Floresa.co – Ketika dua tahun lalu Kardina Dince, warga Kabupaten Sikka, mendengar informasi dari beberapa tetangga bahwa pemerintah bakal membangun sebuah rumah sakit di dekat tempat tinggalnya, ia bersukacita.
Perempuan 38 tahun itu sudah membayangkan bakal cuma “berjalan kaki menuju rumah sakit” yang terpaut sekitar 20 meter dari rumahnya di Desa Nenbura, Kecamatan Doreng.
Dengan adanya Rumah Sakit [RS] Pratama Doreng itu, kata Dince, “tak akan lagi membuat saya kerepotan mencari kendaraan ke Puskesmas Habibola”
Berjarak sekitar empat kilometer dari rumahnya, Puskesmas Habibola menjadi fasilitas kesehatan terdekat, tempatnya biasa berobat.
Untuk pergi ke sana, ia harus menunggu oto, mobil angkutan yang “jarang lewat” di jalanan desanya.
Sementara satu-satunya mobil layanan Puskesmas itu tak tentu 24 jam sehari siap antar jemput.
“Kalau mobil layanan Puskesmas sedang dipakai, dalam kondisi darurat pun kami harus tunggu oto,” katanya.
Ia mengira awal tahun ini sudah bisa memanfaatkan fasilitas rumah sakit itu, yang berjarak sekitar 200 meter dari pesisir selatan Pulau Flores.
“Tetapi berbulan-bulan hanya batu galian yang kelihatan bertumpuk,” katanya kepada Floresa pada 27 Januari.
Berulang kali melewati lokasi pembangunan rumah sakit itu, Dince juga mempertanyakan “mengapa pula safety line terpasang di sana?”
Safety line, atau garis pembatas keamanan berupa uluran pita berwarna kuning, biasanya ditempatkan polisi di sekitar tempat kejadian perkara.
Tak Ada Pekerja
Pembangunan rumah sakit itu menelan anggaran Rp10.054.916.000. Anggaran itu dialokasikan dari Dana Pinjaman Daerah, bersumber dari PT Sarana Multi Infrastruktur untuk Pemulihan Ekonomi Nasional Kabupaten Sikka.
Pemerintah pada 2020 meluncurkan program Pemulihan Ekonomi Nasional yang terdampak pandemi Covid-19. Program berakhir pada 2022.
Dinas Kesehatan menerbitkan surat perintah kerja dengan nomenklatur “Pembangunan Gedung Utama Rumah Sakit Pratama” di Doreng pada 25 Juli 2022.
Merujuk informasi pada papan proyek, kontraktor pelaksananya adalah PT Garot Jaya Utama dengan tenggat waktu pengerjaan gedung utama selama 157 hari. CV Ganesha Teknik bertindak sebagai konsultan pengawas.
Papan proyek itu tak lagi terpancang di lokasi pembangunan.
Fadly dari PT Garot Jaya Utama berkata “safety line memang dipasang sementara di sini, sembari menunggu pencairan dana tahap keempat.”
Termin pembayaran final itu, kata Fadly ketika dihubungi Floresa melalui Whatsapp pada 2 Desember 2023, “mestinya dilunasi oleh pemerintah Kabupaten Sikka sesudah kami mengajukan pembayaran pada 23 Juli 2023.”
Pembayaran termin keempat mencapai 70% dari total anggaran. Pembayaran tiga termin sebelumnya sudah dilakukan, masing-masing pada Desember 2022, Maret 2023 dan Juni 2023.
Dana termin keempat yang tak kunjung cair membuat material yang terlanjur dibeli, kata dia, akhirnya terbengkalai.
Fadly berkata pihaknya mesti bersiasat mengamankan material yang berserakan di dalam gedung utama, termasuk lewat pemasangan safety line.
“Belum ada uang untuk mengupah pekerja,” katanya, “tak ada yang jaga material, tak ada yang lanjut bekerja.”
Pada 2 Desember itu, tak satupun pekerja terlihat di sekitar lokasi pembangunan.
Hal ini berkebalikan dengan situasi pada 8 Oktober 2023, kala Floresa pertama kali menyambangi lokasinya. Saat itu delapan pekerja tampak hilir-mudik mengerjakan item-item dalam gedung utama.
Menurut Fadly, molornya pembayaran termin final memicu mandeknya pengerjaan delapan item yang sejak awal tercakup dalam Rencana Anggaran Biaya.
Kedelapannya adalah gedung utama, dapur gizi, bangunan penunjang, gedung rawat inap, bak penampung dan sumur bor, dua bangunan rumah dinas serta instalasi pengolahan air limbah.
Sementara pembayaran belum dilakukan, dalam komunikasi terakhir dengan Floresa pada 2 Desember, atau terakhir kali memberi kabar, Fadly berkata “Saya sedang di Lampung.”
