Floresa.co – Orang tua seorang siswi Sekolah Dasar [SD] di Kabupaten Manggarai Barat begitu kaget usai kembali dari kebun dan mendengar pengakuan putri mereka yang diperkosa seorang kerabat dekat.
Pelajar berusia delapan tahun itu siswi kelas III sebuah SD di Kecamatan Boleng.
Ia memberi tahu orang tuanya bahwa pelakunya adalah juga pelajar, yang kemudian teridentifikasi berusia 17 tahun, siswa kelas X sebuah Sekolah Menengah Atas [SMA].
Setelah mendapat cerita putri mereka tentang kejadian pada 13 Januari 2024 sekitar pukul 16.30 Wita itu, orang tua korban segera melapor ke kantor polisi terdekat.
Kepala Kepolisian Subsektor Boleng, Dominikus Hetom mengatakan kepada Floresa pada 17 Januari, ia mendapat informasi kejadian itu dari ayah korban serta Kepala Puskesmas Terang, tempat korban menjalani perawatan awal usai kejadian itu.
Berdasarkan keterangan mereka, kata dia, pemerkosaan terjadi ketika “korban sedang berada di rumah seorang diri,” sementara anggota keluarga lainnya sedang menanam padi di sawah.
Cerita tentang pemerkosaan itu juga dibenarkan oleh kepala desa yang membawahi kampung korban.
Kepala desa itu mengatakan kepada Floresa korban dan pelaku adalah kerabat dekat.
Ayah pelaku, katanya, merupakan kakak kandung ibu korban.
Dominikus berkata, berdasarkan cerita keluarga, sebelumnya korban bermain di rumah tetangga yang tak jauh dari rumahnya.
Karena saat itu cuaca gerimis, katanya, korban bergegas kembali ke rumahnya mengangkat jemuran. Melihat itu, pelaku lantas membuntutinya.
Karena rumah tampak sepi dan pintu sedang terbuka, “pelaku masuk ke rumah dan langsung membujuk korban melakukan hubungan badan,” kata Dominikus.
Korban “dengan tegas menolak bujukan itu dan mencoba berteriak,” tetapi pelaku “membekap mulut dan melucuti pakaiannya.”
“Merasa korban sudah tidak berdaya, pelaku lalu memperkosanya sebelum melarikan diri ke desa tetangga,” kata Dominikus.
Kedua orang tua dan saudara korban sampai di rumah sekitar dua jam kemudian. Begitu melihat keluarganya datang, korban langsung melaporkan kejadian itu.
Orang tua korban pun langsung membawanya ke Puskesmas Terang.
“Akibat pendarahan yang hebat ditambah kondisi korban sangat lemas,” kata Dominikus, “dokter di Puskesmas Terang memutuskan agar korban dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah Komodo.”
Sempat dirawat di Unit Gawat Darurat rumah sakit yang berada di Marombok, arah timur Labuan Bajo itu, korban dipulangkan pada 17 Januari malam.
Pelaku Sempat Melarikan Diri
Dominikus menjelaskan setelah mendapat laporan tentang kasus ini, ia bergegas ke Puskesmas Terang melihat kondisi korban.
Selanjutnya, ia membuat laporan dan mengirimkannya ke Polisi Sektor [Polsek] Komodo yang lalu mengamankan tempat kejadian perkara.
Ia menjelaskan sesampai di tempat kejadian perkara, ia mencari pelaku, “namun tidak ketemu karena pelaku melarikan diri ke desa tetangga.”
Kepada keluarga pelaku, Dominikus meminta mereka mengimbau pelaku segera menyerahkan diri.
“Besok paginya pelaku datang ke rumah saya, diantar oleh orang tuanya. Karena mereka kooperatif, saya suruh orang tuanya untuk menyerahkan terduga pelaku ke Polsek Komodo,” katanya.
Ia menjelaskan Kecamatan Boleng “belum mempunyai Polsek sendiri, apalagi unit reserse dan kriminal” sehingga “setiap kasus menonjol” diteruskan ke Polsek Komodo.
Ia mencontohkan setidaknya dua kasus yang disebutnya “menonjol”, masing-masing pemerkosaan dan pembunuhan.
Korban maupun pelaku masih di bawah umur. Oleh karenanya, Polsek Komodo menyerahkan kasus ini ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak [UPPA] Polres Manggarai Barat.
Ia menjelaskan, pada awalnya, kasus ini direncanakan hendak diselesaikan secara kekeluargaan dengan adat Manggarai.
Namun, kata dia, keluarga korban keberatan dengan rencana itu sehingga meneruskannya ke Polres.
“Waktu itu, kami hanya melakukan penanganan awal. Selanjutnya, kami serahkan kepada unit PPA Reskrim Polres. Untuk proses lanjutan, itu menjadi kewenangan PPA Polres,” ungkapnya.
Kepala desa mengatakan saat ini korban dan orang tuanya masih trauma.
Prinsipnya, kata dia, orang tua korban tidak mau menyelesaikan kasus ini secara kekeluargaan dan “menuntut agar diproses secara hukum.”
Kepada dirinya, kata dia, ibu korban sempat berkata: “Saya mohon ada yang membantu saya dan anak saya agar bisa mendapatkan keadilan secara hukum.”
Ia mengatakan siap membantu korban dan keluarganya dalam menyelesaikan kasus ini secara hukum.
Pemerintah desa, kata dia, juga tidak setuju penyelesaian secara kekeluargaan “karena membuka peluang bagi anak-anak lain untuk menjadi korban.”
Apresiasi Untuk Keluarga Korban
Mersinta Ramadhani, aktivis pemerhati perempuan dan anak dari Puanitas Indonesia mengapresiasi langkah keluarga korban yang segera melaporkan kasus ini ke polisi.
Ia mengatakan “tidak boleh lunak untuk kasus-kasus pelecehan seksual seperti ini.”
“Pemerkosaan [harus] pakai pasal pemerkosaan,” katanya kepada Floresa.
Ia menjelaskan selain UU No.17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, terduga pelaku juga “bisa sekali” dijerat dengan UU No. 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Apalagi, kata dia, korbannya masih di bawah umur dan “ini menjadi delik umum.”
Polisi “wajib memprosesnya dengan atau tanpa pelaporan,” katanya.
Mersinta yang berbasis di Labuan Bajo mengatakan setelah membuat laporan, yang harus dilakukan adalah mengawal ketat proses hukumnya, sembari memberikan bantuan kesehatan fisik dan psikologis kepada korban dan keluarganya.
Keluarga korban, kata dia, harus meminta pendampingan Unit PPA Polres Manggarai Barat dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak di Dinas Sosial Kabupaten Manggarai Barat.
“Kemudian fokus ke pemulihan anaknya, baik psikologis dan kesehatan fisik,” ungkapnya.
Ia berharap jika terduga pelaku terbukti melakukan perbuatannya, mesti mendapat hukuman yang setimpal.
Perlunya Pendidikan Seks untuk Anak
Agar kasus seperti ini tidak terulang, kata Mershinta, orang tua harus benar-benar memperhatikan lingkungan dan gerak-gerik mencurigakan dari orang-orang di sekitar mereka.
Selain itu, kata dia, orang tua juga memberikan pendidikan dan pemahaman kepada anak jika mulai muncul indikasi-indikasi perilaku yang tidak baik ke dirinya oleh orang lain.
“Orang tua menegaskan ke anak tentang pendidikan seks, batasan-batasan yang orang lain bisa lakukan,” katanya.
Mersinta mengatakan untuk orang tua yang mempunyai remaja, “perhatikan pergaulannya dan paparan konten-konten dewasa.”
Sebab, kata dia, konten-konten itu sanggup mempengaruhi remaja usia pubertas yang mempunyai rasa ingin tahu yang kuat.
Remaja, kata dia, harus diberi tahu mana tindakan yang boleh dilakukan, mana yang tidak.
Pelaku Berusia 17 Tahun, Apa Ancaman Hukumannya?
Saat ini polisi belum mengumumkan status pelaku, karena sedang melakukan penyelidikan.
Mengingat pelakunya belum berusia dewasa, maka ia akan diadili sesuai UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dan UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Kedua UU itu mengatur bahwa anak yang bisa dipidana adalah yang berusia 12-18 tahun.
Ada perlakukan khusus untuk anak, yaitu dipidana maksimal setengah dari ancaman pidana orang dewasa.
Dalam kasus ini, yang adalah pemerkosaan, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak menetapkan hukuman minimal 5 tahun dan maksimal 15 penjara.
UU itu sebetulnya memberlakukan penambahan sepertiga hukuman jika pelakunya adalah orang dekat, namun memberi pengecualian jika pelakunya masih berusia anak.
Jadi, dalam kasus di Boleng ini, pelaku terancam mendapat hukuman maksimal 7,5 tahun penjara.
Perbedaan pidana antara anak dan dewasa, menurut UU No.2 Tahun 1997, bertujuan memberi kesempatan kepada anak yang usianya masih panjang agar melalui pembinaan bisa menjadi manusia yang mandiri, bertanggung jawab, dan berguna bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.