Ruteng, Floresa.co – Menyikapi kasus kekerasan yang dilakukan oknum Polres Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) terhadap warga kampung Tumbak pada Sabtu (13/9/2014), para mahasiswa di Ruteng menggelar aksi unjuk rasa hari ini, Selasa (16/9/2014).
Mereka mengecam keras tindakan oknum polisi dan TNI, yang kata mereka, seharusnya melindungi masyarakat dari berbagai bentuk ancaman.
Para mahasiswa ini, antara lain dari Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI)dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI).
Dalam orasinya, Dionisius Reinaldo Triwibowo Sallisai, Ketua PMKRI Ruteng menyatakan, di banyak wilayah operasi pertambangan, aparat keamanan dan militer seringkali menjadi pembela perusahan.
“Saya mempertanyakan apakah tugas kepolisian dijalankan dengan baik. Saya mau tanya, polisi itu ada di pihak mana dalam persoalan tambang Tumbak,” tanya Sallisai saat berdialog langsung dengan beberapa petinggi Polres Manggarai.
Senada dengan Sallisai, Fabianus Apul, Ketua GMNI Manggarai juga menjelaskan runutan persoalan hadirnya pihak keamanan dalam aktivitas pertambangan.
Persoalan tersebut menurut Apul selalu menguntungkan pihak perusahan tambang.
Dalam pernyataannya, PMKRI dan GMNI menyatakan mengutuk tindakan oknum Polres Manggarai.
Menanggapi hal tersebut, Simon Jeo, Kasubag Humas Polres Manggarai menyatakan, kehadiran polisi di lokasi kejadian karena adanya laporan penghadangan oleh warga Tumbak terhadap aktivitas perusahan tambang PT Aditya Bumi Pertambangan (ABP).
Kata dia, polisi memiliki pertimbangan bahwa perusahan tersebut sudah mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Sebagaimana diberitakan, pada Sabtu lalu, anggota Polres Manggarai dilaporkan melakukan kekerasan saat menghalau warga Tumbak yang sedang berjaga di lahan sengketa dengan pihak perusahan tambang PT Aditya.
Dalam kejadian di Desa Satar Punda, Kecamatan Lambaleda itu, Kordinator JPIC-SVD Ruteng, Pastor Simon Suban Tukan dilaporkan sempat pingsan di lokasi kejadian.
Sejumlah pihak melaporkan, hal itu terjadi karena Pastor Simon diseret polisi.
Namun, menanggapi laporan tersebut, Jeo menyatakan, pihaknya mempersilahkan PMKRI dan GMNI untuk mengumpulkan semua rekaman dan video kejadian yang kemudian akan dibandingan dengan alat bukti dari kepolisian sendiri.
“Kita punya alat canggih seperti rekaman dan video dan kita akan bandingkan dengan video dari polisi. Kalau terbukti kita teruskan ke rana penyelidikan sesuai hukum yang berlaku,” kata Jeo yang didampingi Hamid Kasat Bimas Polres Manggarai.
Sebelumnya, bantahan terkait kekerasan terhadap Pastor Simon juga disampaikan Kapolres Mangggarai AKBP Tony Binsar Marpaung.
“Tidak ada tindakan seperti itu, tidak benar dan salah. Menurut perwira saya di lapangan, Pater Simon (dalam) kondisi lemah saat beraktivitas dan dikelilingi warga yang memegangnya sehingga tidak ada 1 pun polisi yang menarik”, kata kepada Floresa, Senin kemarin.
“Semua ada dokumentasinya dalam foto dan rekaman video oleh petugas”, lanjut Tony.
Pantauan Floresa, keinginan PMKRI dan GMNI berdialog langsung dengan Kapolres yang saat ini masih berada di Kupang tak terwujud.
Usai aksi di Polres, para demontran beranjak menuju istana keuskupan Ruteng guna mendesak Gereja agar mengambil sikap terhadap kasus ini.