Kasus DBD di Manggarai Barat Melonjak, Warga Diajak Lakukan Upaya Pencegahan

Pola peningkatan kasus terjadi selama September-April

Floresa.co – Kabupaten Manggarai Barat mencatat lonjakan kasus Demam Berdarah Dengue [DBD], dengan jumlah kasus tahun ini sudah melampaui total kasus sepanjang tahun lalu.

Menurut data dari Dinas Kesehatan, hingga 15 November, jumlah kasus tercatat 495, melampui 480 kasus yang tercatat selama 2023.

Kepala Dinas Kesehatan, Adrianus Ojo, berkata, data dari seluruh puskesmas di kabupaten itu menunjukkan ada tren peningkatan kasus menjelang akhir tahun, di mana 26 kasus pada Oktober dan 19 kasus bulan ini.

Ia menjelaskan, pola penularan DBD di Manggarai Barat memang menguat dalam periode September hingga April, seiring musim hujan dengan kelembapan tinggi, yang mempercepat perkembangan nyamuk Aedes aegypti, vektor penyakit itu.

Mengacu pada pola penularan tersebut, pemerintah menetapkan periode itu sebagai “Zona Awas DBD,” katanya kepada Floresa. 

Suhu rendah disertai kelembapan tinggi seiring musim hujan memicu nyamuk Aedes aegypti terbang lebih jauh, yang memungkinkannya mengisap lebih banyak darah manusia.

Sementara pada Mei hingga Agustus, katanya, dikategorikan sebagai “Zona Waspada DBD.” 

Pada periode ini, kelembapan yang rendah dan suhu tinggi membatasi pergerakan nyamuk Aedes aegypti.

Pola ini terkonfirmasi pada data kasus DBD di Manggarai Barat pada dua tahun terakhir.

Pada Oktober 2023, jumlah kasus mencapai 41, dari hanya 9 kasus pada bulan sebelumnya. 

Jumlahnya terus meningkat pada bulan-bulan berikut, yaitu 116 kasus pada November dan 96 kasus pada Desember.

Peningkatan juga terjadi pada Januari dan Februari 2024, masing-masing 142 dan 130 kasus. 

Tren penurunan terjadi pada Maret dan April 2024 menjadi 52 dan 48 kasus.

Selain ditangani di puskesmas, sebagian pasien DBD juga dirujuk ke RSUD Komodo di Labuan Bajo.

Direktur rumah sakit milik Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat itu, Melinda Gampar berkata, hingga November tahun ini, pihaknya menangani 268 pasien suspek DBD.

Sejak September, jumlah pasien dirawat di RSUD Komodo “memang masih cenderung landai, tetapi sudah mulai menunjukkan tren kenaikan.”

Jika pada September, jumlah pasien 8 orang, sama dengan bulan sebelumnya, pada Oktober bertambah menjadi 12 dan pada November 10 pasien.

Merujuk pada data tahun lalu, jumlah pasien suspek DBD yang dirawat di RSUD Komodo meningkat secara signifikan mulai November hingga Februari 2024.

Pada Oktober 2023, tercatat 14 pasien, sebelum naik pada November dan Desember, masing-masing 72 dan 163 pasien. 

Jumlahnya masih cenderung tinggi pada Januari dan Februari 2024, masing-masing 82 dan 61 pasien.

Daerah Endemis

Kepala Dinas, Adrianus Ojo berkata, tingkat insidensi atau incidence rate DBD di Manggarai Barat terbilang tinggi, yang menunjukkan “belum maksimalnya upaya mengatasi DBD.”.

Incidence rate adalah ukuran frekuensi atau seberapa sering suatu penyakit terjadi pada populasi tertentu selama periode waktu tertentu. 

Incidence rate di bawah 10/100.000 penduduk dikategorikan baik.

Di Manggarai Barat, kata Adrianus, incidence rate berada di atas 10. 

“Berdasarkan pemetaan, hanya terdapat lima daerah puskesmas yang incidence rate di bawah 10, yakni wilayah Bari, Rego, Waning, Compang dan Ranggu,” katanya.

