Floresa.co – Genoveva Nisman kehilangan ayahnya pada 2017 saat ia tamat SMA.
Ibunya meninggal setahun sebelumnya, membuat ia dan saudara-saudaranya menjadi yatim piatu.
Karena merasa peluang untuk bisa kuliah amat kecil, ia akhirnya memilih mengembangkan keterampilan lewat kursus.
“Saya memilih kursus menjahit,” kata Niva, sapaanya.
Ia kursus di lembaga yang dikelola para biarawati Katolik Kongregasi Passionis di Leda, Kelurahan Golo Dukal, Ruteng.
Kursus berlangsung pada September 2018-Maret 2019, dengan bantuan biaya dari kakak-kakaknya.
Niva berasal dari Kabupaten Manggarai Timur, namun dibesarkan di Ruteng.
Bungsu dari empat bersaudara itu memang meminati dunia busana.
Lantas, semenjak ikut kursus itu, ia juga bergiat mempelajari bidang yang lebih luas.
“Saya mengikuti berbagai kelas fashion designer,” kata Niva, 25 tahun, merujuk ke perancang busana.
Ia mengaku tertarik dengan bidang tersebut karena bisa bebas mengekspresikan diri dan mewujudkan imajinasi.
Niva memiliki dua tokoh favorit. Salah satunya Ivan Gunawan, perancang busana dan artis terkenal di tingkat nasional.
Ketertarikannya pada Ivan karena “dari awal ia belajar secara otodidak,” mirip dengan kisahnya.
Tokoh lainnya adalah Krisna Gani, perancang busana asal Bali.
“Dia seorang tunadaksa, namun mampu mewujudkan mimpinya dalam keterbatasan fisik,” katanya.
Niva merintis usaha busana sendiri sejak 2019 yang berbasis di Langgo, Kelurahan Carep, Ruteng, dengan nama Nisman Taylor.
Ia telah banyak mengerjakan pesanan berbagai jenis pakaian sesuai kebutuhan pelanggan.
Beberapa di antaranya adalah gaun pengantin, gaun ganti nikah, gaun pesta, gaun anak, blouse, rok, kebaya untuk acara lamaran dan wisuda, kemeja dan celana wanita dan lainnya.
Ia mempromosikan hasil karyanya dan mencari pelanggan lewat akun media sosial, seperti Instagram @niva_nisman, @nisman_taylor dan Facebook Ge Nisman.
Niva menjual karya-karyanya dengan rentang harga antara Rp350.000 hingga Rp3.000.000.
Tampil di Panggung Nasional
Pintu baginya untuk terus berkibar rupanya kian terbuka lebar.
Hanya dalam beberapa tahun, hasil karya Niva bisa mendapat panggung di level nasional.
Ia merupakan salah satu perancang busana yang karyanya ditampilkan pada ajang INDONESIA Flobamorata Fashion In Town [IFFT] 2024.
IFFT didirikan oleh Jumarni Fare, perancang busana yang lahir dan besar di Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan.
Acara yang digelar di Jakarta pada 29 Juni itu mengangkat tema Culture Protector: Tradition and Modernity.
Tema itu untuk merayakan dan melestarikan warisan budaya Indonesia, terutama Tenun Ikat dan Batik, serta kain-kain tradisional dari Nusa Tenggara Timur.
Niva menampilkan karya bertajuk Sandelwood, yang terinspirasi dari kuda poni warisan budaya warga di Pulau Sumba.
Kuda, katanya, menjadi motif tenun ikat dan sebagai lambang harga diri masyarakat Sumba.
Kuda juga berperan penting dalam banyak upacara adat Sumba, seperti pasola, penguburan, pengantar belis dan lain-lain, katanya.
Niva menyebut Sandelwood sebagai, “proyek yang paling membanggakan.”
Ia beralasan, karya itu “membuat saya melangkah bersama para perancang busana keren dari berbagai daerah di Indonesia.”
Karyanya memang tampil bersama perancang busana nasional dan internasional, serta perancang busana muda berbakat lainnya.
Busananya dipakai para model dalam ajang itu.
Dengan sejumlah capaiannya hingga kini dalam usia muda, Niva tetap memilih untuk kuliah, tekad yang ia tangguhkan beberapa tahun lalu saat ditinggalkan orang tua.
Pada 2022 ia mendaftar kuliah di Universitas Terbuka Kupang, mengambil jurusan Administrasi Bisnis.
Kuliahnya menggunakan sistem belajar jarak jauh atau daring.
“Saya sengaja mengambil jurusan itu untuk lebih mempelajari cara mengembangkan bisnis saya ke depan,” katanya.
Melihat kembali perjalanan hidupnya, ia berpesan, “jangan mudah putus asa, tetap semangat” ketika ada cobaan.
“Percayalah Tuhan punya rencana yang terbaik untuk kita. Jangan lupa terus berdoa dan selalu berpikir positif,” katanya.
Editor: Ryan Dagur