Floresa.co – Sejumlah anggota Kepolisian Perairan dan Udara [Polairud] yang menganiaya seorang warga sipil di Labuan Bajo sudah menjalani pemeriksaan di Mabes Polri, menurut informasi yang diperoleh Floresa dari korban dan pengacaranya yang dikonfirmasi oleh Polres Manggarai Barat.
Berbicara melalui percakapan Whatsapp dengan Floresa, Bernardinus Budiman Tri Idu, korban penganiayaan itu, meneruskan informasi dari kuasa hukumnya, Hipatios Wirawan Labut, bahwa para pelaku sudah diperiksa oleh Paminal Korpolairud di Mabes Polri.
“Ini pelaku yang sudah diperiksa Paminal,” bunyi pesan yang ia kirim kepada Floresa pada 9 Januari.
Paminal, singkatan dari Pengamanan Internal, merupakan suborganisasi di bawah Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, yang biasa menangani pelanggaran kode etik.
Korban juga meneruskan pesan yang disampaikan Kasat Reskrim Polres Manggarai Barat, AKP Lufthi Darmawan Aditya kepada Hipatios yang menjelaskan bahwa sanksi untuk pelaku “akan dikoordinasikan lagi.”
“Mereka anggota Mabes di Jakarta, tapi [soal sanksi] pasti mereka akan tindaklanjuti karena sudah diperiksa Paminal,” bunyi pesan tersebut.
Sementara itu, dalam pesan lain yang diteruskan Hipatios kepada Floresa, Lufthi menjelaskan bahwa “laporan sanksi telah diterima.”
Namun, ia mengaku tidak bisa membagikan dan menjelaskan secara rinci sanksi yang dimaksud.
“Lain waktu saya tunjukan aja,” kata Lufthi kepada Hipatios.
Dihubungi Floresa pada 9 Januari, Lufthi membenarkan bahwa para pelaku telah diperiksa, selaras dengan informasi yang ia sampaikan kepada Hipatios.
“Sudah itu,” jawabnya singkat melalui pesan WhatsApp.
Soal sanksi, ia menyatakan, “tenang-tenang dulu.”
Saat ditanya perkembangan penyelidikan pidana terhadap pelaku, Lufthi tidak merespons meski pesan telah dibaca.
Kronologi Penganiayaan
Bernard dianiaya di Deja’vu Bar 2.0, Labuan Bajo pada 1 November 2024.
Dalam rekaman CCTV yang telah diperiksa Floresa semula empat orang sedang mondar-mandir di depan Deja’vu, sementara enam lainnya duduk di sekitar kafe itu.
Tak lama kemudian seseorang masuk ke kafe, disusul empat lainnya yang berancang-ancang mendekati pintu, sebelum mundur kembali.
Beberapa detik kemudian terlihat sejumlah orang keluar dari kafe sembari memukuli seseorang, yang diakui Bernard adalah dirinya.
Ditemui Floresa pada 20 November, Bernard bercerita, menjelang subuh pada 1 November itu ia dan beberapa temannya tengah mengikuti acara Halloween di kafe yang terletak di Kampung Ujung, Kelurahan Labuan Bajo itu.
Tiba-tiba, katanya, petugas keamanan kafe menghampirinya saat sedang berjoget, memintanya keluar kafe, “beralasan ada yang mencari saya.”
Ia semula menolak permintaan petugas keamanan itu, namun, “karena terus didesak, saya akhirnya menurut.”
Sesampai di pintu utama kafe, “tiba-tiba tiga orang yang tak dikenal” menarik baju sebelum mulai memukulinya.
Tiga orang itu, kata Bernard, lalu menariknya menjauhi pintu kafe sebelum beberapa lainnya juga ikut memukulinya.
Ia sempat terjatuh dan “orang-orang tak dikenal itu menginjak tubuh saya.”
Pukulan bertubi-tubi turut melemahkan tubuhnya. Bernard tak mampu membela diri.
Yang bisa ia lakukan saat itu hanya “menutup kepala dengan kedua tangan agar terhindar dari pukulan.”
Beberapa pengunjung kafe yang melihat peristiwa itu berusaha melerai, termasuk seorang satpam. Mereka lalu mengevakuasi Bernard ke Gardena Bungalow, sekitar 300 meter dari Deja’vu.
“Saya tidak tahu apa yang terjadi pada diri saya jika mereka tidak melerai,” kata Bernard.
Ia mengatakan sekujur tubuhnya terasa sakit setelah peristiwa itu.
Dalam video yang ditunjukkan ke Floresa, tampak tangan kirinya terluka dan berlumuran darah. Luka dan lebam juga terlihat pada bagian kening, pipi dan punggung.
Oleh beberapa teman, Bernard kemudian diantar pulang ke rumah seorang kerabat.
Ia tak berani pulang ke rumah orang tuanya “karena khawatir mereka akan panik.”
Dalam kesakitan, Bernard yang ditemani kerabat dan sejumlah temannya melaporkan penganiayaan tersebut ke Polres Manggarai Barat sekitar pukul 05.00 Wita.
Ia kemudian melakukan visum di Puskesmas Labuan Bajo, ditemani dua polisi.
Setelah visum, ia dimintai keterangan di bagian Reserse dan Kriminal Umum Polres Manggarai Barat. Baju yang dikenakan, yang sudah robek dan berlumuran darah, menjadi barang bukti.
Pasca kejadian itu, atasan pelaku tiga kali menghampiri keluarga Bernard.
Mereka meminta menyelesaikan kasus itu secara kekeluargaan.
Namun, keluarga Bernard menolak karena ingin kasus ini diselesaikan secara hukum.
Dorong Pemeriksaan Semua Pelaku
Hipatios Wirawan berharap polisi menuntaskan penanganan kasus ini.
“Kami percaya polisi akan menyelesaikan kasus itu secara profesional dan transparan,” katanya.
Ia menambahkan, pihaknya juga mengapresiasi “jika institusi telah memberikan sanksi kepada pelaku.”
“Polisi juga harus memeriksa semua pelaku, karena di CCTV ada banyak orang yang terlibat dalam pemukulan,” tegasnya.
Editor: Petrus Dabu