Lelaki yang Mencuri Malam di Cepi Watu

Baca Juga

“Kita perlu mengembalikan malam dari perut lelaki itu. Malam telah lebur dalam ampas kopi yang menempel pada lambungnya. Malam akan ditemukan di antara isi perut yang terburai dan darah yang membeceki pasir gersang. Lelaki itu perlu dibunuh demi mengembalikan malam yang lebur dengan ampas kopi dan ia sembunyikan di perutnya.”

***

Di senja berikutnya mereka begitu yakin, incaran sedang mendekat. Lelaki yang menyembunyikan malam datang lagi. Pemilik pub tak ingin rugi untuk sekian kalinya. Lelaki yang berkepentingan dengan malam sudah siap dengan aneka rupa senjata tajam. Para lady escort menyembunyikan diri. Mereka tak tega melihat lelaki itu terkulai dan dicincang di atas pasir. Perutnya disabet, usus dan lambung dibiarkan terburai demi mengembalikan malam. Ngeri membayangkannya.

Api sudah menyala di samping lelaki itu seperti pernah dilihat tiga gadis itu pada suatu senja. Aih, Maria yang mengintip dari celah dinding jadi tak tenang. Tak tahan ia membayangkan orang sebangsanya dicincang. Diam-diam ia keluar lewat pintu belakang. Jagoan pemilik pistol bersama tuan-tuan pub lainnya menyusun strategi di ruang depan. Setiap titik ingin mereka kuasai untuk melumpuhkan gerak lelaki yang menyembunyikan malam. Mereka akan menyebar ke berbagai titik. Kali ini target tak mungkin lolos.

Maria, dengan langkah gentar, jantung berdegup kencang, mendekat ke lelaki itu. Lelaki itu tetap saja tunduk dan tak menghiraukan. Wajahnya samar di balik caping yang yang selalu ia kenakan. Maria terkejut bukan kepalang ketika lelaki itu mendekat dan tiba-tiba memeluknya.

“De weta daku. Kawe hau aku selama ho’o.”

Maria menatap wajah lelaki itu setelah melepas pelukan. Lelaki itu ditatapnya penuh curiga. Bagaimana mungkin lelaki ini memanggilku weta sementara yang lain membaptisku inewai da’at, batin Maria. Dalam sepersekian detik Maria akhirnya mengenal wajah itu, suara itu. Wajah dan suara mantan pacarnya.

Engkau masih memanggilku weta? Maria membatin sambil membayang sesumbar ibu-ibu di pasar yang menyebut Maria dan kawan-kawannya, inewai da’at.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini