Perusahaan Tambang Bebatuan Ilegal di Manggarai Barat Hendak Perbaiki Deker yang Rusak Tiga Tahun Lalu, Warga Sebut untuk Bungkam Suara Mereka

Pengiriman material untuk memperbaiki deker terjadi di tengah langkah polisi menyelidiki aktivitas ilegal perusahaan tersebut

Floresa.co – Warga di Kabupaten Manggarai Barat menilai langkah perusahaan tambang bebatuan ilegal mengirim material untuk memperbaiki deker yang rusak tiga tahun lalu sebagai bentuk pembungkaman terhadap kelompok yang memprotes aktivitasnya.  

PT Logam Bumi Sentosa, milik Jemy Lasmono Nday alias Baba Jemy, mengirim 20 sak semen, sekitar 20 batang besi beton dan empat lembar triplek ke Kampung Ra’ong, Dusun Compang, Desa Golo Mori, Kecamatan Komodo pada 3 April.

Truk milik Jemy menurunkan material itu di rumah Muhamad Yasin, salah satu warga kampung itu.

Muhamad Sainal Abdin, salah satu warga Kampung Ra’ong yang getol memprotes perusahaan itu berkata, material itu untuk memperbaiki deker di depan rumah Yasin.

Deker tersebut dibangun pemerintah desa pada 2018, namun rusak pada 2022 karena “lalu lintas mobil dan alat berat perusahaan.”

Warga pun menuntut perusahaan membangun deker baru beserta sayapnya.

“Setahun kemudian perusahaan membangun gorong-gorong. Mereka bilang ini hanya antisipasi sementara. Mereka juga berjanji tetap membangun deker baru,” kata Sainal kepada Floresa pada 6 April. 

Alih-alih membangun deker baru, PT Logam Bumi Sentosa justru membangun gorong-gorong di depan rumah Muhamad Yasin pada 2023. (Dokumentasi warga)

Ia mengaku melarang pegawai perusahaan yang mengangkut material tersebut supaya “jangan dulu lanjut kerja karena sedang dalam persoalan” — merujuk pada penyelidikan Polres Manggarai Barat terkait pertambangan ilegal.

“Jika ingin melanjutkan pengerjaan deker, maka terlebih dahulu Baba Jemy harus ketemu dengan warga yang menolak penambangan ilegal,” katanya.

Ia menilai pengiriman material tersebut merupakan upaya Jemy membungkam warga yang menolak aktivitas perusahaannya.

“Sebelumnya ia tidak punya keinginan untuk bangun deker. Ketika muncul persoalan, baru ada keinginan,” katanya.

“Kami merasa tidak dihargai oleh Baba Jemy. Padahal, dia telah mengeruk kekayaan alam kami,” tambah Sainal.

Ia juga menyoroti ketidakpatuhan Jemy untuk membangun deker baru di Kali Wae Wol yang juga rusak oleh lalu lintas mobil dan alat beratnya.

Deker itu juga dibangun pemerintah desa pada 2018, tetapi mulai rusak empat tahun kemudian, membuat warga menuntut perusahaan agar membangun deker baru.

“PT sempat bangun deker tapi tidak bertahan sampai satu bulan karena campurannya tidak kuat,” kata Sainal.

“Satu tahun kemudian, mereka membangun gorong-gorong sebagai antisipasi sementara,” tambahnya.

Sainal berkata, tahun lalu perusahaan hendak membangun deker baru yang fondasinya disambungkan dengan gorong-gorong yang telah dibangun sebelumnya.

Namun, ide tersebut diprotes warga karena “kami menginginkan deker baru yang lebih kuat.”

Sekitar awal Agustus 2024, perusahaan pun mencabut gorong-gorong itu dan hanya membangun fondasi deker.

“Sampai saat ini, pengerjaan deker itu belum dilanjutkan,” katanya.

Fondasi deker yang dibangun PT Logam Bumi Sentosa di Kali Wae Wol pada tahun lalu. Tampak juga gorong-gorong yang telah dicabut oleh perusahaan itu usai warga mendesak agar dibangun deker baru. (Dokumentasi warga)

Sainal berkata, Jemy tidak patuh pada kesepakatan yang tertuang dalam berita acara yang diteken pada 16 Januari 2023 bersama Tua Golo atau kepala kampung, Muhamad Tayeb, Samaila dan Japri — keduanya merupakan Kepala Desa dan Ketua Badan Permusyawaratan Desa di Desa Golo Mori.

Salah satu poin dalam berita acara itu adalah perusahaan “membuat lima unit deker baru beserta sayapnya” serta “memperbaiki dua deker yang rusak akibat aktivitas perusahaan.”

Dalam berita acara itu disebutkan bahwa Jemy bersedia memulai pengerjaan deker pada 19 Januari 2023 dan tuntas pada 30 April 2023.

Sainal berkata sehari sebelum pengiriman material itu, warga mengadang mobil tronton di Kali Wae Wol dan “menyuruh sopirnya pulang” karena “perusahaan sedang diselidiki polisi.”

