Warga Manggarai Barat yang Getol Protes Tambang Bebatuan Ilegal Diperiksa Polisi Usai Dituding Intimidasi Karyawan Perusahaan

Pemeriksaan itu terjadi di tengah upaya polisi menyelidiki aktivitas ilegal perusahaan

Floresa.co – Seorang warga di Kabupaten Manggarai Barat yang getol memprotes penambangan bebatuan ilegal diperiksa polisi setelah dituding mengintimidasi salah satu karyawan perusahaan.

Muhamad Sainal Abdin, warga Kampung Ra’ong, Dusun Compang, Desa Golo Mori di Kecamatan Komodo diperiksa oleh Polres Manggarai Barat setelah dilaporkan mengancam karyawan PT Logam Bumi Sentosa.

Pemeriksaan itu menyusul surat undangan wawancara klarifikasi yang diteken Kasat Reskrim Polres Manggarai Barat, Lufthi Darmawan Aditya pada 9 April.

Dalam surat itu, Lufthi menjelaskan, undangan klarifikasi itu terkait laporan “dugaan tindak pidana pengancaman” terhadap Hironimus Selamu alias Nimus, operator eksavator PT Logam Bumi Sentosa yang dilaporkan pada 2 April.

Surat undangan wawancara klarifikasi yang dikirim Polres Manggarai Barat kepada Muhamad Sainal Abdin pada 9 April 2025. (Dokumentasi Muhamad Sainal Abdin)

Sainal yang berbicara kepada Floresa usai pemeriksaan mengaku “penyidik menanyakan terkait kronologi dugaan pengancaman itu.” 

Ia menjelaskan dugaan pengancaman itu berkaitan dengan tegurannya kepada Nimus pada 21 Maret setelah sehari sebelumnya “saya mengadang dua buah truk yang hendak mengangkut material” ke lokasi stone crusher atau alat pemecah batu milik Jemy, merujuk Jemy Lasono Nday, pemilik PT Logam Bumi Sentosa.

Kedua sopir truk itu mengaku “baru pertama kali ke sini” dan “sudah diketahui oleh perusahaan.”

Mereka juga mengaku “bos kami sudah menelepon orang perusahaan untuk membeli material dan uangnya sudah ditransfer ke Baba Jemy.”

Ia lalu memberitahu kedua sopir itu bahwa “untuk sementara material tidak boleh diangkut karena Jemy belum memenuhi semua janjinya” kepada warga Ra’ong, termasuk pembangunan jalan dan perbaikan deker yang rusak karena lalu lintas mobil dan alat berat perusahaan.

“Mereka pulang kosong. Saya bilang ke mereka, mohon maaf, ite (Anda) belum bisa ke sana. Ite pulang saja dulu,” katanya. 

Sainal berkata kedua sopir itu lantas memberitahukan hal tersebut kepada Sumar, warga Kampung Ra’ong yang menjadi bendahara di stone crusher itu.

Sumar kemudian “datang ke rumah saya” dan “meminta izin untuk tetap mengangkut material,” sembari mengaku “permintaan izin tersebut menjadi bukti bahwa Baba Jemy telah melanggar kesepakatan.” 

“Namun, saya mengingatkan dia tentang kesepakatan lisan — merujuk berita acara rapat pada 16 Januari 2023 — agar jangan dulu angkut sebelum Baba Jemy memenuhi semua janjinya,” katanya.

Truk yang diadang Muhamad Sainal Abdin saat hendak mengangkut material ke stone crusher milik PT Logam Bumi Sentosa pada 20 Maret 2025. (Dokumentasi Muhamad Sainal Abdin)

Sainal mengaku pertama kali menegur Nimus pada 21 Maret pagi saat “kami secara tidak sengaja bertemu di rumah seorang keluarga.”

Ia menegur Nimus karena “masih membiarkan kedua truk itu hendak mengangkut material,” kendati Jemy belum memenuhi semua janjinya.

Nimus mengaku “bos (Jemy) yang suruh,” yang dijawab Sainal, “jangan dulu angkut material sebelum Jemy memenuhi janjinya.”

“Saya ini tergantung bos. Kalau bos suruh saya beroperasi, saya lakukan itu,” kata Sainal menirukan ucapan Nimus.

Sainal lalu bertanya “apakah Ite bisa untuk tidak ikuti suruhan bos?” sembari menambahkan “coba Ite ikuti dulu kesepakatan dengan warga.”

Ia berkata, “kesepakatan itu bukan dibuat oleh ite dan bos,” tetapi warga dengan Jemy.

Kalau mau angkut material, katanya, terlebih dahulu Jemy harus konfirmasi dengan warga.

