Floresa.co – Pada Kamis 18 Januari 2018, Polres Manggarai menggelar acara pelepasan AKBP Marselis Sarimin, mantan Kapolres, sekaligus menyambut Kapolres yang baru, AKBP Cliffry Steiny Lapian.
Digelar di Mapolres, acara itu dihadiri oleh pejabat dari Pemkab Manggarai dan Manggarai Timur, yang merupakan wilayah kerja Polres Manggarai serta para tokoh agama dan tokoh masyarakat.
Sarimin, yang resmi ditarik ke Polda NTT sejak 5 Januari lalu menjadi Kapolres Manggarai selama kurang lebih delapan bulan.
Selama menempati jabatan itu, ia lebih sering menuai kritik dan dianggap gagal membawa prestasi.
Sekedar menyebut beberapa catatan buruk, pada 11 Desember tahun lalu misalnya, anak buahnya Aldo Febrianto yang menjabat sebagai Kasat Reskrim terjaring operasi tangkap tangan, di mana ia diduga “memeras” seorang kontraktor. Uang Rp 50 juta pun diamankan dari laci mejanya.
Upaya membongkar kasus ini mengungkap fakta lain, bahwa Aldo tidak bekerja sendirian, tetapi “dibantu” oleh sejumlah rekannya.
Pasca kasus itu, yang kini ditangani Polda NTT dan belum ada informasi yang jelas terkait penuntasannya, Aldo dimutasi ke Polda.
Alih-alih menganggap itu persoalan serius, Sarimin, dalam wawancara dengan Floresa.co, hanya menyebutnya sebagai badai kecil.
BACA:
Beberapa waktu sebelumnya, bawahan lain Sarimin terlibat dalam kasus pemukulan terhadap aktivis PMKRI yang menggelar aksi damai.
Tidak ada sikap tegas Sarimin terhadap kasus itu dan baru bereaksi setelah kecaman publik makin menguat.
BACA:
Beberapa bulan sebelumnya, tepatnya akhir Agustus, bawahannya menangkap para penambang pasir yang menambang di lokasi yang tidak memiliki izin, langkah yang meski dalam rangka menjalankan undang-undang, kemudian menuai kritik, karena Sarimin juga ternyata memiliki lahan tambang pasir di Mondo, Kecamatan Borong.
“Di rumah (saya) juga ada penggalian (pasir). Jangan-jangan mereka palang saya punya juga,” kata Marselis kala itu, ketika diinfokan oleh Floresa.co bahwa bawahannya sudah mulai menyasar di wilayah Kecamatan Borong.
BACA:
Kasus ini juga kembali ramai awal tahun ini, karena para penambang yang dulu ditangkap, mengaku sudah menyerahkan uang kepada Aldo Febrianto, dengan perjanjian bahwa mereka akan dilepas dari tahanan dan kasus mereka tidak akan sampai di pengadilan.
Namun, berkas kasus mereka ternyata sudah dilimpahkan ke kejaksaan, yang membuat mereka mengamuk dan menuntut agar uang yang kisarannya ratusan juta itu dikembalikan.
Di samping itu, Sarimin juga menuai kritik dari sejumlah pihak, karena mulai terlibat politik praktis, dengan maju dalam Pilkada Manggarai Timur. Ia resmi diusung PDI Perjuangan dan diumumkan pada Selasa, 19 September.
Ia maju dalam Pilkada tahun depan, berpasangan dengan Paskalis Sirajudin, yang saat ini menjabat sebagai Kepala Badan Pembangunan Masyarakat Desa Manggarai Timur.
Lagi-lagi Sarimin mengangkangi ketentuan undang-undang. Ia dianggap melangggar UU Polri Nomor 2 Tahun 2002 Pasal 28 Ayat (1) serta Surat Edaran Kapolri nomor: SE/7/VI/2014 tanggal 3 Juni 2014 yang melarang polisi untuk berpolitik praktis.
BACA:
-
Daftar Jadi Balon Bupati, Kapolres Manggarai Dikritik
-
Gagal Urus Polres Manggarai, Marselis Sarimin Dinilai Tak Layak Pimpin Matim
Namun, mantan Kapolres Puncak Jaya, Papua itu memilih bergeming di tengah derasnya arus kritikan terhadapnya.
Sarimin meninggalkan Polres Manggarai dengan citra buruk. Harapannya, Kapolres yang baru akan mampu mengubah itu. Perlu ada aksi yang revolusioner, termasuk dengan jalan melakukan reformasi di internal Polres sendiri.
Penegak hukum yang baik sudah seharusnya mawas diri untuk tidak melanggar hukum. Karena, bagaimana bisa misalnya polisi menuntaskan kasus korupsi, jika mereka sendiri justeru menjadi pelaku.
Tentu juga, tidak ada alasan untuk percaya bahwa mereka adalah pengayom masyarakat, jika mereka malah menjadi pelaku kekerasan, yang main hakim sendiri.
Redaksi Floresa