PerspektifAnalisisKoruptor dan Kharmapala

Koruptor dan Kharmapala

Sanksi hukum yang diberikan bagi para koruptor selama ini pun tidak mematikan virus korupsi oleh para elit politik. Malahan, resistensi kolektif melawan korupsi sepertinya dianggap momok menakutkan oleh para elit politik. Kita ambil contoh ketika sebagian elit politik di DPR begitu menggebu-gebu mau memasukan draf revisi UU tentang KPK.

Padahal, secara eksplisit usaha merevisi UU KPK tersebut telah mengebiri wewenang sera daya gedor KPK dalam memerangi rasuah. Ketika KPK punya komitmen mapan untuk mendisrupsi korupsi, para elit politik seperti DPR sepertinya terusik.

Atau, kita juga bisa melihat ketika para elit politik kita dengan gagah mengeluarkan janji  atau komitmen untuk tidak sedikit pun melakukan korupsi. Toh nyatanya, mereka tetap lejit juga melakukan korupsi.

Percakapan para elit politik yang seharusnya syarat berisi argumentasi konstruktif guna membangun kesejahtraan bangsa malah menjadi percakapan transaksional uang dengan nominal tinggi.

Mengapa praktik korupsi masih terus terjadi? Atau para koruptor tidak lagi memperhitungkan lagi efek buruk dari tindakan melakukan korupsi. Kenapa koruptor masih dengan begitu leluasanya tersenyum di balik sergapan media tanpa sedikit rasa bersalah?

Saya menyebut fenomena mencemaskan dari para pelaku korupsi ini sebagai sebuah bentuk kematian nalar. Dalam artian, para koruptor telah mengidap penyakit sehingga tidak mampu menggunakan akal sehatnya. Buktinya jelas. Mereka tidak lagi mengemban amanah rakyat yang diwakilinya.

Kaum moralis klasik menggambarkan situasi ini sebagai penurunan sensibilitas nalar. Para koruptor tidak lagi menganggap tindakannya sebagai produk kejahatan. Selanjutnya, mereka tidak memiliki sejumput rasa takut atau malu lagi, sehingga begitu leluasa melakukan korupsi.

Para elit politik pun tidak mampu lagi menyadari “adanya” sebagai subjek representasi rakyat yang punya peran untuk memperjuangkan aspirasi serta kehidupan rakyat yang diwakilinya.

Gerakan Rakyat

Wacana seputar kharmapala barang tentu tidak menjadi relevan lagi apabila disandingkan dengan tindak kejahatan para koruptor. Para penjahat politik memang tidak punya perhitungan rasional akan efek buruk yang ditimbulkan tindakannya, termasuk terhadap rakyat.

DUKUNG KAMI

Terima kasih telah membaca artikel kami.

Floresa adalah media independen. Setiap laporan kami lahir dari kerja keras rekan-rekan reporter dan editor yang terus berupaya merawat komitmen agar jurnalisme melayani kepentingan publik.

Kami menggalang dukungan publik, bagian dari cara untuk terus bertahan dan menjaga independensi.

Cara salurkan bantuan bisa dicek pada tautan ini: https://floresa.co/dukung-kami

Terima kasih untuk kawan-kawan yang telah mendukung kami.

Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

TERKINI

BANYAK DIBACA