“Kalaupun Baba Jemy tidak mau konfirmasi dengan kami, tetapi Ite sebagai pekerjanya harus konfirmasi dulu dengan kami,” kata Sainal.

Merespons pernyataan itu, Nimus sekali lagi berkata “saya sudah bilang semua tergantung bos” sembari menambahkan “kalau bos suruh, maka saya harus layani” dan “tidak mungkin saya tidak melayani bos.” 

Sainal bercerita, pada hari yang sama, ia mendapati dua truk yang melintas di depan rumahnya dan mengangkut material dari lokasi stone crusher.

Ia kemudian mengadang kedua truk itu dan meminta sopir untuk turun serta menjelaskan kesepakatan warga dengan Jemy. 

Ia juga sempat menyuruh kedua sopir truk itu berbalik arah dan menurunkan kembali material itu supaya “mereka pulang kosong.”

Namun, kedua sopir itu memohon agar “kali ini saja kami angkut material.”

“Saya kemudian meminta nomor ponsel Nimus ke mereka. Saya mau bicara sama dia,” katanya.

Dua buah truk yang diadang warga Kampung Ra’ong karena mengangkut kerikil dari stone crusher milik Baba Jemy pada 21 Maret 2025. (Dokumentasi Muhamad Sainal Abdin)

Merespons pertanyaan itu, salah satu sopir menelepon Nimus dan “memberitahu bahwa ada yang mau bicara dengannya” sembari memberikan ponsel itu kepada Sainal.

Dalam percakapan itu, Sainal bertanya kepada Nimus “kenapa Ite masih mengizinkan truk mengangkut material?”

“Tadi pagi kan saya sudah sampaikan ke Ite supaya jangan dulu angkut.”

Merespons pertanyaan itu, Nimus berkata “saya disuruh Baba Jemy,” sembari menekankan bahwa “Baba Jemy kan bos saya, tidak mungkin saya tidak ikut perintah bos.”

Sainal lalu kembali mengingatkan Nimus tentang kesepakatan warga dengan Jemy supaya “jangan dulu angkut material,” yang dijawab Nimus dengan berkata: “Baba Jemy tidak bilang begitu.”

Sainal lalu berkata “tidak boleh operasikan lagi stone crusher. Jangan ada lagi stone crusher di sini.”

Kalau masih membangkang, kata dia, “bakar saja alat itu.”

“Kalau tidak mau dibakar, tarik saja alat itu dari sini. Kami tidak menginginkan alat itu ada di sini.”

“Kalau stone crusher masih ada di situ, Ite harus diganti. Jangan ite lagi yang ada di situ. Kami tidak mau Ite ada di situ lagi karena Ite bikin marah kami di sini,” tambahnya.

Stone crusher atau alat pemecah batu yang didatangkan Jemy Lasmono Nday, pemilik PT Logam Bumi Sentosa pada 2022 tanpa sepengetahuan warga Kampung Ra’ong, Dusun Compang, Desa Golo Mori. Alat ini berada persis di samping perkebunan warga dan debu yang dihasilkannya menempel pada sayur. (Dokumentasi warga)

Sainal menegaskan “kami sudah berkali-kali sampaikan terkait kesepakatan,” tetapi “ite masih membangkang.”

“Lalu dia bilang begini, ‘terkait dengan bakar itu, bila perlu bakar sekalian dengan saya,’” kata Sainal menirukan ucapan Nimus.

“Saya sambung dia punya omongan ‘kalau memang itu maunya Ite, silakan. Tapi, saya tidak mau,’” tambahnya.

Mendengar percakapan itu, salah satu sopir berkata “kau juga bukan daging ayam yang kalau dibakar (dagingnya) enak.”

Sopir itu menambahkan “kalau mau seperti itu bakar diri saja.”

“Lalu saya melanjutkan ‘kalau mau bakar diri, bakar sendiri saja,’” kata Sainal.

Sainal mengaku usai menelepon Nimus, “saya berubah pikiran dan membiarkan kedua sopir itu tetap mengangkut material karena mereka berkali-kali memohonnya.”

“Kami tidak tahu soal janji itu. Kami baru pertama kali datang ke sini dan disuruh oleh bos. Bos kami sudah mentransfer uang material ini ke Baba Jemy,” kata Sainal menirukan ucapan kedua sopir itu.

“Kami akan beri tahu teman-teman kami supaya tidak angkut material di sini lagi,” tambahnya menirukan ucapan para sopir itu.

Floresa meminta tanggapan Hironimus Selamu alias Nimus terkait “alasan melaporkan Sainal ke polisi” melalui WhatsApp pada 10 dan 12 April.

Namun, ia tak merespons, kendati pesan yang dikirim ke ponselnya bercentang dua, tanda telah sampai kepadanya.

Klaim Sepihak Perusahaan

Sementara itu, Jemy mengklaim telah merealisasikan semua janjinya kepada warga di Kampung Ra’ong. 

Klaim itu tertuang dalam berita acara yang ditulisnya sendiri bernomor 002/CSR/LBS/IV/2024 tentang “Realisasi Corporate Social Responsibility atau CSR (Tanggung Jawab Sosial Perusahaan)” tertanggal 9 Juni 2024.

Jemy mengklaim berita acara itu yang salinannya diperoleh Floresa merupakan “serah terima hasil sejumlah program CSR” untuk warga Dusun Compang sebagaimana tertuang dalam dokumen kesepakatan tertanggal 20 November 2020.

Kesepakatan yang disinggung Jemy merujuk pada berita acara rapat yang ditandatangani bersama Tua Golo, Muhamad Tayeb pada 29 November 2020.

Salah satu poin dalam berita acara itu adalah Jemy menyanggupi beberapa pekerjaan fisik, di antaranya pembuatan jalan dengan material sirtu mulai dari jalan poros Golo Mori — Desa Golo Sengang, Kecamatan Sano Nggoang sampai di Kampung Ra’ong — yang melingkari kampung bawah dan jalan dari cabang lapangan sampai ke kampung atas.

Selain itu, Jemy menyanggupi pembuatan rabat di kali Wae Lancung dan Wae Jondo dengan lebar lima meter serta pembuatan lima unit deker.

Berita acara yang ditandatangani Jemy Lasmono Nday dan Muhamad Tayeb dalam sebuah rapat bersama warga pada 29 November 2020. (Dokumentasi Muhamad Sainal Abdin)

Dalam berita acara yang ditulisnya, Jemy mengklaim perusahaannya telah membangun infrastruktur berupa jalan dusun dan beberapa unit deker sejak 2022 sampai April 2024.

Ia menyebut beberapa item yang sudah dikerjakan di antaranya pembukaan jalan baru sepanjang 1000 meter dan pengerasan jalan dengan sirtu sepanjang 4,5 kilometer dan lebarnya kurang lebih enam meter.

Ia juga mengklaim perusahaan telah mengerjakan lima unit deker, satu unit limpasan sepanjang 10 meter, jalan beton sepanjang 40 meter dan dua unit rabat di Kali Wae Jondo dan Wae Lancung.

“Sebagian pekerjaan tersebut melibatkan warga Kampung Ra’ong yakni tiga unit deker dan satu unit limpasan,” klaimnya.

Jemy mengklaim total anggaran yang disalurkan untuk CSR tersebut Rp1.300.521.000.

Ia mengklaim “berita acara ini merupakan bukti komitmen” PT Logam Bumi Sentosa atas kesepakatan bersama warga Dusun Compang. 

“Penandatanganan berita acara ini merupakan bukti serah terima untuk sejumlah hasil pekerjaan tersebut,” klaimnya.

Berita acara tersebut hanya ditandatangani oleh Jemy dan Lodovikus Anjut, seorang staf perusahaan yang kala itu bertindak sebagai saksi.

Sementara Muhamad Tayeb enggan menandatangani berita acara itu, kendati Jemy mencantumkan namanya.

Berita acara “Realisasi Corporate Social Responsibility atau CSR (Tanggung Jawab Sosial Perusahaan)” yang ditandatangani Baba Jemy dan seorang stafnya pada 9 Juni 2024. (Dokumentasi Muhamad Sainal Abdin)

Sainal berkata kaum muda mendesak Tayeb untuk tidak menandatangani berita acara itu karena “masih banyak item hasil kesepakatan yang belum terpenuhi” oleh Jemy.

Ia menyebut salah satu item yang belum dikerjakan adalah perbaikan dua unit deker di Kali Wae Wol dan di dekat rumah Muhamad Yasin, seorang warga Kampung Ra’ong.

Kedua deker yang dibangun pemerintah desa pada 2018 itu rusak pada 2022 karena “lalu lintas mobil dan alat berat perusahaan.” 

Warga pun menuntut perusahaan membangun deker baru beserta sayapnya.

Sainal berkata, pada 2022 perusahaan sempat membangun deker baru di Kali Wae Wol, namun tidak bertahan sampai satu bulan karena “campurannya tidak kuat.”

Satu tahun kemudian, kata dia, perusahaan membangun gorong-gorong sebagai antisipasi sementara.

Ia berkata, tahun lalu perusahaan hendak membangun deker baru yang fondasinya disambungkan dengan gorong-gorong itu.

Namun, ide tersebut diprotes warga karena “kami menginginkan deker baru yang lebih kuat.”

Sekitar awal Agustus 2024, perusahaan pun mencabut gorong-gorong itu dan hanya membangun fondasi deker.

“Sampai saat ini, pengerjaan deker itu belum dilanjutkan,” katanya.

Fondasi deker yang dibangun PT Logam Bumi Sentosa di Kali Wae Wol pada tahun lalu. Tampak juga gorong-gorong yang telah dicabut oleh perusahaan itu usai warga mendesak agar dibangun deker baru. (Dokumentasi warga)

Pada 3 April, PT Logam Bumi Sentosa mengirim 20 sak semen, sekitar 20 batang besi beton dan empat lembar triplek untuk membangun deker di depan rumah Yasin.

Namun, Sainal menilai pengiriman material tersebut merupakan upaya Jemy membungkam warga yang menolak aktivitas perusahaannya.

Ia juga melarang pegawai perusahaan yang mengangkut material tersebut supaya “jangan dulu lanjut kerja karena sedang dalam persoalan” — merujuk pada penyelidikan Polres Manggarai Barat terkait pertambangan ilegal.

Sainal berkata, Jemy tidak patuh pada kesepakatan yang tertuang dalam berita acara yang diteken pada 16 Januari 2023 bersama Tua Golo atau kepala kampung, Muhamad Tayeb, Samaila dan Japri — keduanya merupakan Kepala Desa dan Ketua Badan Permusyawaratan Desa di Desa Golo Mori.

Salah satu poin dalam berita acara itu adalah perusahaan “membuat lima unit deker baru beserta sayapnya” serta “memperbaiki dua deker yang rusak akibat aktivitas perusahaan.”

Dalam berita acara itu disebutkan bahwa Jemy bersedia memulai pengerjaan deker pada 19 Januari 2023 dan tuntas pada 30 April 2023.

Penyelidikan Tambang Ilegal

Pelaporan terhadap Sainal terjadi di tengah upaya Polres Manggarai Barat menyelidiki PT Logam Bumi Sentosa karena beroperasi secara ilegal dan memicu kerusakan lingkungan di Kampung Ra’ong.

Informasi yang diperoleh Floresa, melalui Sainal, polisi telah mengirimkan surat undangan wawancara klarifikasi kepada dua orang warga kampung itu, yakin Suhardi dan Mustafa, Ketua RT 05 pada 11 April.

Keduanya akan memberi keterangan terkait aktivitas PT Logam Bumi Sentosa pada 14 April.

Pada hari yang sama, polisi juga mengirimkan surat undangan wawancara klarifikasi kepada Haji Akbar Hape dan Arifin — keduanya merupakan kakek dan ayah Sainal.

Haji Akbar dan Arifin yang merupakan korban aktivitas PT Logam Bumi Sentosa akan memberikan keterangan pada 15 April.

Sainal mengaku “lahan kami dan kakek saya” yang berbatasan langsung dengan Kali Wae Jondo tergerus dan ketika air meluap terjadi genangan karena perusahaan menambang sampai di bibir kali. 

Ia menambahkan perusahaan telah mengingkari kesepakatan dengan warga yang dituangkan dalam berita acara, yaitu “mereka tidak boleh mengeruk batu dan pasir yang berada dua meter dari bibir kali.”

Lahan milik Haji Akbar Hape yang tergerus karena PT Logam Bumi Sentosa mengeruk batu dan pasir hingga ke bibir Kali Wae Jondo. Padahal, dalam kesepakatan dengan warga pada 16 Januari 2023, perusahaan bersedia untuk tidak mengeruk pasir dan batu yang berada dua meter dari tebing kiri dan kanan kali. (Dokumentasi warga)

Sebelumnya, polisi telah meminta klarifikasi Sainal, Muhamad Yasin dan Muhamad Tayeb pada 27 Maret.

Floresa meminta tanggapan Kasat Reskrim Polres Manggarai Barat, Lufthi Darmawan Aditya terkait “perkembangan penyelidikan terhadap PT Logam Bumi Sentosa” melalui WhatsApp pada 10 April.

Namun, ia tak merespons, kendati pesan yang dikirim ke ponselnya bercentang dua, tanda telah sampai kepadanya.

Sehari kemudian, Floresa mendatangi ruangan kerja Lufthi, meminta tanggapannya terkait perkembangan penyelidikan terhadap PT Logam Bumi Sentosa dan pemeriksaan terhadap Sainal. Namun, pintu ruangannya tertutup rapat.

Floresa sekali lagi meminta tanggapan Lufthi melalui WhatsApp pada 12 April. 

Namun ia tetap tidak merespons, kendati pesan yang dikirim ke ponselnya bercentang dua.

Editor: Ryan Dagur

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, Anda bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

TERKINI

BANYAK DIBACA