Ia memutuskan pulang ke kampung halaman “naik kapal laut karena tak cukup ongkos menumpang pesawat.
Jadi Perhatian Badan Pengawas
Kini proyek tersebut memang sedang menjadi perhatian badan pengawas pemerintah, sebagaimana diakui Septian Adi Asep Susilo, Kepala Cabang PT Garot Jaya Utama.
Ia berkata informasi tersebut juga ia dapatkan dari Dinas Kesehatan, sebagai instansi pemerintah yang menangani proyek itu.
Asep menyinggung pernyataan pejabat di Dinas Kesehatan tentang mandeknya pembayaran termin final.
Pejabat yang enggan ia sebutkan namanya itu, kata Asep, beralasan “masih diproses sembari menunggu hasil kajian.”
Menurut pejabat Dinas Kesehatan, kata dia, kajian dilakukan oleh Inspektorat Daerah serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan [BPKP] Sikka.
Ia mengaku sama sekali tak menerima kabar perkembangannya.
Sebelumnya, kata Asep, ia juga menerima kabar tentang rekomendasi penghentian proyek itu dari BPKP NTT.
Namun, pernyataan BPKP itu oleh Asep dinilai tidak sesuai dengan keterangan Badan Pemeriksa Keuangan [BPK] pasca meninjau proyek itu pada Juli 2023 yang menyarankan agar diselesaikan hingga batas akhir kontrak.
Ia sempat terbang dari Sikka ke Kupang untuk bertemu perwakilan BPKP NTT, demi mencari jawaban atas simpang-siur informasi itu.
Alih-alih menemukan solusi, BPKP NTT justru menyatakan “rekomendasi soal penghentian tersebut sudah dikeluarkan sejak Agustus 2023.”
Asep mengklaim tidak pernah mengetahui keputusan tersebut. Karena itu, kata dia, pengerjaan fisik proyek dilanjutkan hingga “telah mencapai progres sebesar 70% pada Agustus 2023, disusul penerbitan adendum perpanjangan waktu hingga November 2023.”
Target ini sejalan dengan perpanjangan waktu yang diberikan PT Sarana Multi Infrastruktur kepada Pemerintah Kabupaten Sikka, katanya.
Di sela kebingungannya, Asep sempat meminta agar Dinas Kesehatan segera menerbitkan surat pemberhentian sementara sembari menunggu dikeluarkannya review dari Inspektorat dan BPKP.
Namun, permintaan tersebut pun berujung nihil, katanya.
Sejumlah Persoalan
Asep mengakui, selama pengerjaan rumah sakit itu memang terjadi sejumlah persoalan.
Salah satunya, kata dia, adalah terkait desain pematangan lahan yang diserahkan CV Ganesha Teknik, konsultan pengawas, pada 26 Agustus 2022.
Pada desain tersebut, jelasnya, terdapat penambahan volume pekerjaan galian tanah yang jauh melebihi Rancangan Anggaran Biaya [RAB].
Asep mengatakan “lapisan tanah di lokasi proyek rupanya jauh dari paparan dalam perencanaan awal.”
Alih-alih mudah digali, kandungan lahan justru didominasi “batu berukuran sangat besar yang hanya bisa dibelah dengan alat pemecah [breaker].”
Pengerjaan tak lagi bisa hanya menggunakan mesin pengeruk atau ekskavator, yang sedari awal tercantum dalam RAB.
Pejabat Pembuat Komitmen [PPK], Gregorius Geovani lalu “menyuruh kami mengkaji ulang desain” sembari tetap melanjutkan pengerjaan.
Menurut Asep, kajian yang memakan waktu hingga 2,5 bulan itu diiringi pembengkakan volume penggalian tanah hingga nyaris 10 kali lipat dari RAB.
Pada RAB tercatat volume penggalian sebesar 9.958,3 meter kubik [m3]. Kenyataannya “bertambah hingga menjadi 90.288,83 m3,” kata Asep.
Masalah lain, kata Asep, adalah termasuk soal dokumen studi kelayakan [feasibility study] yang diminta kepada CV Ganesha Teknik.
Bukannya menerima analisis studi kelayakan dari lokasi proyek sesungguhnya, kata dia, “CV Ganesha Teknik malah menyerahkan dokumen feasibility study salah satu rumah sakit di Bali,” seperti disitir dari Lenterapos.id.
Masalah berikut, kata Asep, adalah “ketiadaan lahan disposal atau lahan pembuangan material galian di lokasi proyek.”
Asep mengakui, sejak awal PPK menerangkan bahwa lokasi disposal memang tidak tersedia.
Hal itu membuat perusahaannya harus kembali berhadapan dengan pemilik lahan yang bersedia menerima material galian di lahannya yang lain dengan syarat membayar biaya tambahan Rp30.000 per reit.
“Daripada lama, ya sudah kami setuju bayar Rp30.000/reit. Total biaya yang kami bayar ke pemilik lahan itu mencapai Rp200-an juta,” katanya.
Asep berkata, kendati dengan sejumlah persoalan itu, pihaknya memilih melanjutkan pengerjaan.
Pada Oktober 2023, “item bangunan yang menjadi tanggung jawab kami sudah mencapai progres sebesar 95%.”
Ia mengatakan berusaha meneruskan pengerjaan itu dengan “mau tak mau” menggelontorkan dana perusahaannya.
“Target kami jelas. Proyek ini harus bermanfaat bagi masyarakat di wilayah Kecamatan Doreng dan sekitarnya. Karena itu, tidak boleh mangkrak,” katanya.
Kata Pemerintah
Floresa menghubungi Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sikka, Hendrikus Blasius Sali pada 17 November terkait kelanjutan pembangunan rumah sakit ini. Namun, ia mengaku enggan berkomentar mengenai hal tersebut.
“Itu bukan kewenangan saya untuk menjelaskan. Itu hanya Penjabat [Bupati Sikka] yang bisa menjelaskan, sebab semua keputusan itu sudah di tingkat pemerintah daerah,” katanya.
Pada Jumat 1 Desember 2023, Floresa sempat menghubungi Pejabat Pembuat Komitmen, Gregorius Geovani. Namun pesan yang dikirim melalui Whatsapp tersebut hanya dibaca.
Sementara itu, Penjabat Bupati Sikka, Adrianus Firminus Sareng berkata akan mengagendakan waktu untuk memberikan keterangannya kepada pers.
“Nanti kita agendakan, undang semua wartawan, semacam coffee morning,” katanya kepada Floresa usai rapat paripurna DPRD pada 27 November.
Floresa menemui Adrianus pada 28 Februari. Ia mengklaim pemerintah daerah “tengah berupaya menyelesaikan proses pembangunan RS Pratama Doreng.”
Untuk kelanjutan pembangunan itu, katanya, “sementara kami membahasnya dengan Dinas Kesehatan, PPK, BPK, dan BPKP NTT.”
“Langkah penyelesaian harus dibahas dengan hati-hati. Saya belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut karena masih berproses,” katanya.
Warga Menanti Tindak Lanjut
Selagi rumah sakit belum tersedia, warga di Kecamatan Doreng dan sebagian dari dua kecamatan lainnya – Bola dan Mapitara, bergantung pada Puskesmas Habibola, yang tercakup dalam wilayah administratif Doreng.
“Total ada sembilan desa yang bergantung di sini. Jelas, kami kesulitan,” kata Kepala Puskesmas Habibola, Sabinus Joang pada 21 Februari.
Ia berkata, Puskesmas Habibola pun hanya punya satu unit ambulans yang beroperasi selama sembilan tahun terakhir.
“Sekali rusak, kami harus meminta bantuan ambulans dari Puskesmas Bola,” kata Sabianus. Jarak ke Puskesmas Bola 12 kilometer.
Bila terjadi kondisi darurat, kata dia “kami jemput pasien pakai pikap atau angkutan umum.”
Sabinus juga menegaskan tentang status Puskesmas Habibola yang masuk dalam kategori Puskesmas Non-Rawat Inap.
Berdasarkan ketentuan Permenkes Nomor 43, Pasal 29 ayat 2, Puskesmas non rawat inap merupakan Puskesmas yang menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, perawatan di rumah [home care] dan pelayanan gawat darurat.
Mengingat “banyaknya kebutuhan pasien, mau tak mau kami mengarahkan pelayanan hampir sama persis dengan Puskesmas dengan sistem rawat inap.”
“Karena pekerjaan kami terkait keselamatan manusia, kami tetap layani selama 24 jam,” katanya.
Mus Muliadi, 29 tahun, dari Desa Hepang, Kecamatan Doreng berharap proses pengerjaan rumah sakit itu bisa dituntaskan agar mereka bisa mendapat pelayanan kesehatan yang lebih baik.
“Sejujurnya kami senang dengan pembangunan RS Pratama Doreng. Kehadiran rumah sakit ini memberikan secercah harapan bagi masyarakat kecil akan akses kesehatan yang lebih mudah,” katanya.
“Namun, kalau mangkrak begini, kami bisa apa?,” kata Mus.
Bila kelamaan mangkrak, katanya, “yang rugi bukan hanya warga Doreng, melainkan juga se-kabupaten Sikka,” katanya.
Editor: Anastasia Ika
Liputan ini bagian dari program penguatan kapasitas jurnalis di Flores, yang didukung hibah dari Alumni Thematic International Exchange Seminar [TIES] Departemen Luar Negeri Amerika Serikat.