Sementara itu, daerah dengan incidence rate tertinggi berada di wilayah Kecamatan Komodo, yang mencakup Labuan Bajo.

Incidence rate di wilayah ini berada pada rentang 206 hingga 997 per 100.000 penduduk yang menyebar di wilayah Puskesmas Batu Cermin, Puskesmas Labuan Bajo dan Puskesmas Benteng. 

Dengan pola seperti ini, kata Adrianus, Manggarai Barat merupakan daerah endemis DBD.  Suatu wilayah disebut “endemis” bila setiap tahun selalu mencatat kasus penyakit yang sama. 

Pemicunya, kata dia, “faktor mobilitas penduduk yang tinggi, khususnya pendatang.”

Selain itu, karena daerah endemis, “banyaknya telur nyamuk tidak diimbangi dengan pemberantasannya.”

Peta ini menunjukkan sebaran penyakit DBD hampir merata di seluruh wilayah puskesmas di Kabupaten Manggarai Barat dengan ‘incidence rate’ melampaui target 10 per 100.000 penduduk (Dokumentasi Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai Barat)

Upaya Pencegahan

DBD ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus betina. Biasanya nyamuk Aedes aegypti betina mencari mangsa pada siang hari. 

Aktivitas menggigit umumnya mulai pagi sampai petang dengan puncaknya antara pukul 09.00–10.00 Wita dan pukul 16.00–17.00.

Nyamuk ini mendapat virus dengue sewaktu mengisap darah orang yang sakit DBD atau di dalam darahnya terdapat virus dengue, tapi tidak menunjukkan gejala sakit.

Virus dengue yang teriisap akan berkembang biak dan menyebar ke seluruh tubuh nyamuk, termasuk kelenjar liurnya. Bila nyamuk tersebut mengisap darah orang lain, virus itu akan dipindahkan bersama air liurnya.

Virus dengue menyerang sel pembeku darah dan merusak dinding pembuluh darah kecil [kapiler]. Akibatnya, terjadi pendarahan dan kekurangan cairan, bahkan bisa mengakibatkan renjatan [syok].

Adrianus berkata, terdapat beberapa cara untuk mencegah penyebaran penyakit ini. 

Ia menjabarkan cara-cara itu seperti pemberantasan sarang nyamuk dengan menguras, menutup dan mendaur ulang [3M], melakukan larvasidasi atau pemberantasan jentik nyamuk menggunakan larvasida dan pengasapan [fogging]). 

Supaya pencegahan berjalan efektif, perlu “dibangun komitmen bersama termasuk gerakan PSN 3×10 secara masif dan berkala.”

Gerakan itu merujuk pada pemberantasan sarang nyamuk setiap Jumat selama 10 menit sejak pukul 10.00 dalam 10 pekan.

“Karena obat untuk mencegah virus dengue hingga saat ini belum tersedia, maka cara utama yang dapat dilakukan sampai saat ini adalah dengan pengendalian vektor penular,” katanya. 

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai Barat, Adrianus Ojo. (Dokumentasi pribadi)

Adrianus juga menekankan kolaborasi lintas dinas.

“Misalnya, bekerja sama dengan Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga untuk melakukan gerakan PSN di sekolah.”

Kegiatan di sekolah ini, jelasnya, dapat mendorong siswa untuk menjadi agen Juru Pemantau Jentik [Jumantik] di rumah masing-masing.

Di setiap keluarga atau instansi, tambahnya, mestinya ada agen Jumantik, minimal satu orang.

“Kita berharap pencegah DBD ini dilakukan oleh semua pihak mulai dari keluarga, sekolah, lingkungan doa dan institusi lainnya,” ujar Adrianus.

Sementara Direktur RSUD Komodo, Melinda Gampar mengimbau masyarakat menjaga kebersihan lingkungan rumah dan lingkungan kerja.

Ia juga menyarankan “menggunakan obat nyamuk saat beraktivitas atau menggunakan kelambu saat tidur.”

“Segera periksakan diri ke fasilitas kesehatan atau dokter bila mengalami demam selama tiga hari atau lebih,” katanya.

Editor: Petrus Dabu

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA