NUSANTARALarang Beri Keterangan di Media Sosial, Kebebasan Anggota DPRD NTT Terancam

Larang Beri Keterangan di Media Sosial, Kebebasan Anggota DPRD NTT Terancam

Floresa.co – Kebebasan berpendapat anggota DPRD Nusa Tenggara Timur terancam. Pasalnya, mereka dilarang memberikan keterangan atau pernyataan melalui media sosial, seperti Facebook dan Twitter.

Larangan tersebut bukan larangan biasa, tetapi larangan yang telah menjadi keputusan resmi Dewan saat membahas tata tertib rapat anggota DPRD, Kamis, 7 Mei 2015.

Sebagaimana dilansir Tempo.co, rapat tersebut sempat diwarnai aksi protes dari beberapa anggota DPRD. Namun, pada akhirnya Ketua DPRD NTT Anwar Pua Geno tetap mengesahkan tata tertib tersebut setelah melalui voting terbuka.

Saat voting, hanya tujuh anggota DPRD yang menolak larangan tersebut. Sedangkan 58 anggota lainnya setuju.

Dalam Pasal 4 poin D tatib itu disebutkan anggota DPRD NTT dilarang memberikan informasi yang bersifat rahasia kepada masyarakat. Dalam poin E dikatakan DPRD dilarang memberikan keterangan atau pernyataan kepada publik melalui media massa maupun elektronik atau media sosial yang bertentangan dengan keputusan rapat yang tidak dihadirinya secara penuh dan atau tidak dihadirinya.

Pelarangan tersebut  mendapat protes keras dari sebagian anggota DPRD NTT yang merasa diri mereka dibungkam oleh DPRD sendiri. Salah satunya, anggota DPRD asal Gerindra Victor Lerik yang menolak pasal tersebut.

Menurut dia, peraturan tersebut sengaja dirumuskan Dewan untuk membungkam dirinya terkait dengan berbagai kasus yang dia unggah di laman Facebook miliknya.

“Aturan tata tertib Dewan yang disampaikan pimpinan Dewan sama dengan gaya kepemimpinan pada rezim Orde Baru,” kata Viktor.

Viktor mengaku selalu menggunakan media sosial Facebook sebagai media komunikasi dan sosialisasi kepada masyarakat. “Saya menolak keras dan protes kalau ada batasan seperti ini. Kami memiliki kebebasan untuk berbicara kepada publik,” tuturnya.

Hal senada juga disampaikan dua anggota Dewan lainnya, yakni Welem Kale dan Kardinand Leonard Kalelena. Keduanya berpendapat bahwa Dewan adalah lembaga publik sehingga tidak ada larangan atau hal-hal yang dirahasiakan dalam rapat Dewan yang menyangkut kepentingan publik.

“Jangan membatasi peran Dewan dalam melakukan kritik terhadap hasil rapat pimpinan Dewan,” ujar Welem. (Yustin Patris/TIN/Floresa)

DUKUNG KAMI

Terima kasih telah membaca artikel kami.

Floresa adalah media independen. Setiap laporan kami lahir dari kerja keras rekan-rekan reporter dan editor yang terus berupaya merawat komitmen agar jurnalisme melayani kepentingan publik.

Kami menggalang dukungan publik, bagian dari cara untuk terus bertahan dan menjaga independensi.

Cara salurkan bantuan bisa dicek pada tautan ini: https://floresa.co/dukung-kami

Terima kasih untuk kawan-kawan yang telah mendukung kami.

Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

spot_img

TERKINI

BANYAK DIBACA