Floresa.co – Ratusan buruh asal Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) di Kabupaten Kutai Timur, provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) yang diperlakukan sewenang-wenang oleh dua perusahan perkebunan kelapa sawit berhasil memperoleh hak-haknya sesuai ketentuan yang berlaku.
Para buruh tersebut bersama keluarganya sebelumnya diusir dan sempat menjadi pengungsi. Kini, mereka kembali bekerja di perusahaan tempat semula mereka bekerja.
Diakomodirnya sejumlah tuntutan buruh tersebut merupakan hasil rapat tripartit, melibatkan tiga komponen yang terdiri dari perwakilan buruh, pihak perusahaan dan Pemerintah serta DPRD Kabupaten Kutai Timur.
Sekretaris Ikatan Keluarga Besar (IKB) NTT Kabupaten Kutai Timur, Muhamad Kahirudin, melalui pesan WhatsApp kepada Floresa.co menjelaskan, rapat tripartit tersebut berlangsung di ruang sidang rapat dengar pendapat DPRD Kutai Timur di Sangatta, Rabu, 25 September 2019.
Ia mengatakan, Wakil Bupati Kutai Timur, Kasmidi Bulang, semua pimpinan sementara DPRD bersama seluruh anggota DPRD Kutai Timur, pengawas Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Kaltim dan Dinas Nakertrans Kabupaten Kutai Timur hadir dalam rapat tersebut.
Perwakilan buru, jelasnya, ikut hadir, yang didampingi sejumlah pengacara, organisasi buruh yaitu DPC SBSI Kabupaten Kutai Timur, juga IKB NTT kabupaten Kutai Timur, DPC GMNI Kutai Timur.
Hadir juga manajemen dua perusahan terkait yaitu PT WTC dan PT. Multi Pasific Internasional (MPI).
“Rapat tripartit berlangsung di ruang sidang dengar pendapat DPRD Kutai Timur, dipimpin langsung oleh Ketua sementara DPRD Kutai Timur, Uce Pratyo,” tulis Kahirudin.
Pria asal Labuan Bajo tersebut menjelaskan, tuntutan para buruh asal NTT yang selama ini memperoleh upah yang tidak layak dan tidak mendapat jaminan BPJS Ketenagakerjaan serta BPJS Kesehatan, akhirnya dipenuhi oleh pihak perusahaan.
Adapun beberapa poin kesepkaatan tersebut diantaranya adalah perusahaan bersedia mempekerjakan kembali karyawan PT. WTC, tanpa memotong masa kerja dan diangkat menjadi karyawan tetap.
Poin berikutnya adalah wajib menuhi hak-hak karyawan seperti hak untuk cuti hamil dan melahirkan, hak pensiun, cuti tahunan, cuti haid, cuti keguguran, hak memperoleh pesangon, memperoleh pengembalian uang yang dibayar sendiri saat sakit dan hak memperoleh upah saat sakit berdasarkan keterangan dokter.
Pada kesepakatan tersebut juga diatur soal buruh harian lepas (BHL), yang diangkat menjadi karyawan tetap.
Poin lainnya adalah pihak perusahaan mendaftarkan karyawan yang belum memiliki BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan.
Pihak perusahaan, seperti yang tertuang dalam kesepakatan tersebut, menyiapkan fasilitas perumahan yang layak huni, air minum bersih, ambulans serta kendaraan antar jemput karyawan dan anak sekolah.
“Akhirnya buruh asal NTT mendapatkan hak-haknya sebagaimana yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Perjuangan ke arah ini memang berliku-liku sampai ada buruh yang diusir dari tempat tinggalnya di perkebunan sawit dan menjadi pengungsi,” ungkap Kahirudin.
Semua tuntutan tersebut dituangkan dalam kesepakatan bersama yang ditandatangani pihak pertama yang mewakili para buruh asal NTT yaitu SBSI, IKB NTT Kutai Timur dan Karangan, GMNI Kutai Timur, dan Silvester Manis, selaku kuasa hukum para buruh.
Pihak kedua ditandatangani oleh sejumlah pihak yang mewakili manajemen PT. WTC dan PT. MPI.
Turut menandatangani sebagai saksi dalam kesepakatan tersebut adalah Wakil Bupati Kutai Timur, Ketua DPRD Kutai Timur serta perwakilan dinas Naktrans Provinsi Kaltim dan Kabupaten Kutai Timur.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, ratusan buruh asal NTT bersama keluarganya diusir oleh PT. WTC pada 15 September karena melakukan protes terkait gaji yang tidak layak dan tidak adanya terpenuhinya sejumlah jaminan kerja.
AKA/Floresa