Seperti di Mataloko, Semburan “Lumpur Panas”  Muncul di Sumatera Utara, Klaim Ramah Lingkungan Proyek Geotermal Kian Jadi Tanda Tanya

Pengelola wilayah kerja panas bumi di Sorik Marapi itu juga mengerjakan proyek di Flores

Floresa.co – Semburan lumpur panas di dekat lokasi proyek geotermal di Sumatera Utara yang viral baru-baru ini kian memicu pertanyaan soal klaim ramah lingkungan sumber energi yang disebut baru dan terbarukan itu. 

Fenomena serupa juga telah terjadi di sekitar lokasi proyek geotermal Mataloko, Kabupaten Ngada, NTT.

Semburan lumpur di Sumatera Utara itu terjadi di Desa Roburan Dolok, Kecamatan Panyabungan Selatan, Kabupaten Mandailing Natal yang menjadi Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Sorik Marapi.

WKP seluas 62.900 hektare atau 629 kilometer persegi itu mencakup 138 desa di 10 kecamatan yang dikelola PT Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP).

PT SMGP merupakan anak perusahaan KS Orka Renewables Pte. Ltd yang berbasis di Singapura. 

Anak perusahaan lain KS Orka Renewables Pte. Ltd adalah PT Sokoria Geothermal Indonesia, pengembang proyek panas bumi di Sokoria, Kabupaten Ende, Flores. Proyek panas bumi Sokoria yang saat ini memiliki kapasitas total 8 megawatt sedang dalam rencana pengembangan.

Sementara pihak perusahaan menyebut fenomena di Sumatera Utara tersebut sebagai “semburan air panas” dan gejala alamiah di wilayah yang memiliki potensi panas bumi, organisasi advokasi isu lingkungan menilai hal itu menunjukkan bahwa proyek geotermal yang diklaim ramah lingkungan dan solusi krisis iklim justru menjadi petaka bagi warga setempat dan lingkungan mereka.

Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menyatakan, semburan lumpur panas di Desa Roburan Dolok berjarak kurang dari satu kilometer dari titik pengeboran atau wellpad E milik PT SMGP.

Mengutip kesaksian warga, Jatam menyatakan setidaknya sepuluh titik semburan lumpur panas yang seluruhnya berada di kebun warga. 

Organisasi itu mengklaim, berdasarkan perhitungan citra satelit, lokasi semburan berada sekitar 900 meter dari wellpad E dan sekitar 317 meter dari permukiman warga di Desa Roburan Dolok yang dihuni 1.931 jiwa. 

“Titik-titik baru semburan lumpur ini rata-rata juga hanya berjarak sekitar 700 meter dari puskesmas setempat,” menurut Jatam dalam keterangan yang diterima Floresa pada 26 April.

Berdasarkan cerita warga, tulis Jatam, sebelum semburan lumpur panas terjadi, muncul rekahan-rekahan kecil di permukaan tanah yang mengeluarkan asap. Gejala ini telah terjadi sejak tahun 2021 atau empat tahun setelah pengeboran oleh SMGP. 

“Meski warga telah berulang kali melaporkan kemunculan rekahan tersebut kepada perusahaan, laporan-laporan itu tampak diabaikan. Seiring waktu, rekahan-rekahan itu membentuk kawah yang terus meluas, disertai bertambahnya jumlah titik kawah baru,” tulis Jatam.

Kawah-kawah tersebut hampir seluruhnya muncul di kebun garapan warga yang ditanami karet, kemiri dan kakao yang siap panen. 

“Setidaknya empat hektare kebun telah rusak akibat semburan lumpur panas sejak 2024. Tak hanya merusak tanaman keras tahunan, lumpur panas yang berbau belerang itu juga muncul di lahan sawah produktif yang biasa digunakan warga untuk menanam padi,” tulis organisasi itu.

Apa Kata Perusahaan dan Pemerintah?

Berbeda dengan Jatam yang menggunakan terminologi “lumpur panas,” PT SMGP menyebut fenomena itu sebagai “semburan air panas atau manifestasi”. 

Agung Iswara, Corporate Communication Manager PT SMGP berkata, perusahaan bersama Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Mandailing Natal melakukan tinjauan lapangan langsung ke lokasi pada 23 April menyusul video semburan yang beredar di media sosial.

“Hasilnya menunjukkan bahwa titik manifestasi tersebut berada di lokasi lain di Desa Roburan Dolok dan tidak berada di area sumur Pad-E PT SMGP. Sementara manifestasi yang berada di sekitar area Pad-E merupakan fenomena alamiah yang telah terpantau sejak tahun 2021,” ujarnya dalam keterangan pers pada 25 April.

Agung menklaim, manifestasi ini tidak memiliki hubungan langsung dengan sumur-sumur pada wellpad E. 

Sumur-sumur tersebut telah dibor sejak 2017 dan hingga saat ini belum pernah berhasil mengalirkan uap ataupun fluida panas bumi, katanya, menambahkan bahwa “sehingga sumur-sumur tersebut tidak berkaitan dengan fenomena manifestasi yang dilaporkan.”

Manifestasi seperti ini, jelas Agung, merupakan fenomena alamiah yang umum terjadi di wilayah dengan potensi panas bumi sebagai hasil interaksi antara air tanah dan batuan panas di bawah permukaan. 

“Berbagai manifestasi serupa bahkan telah dikenal masyarakat sekitar sejak lama, jauh sebelum adanya kegiatan eksplorasi oleh PT SMGP,” ujarnya.

Menurut Agung, lokasi wellpad E merupakan area dengan kecenderungan mengalami pergerakan tanah yang tinggi dan memiliki banyak retakan. 

“Fenomena pergerakan tanah (soil creep) atau longsor (landslide) dapat terjadi kapan saja,” katanya, termasuk  “dapat memunculkan manifestasi yang baru ke permukaan.” 

Sementara itu, Direktur Jenderal Energi Baru dan Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Eniya Listiani Dewi belum mau berkomentar lebih jauh soal fenomena tersebut. 

Ia tak menjawab pertanyaan Floresa soal berbahaya tidaknya semburan itu.

“Inspektur Panas Bumi akan recek lagi ke lokasi,” jawabnya singkat via  WhatsApp pada 27 April.

Ancaman Tak Berhenti

Jatam menyatakan, semburan lumpur panas di lokasi penambangan panas bumi SMGP sudah berulang kali terjadi.

Pad 24 April 2022, semburan lumpur panas setinggi lebih dari 30 meter disertai bau gas menyengat menyebabkan 21 warga dan seorang bayi berusia enam bulan terpapar gas beracun dan harus dilarikan ke RSUD Panyabungan, Mandailing Natal.

“Catatan Jatam menunjukkan bahwa operasi panas bumi PT SMGP terus menempatkan warga dalam kondisi darurat, hidup dalam bayang-bayang kematian setiap waktu.”

Karena itu, menurut lembaga tersebut “klaim bahwa geotermal adalah sumber energi bersih, serta klaim perusahaan menggunakan teknologi modern dan standar operasi yang ketat terbukti hanya omong kosong.”

“Rentetan kejadian membuktikan bahwa warga terus-menerus menjadi korban dari kejahatan sistemik perusahaan dan negara,” papar Jatam.

Selain semburan lumpur panas itu, Jatam menyatakan, pada 25 Januari 2021 juga terjadi kebocoran gas beracun H2S dari proyek PT SMGP. 

Peristiwa itu menewaskan lima orang dan puluhan lainnya dirawat di rumah sakit. Para korban, termasuk anak-anak, merupakan warga yang sedang berladang di sekitar wilayah kerja perusahaan. Mereka yang meninggal adalah Suratmi (46), Syahrani (14), Dahni, Laila Zahra (5) dan Yusnidar (3).

Pasca kejadian itu, menurut Jatam, juga terjadi beberapa kali kebocoran gas H2S yang menyebabkan warga sekitar mengalami muntah, pusing, pingsan dan harus dirawat intensif di rumah sakit. 

“Rentetan peristiwa maut yang telah menelan ratusan korban ini tak pernah diikuti dengan penegakan hukum yang memadai,” menurut lembaga itu. 

Jatam mencatat, pemerintah hanya sekali memberikan sanksi kepada PT SMGP, yaitu pemberhentian sementara operasi setelah tragedi kebocoran gas H2S pada 25 Januari 2021.

Desak Evaluasi Total secara Independen

Jatam menyatakan, rentetan kejadian berulang tanpa evaluasi menunjukkan bahwa “warga dipaksa menjadi tumbal demi panas bumi.”

“Ruang produksi pertanian hancur, sumber air tercemar, kesehatan terganggu dan ancaman kematian membayangi setiap waktu,” tulis lembaga itu.

Selain semburan lumpur panas dan kebocoran gas H2S, menurut Jatam, potensi bencana lainnya juga mengintai di Mandailing Natal, seperti limbah industri, zat beracun, gempa bumi, amblesan tanah, hingga hujan asam.

“Kejadian di Mandailing Natal bukan yang pertama, dan bukan satu-satunya, tetapi juga tengah terjadi di seluruh wilayah operasi panas bumi di Indonesia—dari Dieng di Jawa Tengah, Lahendong di Tomohon, hingga Ulumbu, Mataloko, dan Sokoria di Pulau Flores,” tulis Jatam.

Klaim Jatam soal proyek di Mataloko merujuk pada laporan munculnya semburan lumpur panas baru pada Desember tahun lalu.

Dalam sejumlah video yang direkam warga Desa Wogo, Kecamatan Golewa, bunyi gemuruh dari lubang-lubang tersebut terdengar jelas.

Proyek geotermal Mataloko dikerjakan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). 

Mulai dikerjakan pada 1998, proyek ini berulang kali gagal, dengan kemunculan lumpur dan uap panas di kebun milik warga mulai terjadi sejak 2006.

Masalah ini membuat Uskup Agung Ende, Mgr. Paulus Budi Kleden, SVD menyatakan pada Januari tahun ini bahwa ia menolak proyek geotermal di wilayahnya, termasuk di Mataloko dan Sokoria.

Sikap itu, katanya, dirumuskan setelah “mendengar berbagai kesaksian dari sejumlah orang di Sokoria dan Mataloko serta usai berdiskusi dengan sejumlah imam.”

Ia juga mendorong resistensi umat dan masyarakat dengan memberikan perhatian dan informasi, baik yang “ilmiah maupun (mendengarkan) kesaksian dari orang-orang di Sokoria dan Mataloko.”

Di Sokoria, laporan lembaga advokasi Gereja Katolik JPIC-SVD Ende menyatakan, pengembangan panas bumi antara lain memicu pencemaran mata air.

Dalam surat yang dikirim ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral pada bulan lalu, lembaga itu menyebut sekitar tahun 2018 masyarakat melakukan protes kepada  PT Sokoria Geothermal Indonesia karena mata air Lowo Tonggo tercemar akibat air limbah yang dibiarkan mengalir dari wellpad A.

Mata air itu dipakai oleh masyarakat Dusun Kopo One di Desa Sokoria Selatan dan Dusun Detu Boti di Desa Sokoria.

“Akibatnya mata air Lowo Tonggo tidak bisa lagi dimanfaatkan sebagai sumber air minum bersih dan sehat,” tulis JPIC-SVD Ende.

Warga sempat membuat pengaduan ke PT SGI yang menghasilkan nota kesepakatan dengan perusahaan. Salah satu poinnya adalah PT SGI menginstalasi pipa air dari mata air Wolo Koro dan selama prosesnya belum selesai, perusahaan menyediakan air bersih bagi masyarakat selama tiga bulan.

“Namun, instalasi pipa air sampai sekarang tidak diselesaikan dan air bersih hanya disediakan PT SGI selama satu setengah bulan,” tulis lembaga tersebut.

Editor: Petrus Dabu

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik mendukung kami, Anda bisa memberi kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

TERKINI

BANYAK DIBACA