Ia menduga mobil itu hendak mengangkut eksavator milik perusahaan yang diparkir di halaman rumah milik salah satu warga, setelah sebelumnya berada ada di lokasi penggilingan batu atau stone crusher

Eksavator milik PT Logam Bumi Sentosa yang diparkir di halaman rumah milik salah satu warga Kampung Ra’ong pada 2 April 2025. Sebelumnya alat itu berada di lokasi stone crusher di dekat Kali Wae Lambos. (Dokumentasi warga)

Floresa meminta tanggapan Jemy Lasmono Nday terkait pengiriman material tersebut melalui WhatsApp pada 6 April. 

Namun, ia tak merespons, kendati pesan yang dikirim ke ponselnya bercentang dua, tanda telah sampai kepadanya.

Diselidiki Polisi

Aktivitas PT Logam Bumi Sentosa di Kampung Ra’ong tengah diselidiki Polres Manggarai Barat karena beroperasi secara ilegal dan memicu kerusakan lingkungan.

Polisi telah meminta klarifikasi tiga orang warga Kampung itu pada 27 Maret, yakni Muhamad Sainal Abdin, Muhamad Yasin dan Muhamad Tayeb.

Kepada penyidik, Sainal berkata, Jemy pertama kali masuk ke kampungnya pada 2020 dan meminta persetujuan warga agar menambang batu dan pasir di Kali Wae Lambos dan Wae Jondo dalam jangka waktu lima tahun.

Setelah mendapat persetujuan, Jemy langsung mulai menambang, kendati “tidak pernah menunjukkan izinnya kepada kami.”

Sainal berkata, pada 2022, Jemy mendatangkan stone crusher yang ditempatkan di tanahnya di dekat Wae Lambos.

Kehadiran stone crusher itu “tidak pernah dibicarakan kepada warga,” tetapi “perusahaan mulai mengolah, mengangkut dan menjual material ke luar.”

“Yang disepakati warga hanya penggalian batu dan pasir, bukan penggilingan batu,” kata Sainal.

Stone crusher yang didatangkan PT Logam Bumi Sentosa pada 2022 tanpa sepengetahuan warga Kampung Ra’ong. Alat ini berada persis di samping perkebunan warga dan debu yang dihasilkannya menempel pada sayur. (Dokumentasi warga)

Sainal berkata, penyidik juga menanyakan terkait kerugian akibat aktivitas perusahan tersebut.

Ia menjawab, perusahaan telah mengingkari kesepakatan dengan warga yang dituangkan dalam berita acara, yaitu “mereka tidak boleh mengeruk batu dan pasir yang berada dua meter dari bibir kali.”

“Perusahaan tidak mengindahkan kesepakatan itu dan tetap menambang sampai di bibir kali,” katanya.

Akibatnya, kata dia, lahan warga yang berbatasan dengan kali tersebut tergerus dan ketika air meluap terjadi genangan.

“Perusahaan juga menutup kali kecil di dekat penggilingan batu. Mereka membangun selokan dan mengubah aliran air kali itu ke Wae Lambos,” katanya.

“Saat musim hujan, kali itu meluap dan menggenangi lahan warga,” tambahnya.

Andreas Kantus, Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Cabang Wilayah III Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral [ESDM] Provinsi NTT — yang menaungi Manggarai Timur, Manggarai dan Manggarai Barat — berkata “saat ini PT Logam Bumi Sentosa hanya mengantongi Izin Usaha Pertambangan [IUP] Eksplorasi dan belum ditingkatkan ke IUP Operasi Produksi atau Eksploitasi.”

IUP Eksplorasi, kata dia, merupakan kegiatan usaha pertambangan untuk informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan sumber daya terukur dari bahan galian serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup.

Karena itu, PT Logam Bumi Sentosa “tidak boleh menggali, mengolah, mengangkut, dan menjual material.”

“Perusahaan yang menggali, mengolah, mengangkut, dan menjual dikategorikan kegiatan operasi produksi ilegal,” katanya kepada Floresa pada 26 Maret.

Mobil dan alat berat milik PT Logam Bumi Sentosa yang dipakai untuk memanfaatkan, mengolah dan atau memurnikan, mengembangkan, mengangkut pasir dan batu dari Kali Wae Lambos. (Dokumentasi warga)

Andreas berkata, sebagai respons atas informasi terkait aktivitas ilegal perusahaan itu, pihaknya akan berkoordinasi dengan Dinas ESDM Provinsi NTT dan Inspektur Tambang agar memberikan pembinaan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pembinaan, kata dia, termasuk teguran dan penghentian operasi produksi.

“Informasi bahwa ada kegiatan operasi produksi oleh perusahaan tersebut sejauh ini belum masuk ke Cabang Dinas ESDM Wilayah III,” katanya.

Andreas menegaskan Pasal 160 ayat 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menyebutkan “setiap orang yang mempunyai IUP Eksplorasi tetapi melakukan kegiatan operasi produksi dipidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.”

Selain itu, Pasal 161 Undang-Undang tersebut menyebutkan “setiap orang yang menampung, memanfaatkan, mengolah dan atau memurnikan, mengembangkan, mengangkut, serta menjual mineral dan atau batubara yang tidak berasal dari pemegang IUP, Izin Usaha Pertambangan Khusus, Izin Pertambangan Rakyat, Surat Izin Penambangan Batuan dipidana penjara lima tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.”

Editor: Ryan Dagur

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, Anda bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

TERKINI

BANYAK DIBACA