AMAN Minta Paus Fransiskus Perhatikan Masalah Perampasan Hak Masyarakat Adat oleh Pemerintah dan Gereja Katolik, termasuk di Flores

Lembaga itu menyebut khusus kasus yang melibatkan Keuskupan Maumere dan Keuskupan Larantuka

Floresa.co – Menyambut kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara [AMAN] memintanya memberi perhatian pada masalah perampasan wilayah adat, termasuk oleh lembaga Gereja Katolik.

Organisasi itu menyebut secara khusus dua kasus yang terjadi di daerah mayoritas Katolik Flores, yakni perampasan oleh perusahaan milik Keuskupan Maumere dan Keuskupan Larantuka.

Dalam pernyataan yang diperoleh Floresa pada 3 September, AMAN menyebut konflik yang dialami masyarakat adat Suku Soge Natarmage dan Suku Goban Runut di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, wilayah Keuskupan Maumere.

Menurut AMAN, wilayah adat suku tersebut dirampas oleh Belanda sewaktu menjajah Indonesia.

Saat Indonesia merdeka, lahan itu menjadi Hak Guna Usaha [HGU] kepada Keuskupan Agung Ende melalui PT. Perkebunan Kelapa Diag, yang lalu dialihkan kepada Keuskupan Maumere melalui PT Kristus Raja Maumere.

Peralihan terjadi usai Keuskupan Maumere dibentuk pada 2005.

“Hingga sekarang, Keuskupan Maumere masih berusaha mengajukan pembaruan HGU ke Kementerian ATR/BPN, namun ditunda karena ada keberatan dari masyarakat adat Suku Soge Natarmage dan Suku Goban Runut,” kata organisasi tersebut.

Luas lahan sengketaitu, yang dikenal sebagai eks HGU Nangahale, mencapai 868.730 hektare.

Hal serupa, kata AMAN, juga terjadi terhadap Suku Tukan di Kabupaten Flores Timur.

“Wilayah adat mereka seluas 218 hektare dirampas oleh Keuskupan Larantuka melalui HGU PT. Reinha Rosari.”

Saat ini, menurut AMAN, sebanyak 256 dari total 454 kepala keluarga sedang berjuang untuk mendapatkan kembali tanah adatnya.

Lembaga itu menyatakan, kedatangan Paus Fransiskus ke Indonesia dalam rangka perjalanan apostolik diharapkan menjadi angin segar bagi masyarakat adat di tengah memburuknya iklim hukum dan kebijakan di Indonesia.

“Sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik sedunia sekaligus kepala negara Vatikan, Paus Fransiskus merupakan pendukung setia dan mempunyai sejarah panjang hubungan baik dengan masyarakat adat,” kata AMAN.

AMAN menyinggung pernyataan paus pada 6th Global Meeting of the Indigenous Peoples Forum di Roma, di mana ia mendesak pemerintah dan masyarakat internasional menghormati budaya, martabat, dan hak-hak serta mengakui peran penting masyarakat adat mengatasi krisis lingkungan global. 

Permintaan maaf Paus Fransiskus atas nama Gereja Katolik kepada komunitas adat di Kanada pada 2022, juga disebut sebagai contoh kepeduliannya pada masyarakat adat.

Paus Fransiskus kala itu meminta maaf kepada masyarakat adat Kanada atas peran Gereja Katolik dalam pelecehan dan penyiksaan terhadap sejumlah pelajar. Paus menyebut asimilasi budaya paksa mereka sebagai kejahatan yang tercela dan kesalahan yang membawa bencana.

AMAN menyatakan, tragis bahwa situasi masyarakat adat di Indonesia berbanding terbalik dengan harapan Paus Fransiskus.

“Gempuran proyek-proyek pembangunan di wilayah adat telah merampas hak masyarakat adat sehingga terjadi penghilangan nyawa, kriminalisasi, kekerasan, penyiksaan, penculikan, dan bentuk pelanggaran hak lainnya,” kata Rukka Sombolinggi, Sekretaris Jenderal AMAN.

Berdasarkan catatan akhir tahun AMAN 2023, memburuknya situasi hukum dan kebijakan terkait masyarakat adat mengakibatkan 2.578.073 hektare wilayah adat dirampas untuk kepentingan investasi, bisnis atau pembangunan infrastruktur. 

Sepanjang awal 2024, kata Rukka, terjadi 102 kasus yang melibatkan masyarakat adat, di antaranya sektor pertambangan 25 kasus, kehutanan 39 kasus, perkebunan 22 kasus, pertanian 1 kasus, pariwisata 2 kasus, infrastruktur 10 kasus dan energi 4 kasus.

“Ini menunjukkan pemerintah tidak melaksanakan kewajibannya melindungi dan menghormati hak hak masyarakat adat yang merupakan mandat konstitusi,” kata AMAN.

Rukka pun meminta Paus Fransiskus membantu mengatasi masalah ini.

“Paus harus melanjutkan pembebasan masyarakat adat dari penindasan seperti yang dilakukan di Amerika Latin dan Kanada. Kali ini masyarakat adat di Indonesia,” katanya.

Rukka juga secara khusus meminta paus mendesak Gereja Katolik di Indonesia serta pemerintah “untuk menghentikan segala bentuk kekerasan dan penindasan serta mengakui dan menghormati hak-hak masyarakat adat.”

“Pemerintah Indonesia harus menjalankan mandat konstitusi dengan mengesahkan Undang-Undang Masyarakat Adat dengan tujuan untuk melindungi hak-hak masyarakat adat,” katanya.

Paus Fransiskus tiba di Jakarta pada 3 September.

Ia menjadi paus ketiga yang mengunjungi Indonesia setelah kunjungan Paus Paulus VI pada Desember 1970 dan Paus Yohanes Paulus II pada Oktober 1989.

Berbeda dengan Paus Yohanes Paulus II yang berkunjung ke sejumlah wilayah, termasuk Maumere, Flores, Paus Fransiskus hanya berkunjung ke Jakarta.

Ia akan menjalani serangkaian agenda, termasuk pertemuan dengan Presiden Joko Widodo, para uskup dan imam, dengan tokoh lintas agama dan Misa akbar di Stadion Utama Gelora Bung Karno.

Paus akan berada di Indonesia hingga 6 September, lalu menuju Papua Nugini, negara kedua tujuan kunjungannya, dan selanjutnya ke Timor-Leste dan Singapura. Ia kembali ke Vatikan pada 12 September.

Editor: Anastasia Ika

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

TERKINI

BANYAK DIBACA

BACA JUGA