo-Golo Mori.

Mereka juga mengaitkan aksi itu dengan protes terhadap pengelolaan dana kesehatan, sekaligus solidaritas atas meninggalnya Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online yang tewas pada 28 Agustus usai dilindas kendaraan taktis Brimob di Jakarta.

Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat telah menggelar rapat pada 31 Agustus, membahas upaya penanganan terhadap aksi unjuk rasa ini dan gelombang protes lainnya.

Selain itu, seruan aksi juga datang dari Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Maumere Santo Thomas Morus. 

Dalam pamflet yang beredar, mereka menegaskan bahwa Kabupaten Sikka berada dalam situasi “darurat korupsi”. 

Mereka mengundang seluruh elemen masyarakat untuk terlibat dalam aksi yang digelar pada 1 September di depan Polres Sikka dan Kejaksaan Negeri Sikka.

Dalam flyer aksi ini, PMKRI Maumere akan mendesak Kapolres Sikka untuk secara terbuka menyatakan menghentikan segala bentuk tindakan represif terhadap kebebasan berpendapat masyarakat. 

Sementara kepada Kejaksaan Negeri Sikka, mereka menuntut penetapan tersangka kasus dugaan korupsi dana hibah PDAM Wairpuan, meminta evaluasi terhadap manajemen RSUD TC Hillers Maumere terkait pembagian jasa dana Covid-19 yang dinilai tidak transparan dan tidak adil serta mendesak adanya evaluasi menyeluruh atas keterbukaan informasi di lembaga tersebut.

Sementara di Kupang, Ibu Kota Provinsi NTT, PMKRI Cabang St. Fransiskus Xaverius mengumandangkan seruan kecaman bertajuk “peringatan reformasi.” 

Dalam flyer yang tersebar luas di media sosial, DPR disebut sebagai “biang kerok dari segalanya.”

Mereka menegaskan, pilihan bagi rakyat kini hanya dua: “diam ditindas atau bangkit melawan.” 

Kalimat lain dalam seruan itu berbunyi, “sudah ditindas, dilindas lagi.” 

Seruan tersebut juga disertai dengan ajakan khusus bagi warga Kupang dengan tagar #KotaKupangBergerak dan #BubarkanDPR.

Pengumuman seruan PMKRI itu muncul usai pengurus pusat menyerukan kepada seluruh struktur organisasinya di daerah untuk menggelar aksi serentak pada 1 September. 

Di NTT, PMKRI memiliki cabang di berbagai kabupaten.

Aksi itu untuk menyuarakan keprihatinan atas apa yang mereka sebut sebagai “kemunduran demokrasi di tanah air.”

Seruan itu tertuang dalam surat bernomor 570/PP-PMKRI/I-C/8/2025 tertanggal 30 Agustus, ditandatangani Ketua Presidium Pusat PMKRI, Susana F. Marianti Kandaimu, dan Sekretaris Jenderal, Astramis E. Tandang.

Mereka menegaskan pentingnya “konsolidasi sikap bersama” untuk turun ke jalan sebagai bentuk perlawanan. 

Tak sebatas menyerukan kecaman, mereka juga turut melebur bersama anggota organisasi lainnya yang tergabung dalam “Aliansi Cipayung Plus, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara, Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP), dan masyarakat NTT,” untuk menggelar aksi pada 1 September.

Sejumlah organisasi lainnya yang juga turut terlibat seperti Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Cabang Kupang, Front Mahasiswa Nasional (FMN) Cabang Kupang, BEM Universitas Nusa Cendana dan Garuda Kupang. 

Dalam flyer yang beredar, mereka menamai agenda itu dengan tajuk “Seruan Aksi: Mendesak Presiden Bertanggung Jawab terhadap Situasi Negara.”

Aksi tersebut dijadwalkan berlangsung pada pukul 09.00 Wita, dengan titik aksi di depan Gedung DPRD NTT. 

Pengumuman aksi ini terjadi usai unjuk rasa berhari-hari pada pekan ini di Jakarta dan berbagai kota lain, yang menyoroti kebijakan kenaikan tunjangan anggota DPR—termasuk tunjangan perumahan sebesar Rp50 juta per bulan.

Saat ini, total gaji dan tunjangan anggota DPR mencapai lebih dari Rp100 juta per bulan. Selain itu, masing-masing anggota DPR juga menerima dana reses sebesar Rp2,5 miliar per tahun. 

DPR juga menaikkan anggaran bagi lembaga mereka sendiri pada tahun depan. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, anggaran DPR tercatat sebesar Rp9,9 triliun, naik 47,98 persen dari tahun ini yang hanya Rp6,69 triliun.

Kebijakan itu kontras dengan langkah pemerintah yang justru mengurangi pos belanja penting seperti dana transfer ke daerah (TKD). Pada 2026, TKD hanya dianggarkan Rp650 triliun, turun tajam dari Rp919 triliun pada tahun ini.

Editor: Ryan Dagur

DUKUNG KAMI

Terima kasih telah membaca artikel kami.

Floresa adalah media independen. Setiap laporan kami lahir dari kerja keras rekan-rekan reporter dan editor yang terus berupaya merawat komitmen agar jurnalisme melayani kepentingan publik.

Kami menggalang dukungan publik, bagian dari cara untuk terus bertahan dan menjaga independensi.

Cara salurkan bantuan bisa dicek pada tautan ini: https://floresa.co/dukung-kami

Terima kasih untuk kawan-kawan yang telah mendukung kami.

Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA