Nakes Non-ASN di Manggarai Ada yang Digaji Rp300 Ribu Per Bulan, Saat Minta Dinaikkan, Dijawab Bupati ‘Bisa, Tapi Ada yang Berhenti’

Nakes mengakui bupati pernah menjanjikan kenaikan tambahan penghasilan, yang tak kunjung terwujud

Baca Juga

Floresa.co – Bupati Manggarai di Provinsi Nusa Tenggara Timur menyatakan kenaikan gaji para Tenaga Kesehatan non Aparatur Sipil Negara [Nakes non-ASN] bisa saja dilakukan, namun ada yang mesti dikorbankan karena akan ada perampingan tenaga.

Pernyataan Bupati Herybertus GL Nabit merespons tuntutan para Nakes non-ASN yang mendatangi kantor DPRD Manggarai pada 6 Maret, menyampaikan aspirasi mereka.

“Bisa naik, tetapi ada yang berhenti di antara mereka,” kata Nabit dalam pernyataan yang diperoleh Floresa pada 7 Maret.

Ia menambahkan, jika kenaikan gaji, termasuk tambahan penghasilan [Tamsil] dipaksakan, “tidak menjadi masalah dan pihaknya mencarikan jalan keluar.”

“Jalannya refocusing anggaran,” katanya merujuk pada perubahan alokasi anggaran.

“Kalau refocusing anggaran, itu berarti memberhentikan separuh dari jumlah Nakes non-ASN yang ada agar dapat meningkatkan [gaji] yang lain,” tambah Nabit.

Ia mengklaim selama ini ada banyak orang yang telah berkorban untuk tenaga non-ASN, termasuk ASN yang Tamsilnya dipotong sampai 50 persen.

“Ini sengaja kita lakukan agar tenaga non-ASN tetap bekerja,” katanya.

Perihal permintaan lain para Nakes menambah formasi untuk Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja [P3K], terutama yang sudah dua sampai tiga tahun mengabdi dan berumur di atas 35 tahun, kata dia, pihaknya “telah mengusulkan sebanyak-banyaknya ke pemerintah pusat.”

Namun, “yang menentukan jumlah kuotanya kan pemerintah pusat.”

Ia mengatakan pemerintah daerah “hanya melaksanakan apa yang menjadi arahan pemerintah pusat.”

“Kalau pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan, secara otomatis kita ikuti,” kata Nabit, menambahkan bahwa “penentuan kelulusan saat tes juga kewenangan pemerintah pusat.”

Ia mengklaim hingga kini tetap berusaha mempertahankan tenaga non-ASN agar tidak diberhentikan seperti di daerah lain di Indonesia.

Keluhan Nakes non-ASN

Sebanyak 300 Nakes non-ASN yang menemui anggota DPRD pada 6 Maret berasal dari 24 Puskesmas di kabupaten itu.

Dalam kesempatan Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi A, mereka menyampaikan sejumlah persoalan, termasuk soal Tamsil.

Salah satu yang juga mereka keluhkan adalah Surat Perjanjian Kerja [SPK] yang tidak kunjung diperpanjang.

Paulinus Budinra, koordinator para Nakes mengatakan, “kami sudah bekerja lebih dari dua bulan sejak kontrak habis.”

Ia menjelaskan masa kontrak Nakes non-ASN berlaku selama 12 bulan yang berakhir pada Desember setiap tahun. 

“Kontrak terakhir saya dan teman-teman habis masa berlaku pada Desember 2023,” katanya.

Karena SPK belum ada, mereka belum menerima gaji tahun ini.

“SPK itu sangatlah penting. Kalau tidak ada SPK, kami tidak bisa menerima gaji,” katanya

Padahal, kata dia, pada tahun-tahun sebelumnya tidak pernah ada masalah terkait SPK sehingga “kami terima gaji setiap bulan.”

“Nah, tahun ini belum sama sekali,” katanya.

Dalam pernyataannya, Nabit tidak merespons permintaan para Nakes soal SPK.

Dapat Gaji Rp300 Ribu Per Bulan

Para Nakes mengaku ada yang mendapat gaji Rp300 ribu per bulan, yang belum pernah dinaikkan.

Paulinus berkata, “uang itu tidak cukup” untuk mereka.

“Jangankan menghidupkan keluarga, mencukupi kebutuhan diri sendiri saja tidak bisa,” katanya.

Sebelum mendatangi DPRD, para Nakes pernah menemui Sekretaris Daerah, Fansialdus Jahang pada 21 Februari. 

Saat itu, mereka mempersoalkan hal yang sama, termasuk meminta pemerintah segera menerbitkan SPK.

Fansialdus didampingi Kepala Dinas Kesehatan, Bertolomeus Hermapon kala itu.

Ia berkata pemerintah memang belum menerbitkan SPK Nakes non-ASN, juga tenaga harian lepas lainnya.

Karena SPK belum terbit, “kenaikan gaji dan Tamsil pasti belum bisa diurus juga,” kata Fansialdus.

Mengenai besaran gaji dan Tamsil, katanya, “kebijakan Pemkab Manggarai berbeda dengan kabupaten lain pada skala provinsi.”

“Nominalnya disesuaikan dengan kondisi keuangan daerah,” katanya.

“Jangankan Tamsil bagi Nakes non-ASN,” katanya, “yang untuk Nakes ASN juga terpotong 50 persen.”

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Manggarai, Bartolomeus Hermopan berkata ketika itu bahwa urusan SPK, “seharusnya jadi tanggung jawab saya sebagai kepala dinas.”

Ia mengaku “memastikan urusan SPK akan selesai dalam waktu dekat.”

Nakes Mengklaim Nabit Pernah Janjikan Kenaikan Tamsil

Elias Ndala, seorang Nakes non-ASN yang ikut menemui Fansialdus pada 21 Februari menyinggung soal janji Nabit ketika berkunjung ke tempatnya bekerja di Puskesmas Wae Codi pada awal 2023.

Menurut Elias, saat itu Nabit “berjanji 50 persen Tamsil Nakes ASN akan dipangkas untuk Nakes non-ASN.”

“Faktanya, kami tak sepeserpun terima Tamsil selama 2023,” katanya di depan Fansialdus.

Elias bekerja selama 12 tahun sebagai tenaga pendukung pelayanan kesehatan di Puskesmas Wae Codi, dengan gaji Rp700 ribu per bulan. 

Gaji belasan tahun itu tak pernah sekalipun naik, kondisi yang menurutnya tak sepadan dengan beban kerja. 

Editor: Ryan Dagur

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini