Ruteng, Floresa.co – Kasus penganiayaan yang menimpa Melkior Merseden Sehamu alias Eki memasuki babak baru. Pelaku penganiayaan, Rensi Ambang, akhirnya ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Polres Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) sejak Selasa, 25 September 2018 malam.
Pencipta dan penyanyi lagu-lagu daerah Manggarai itu ditetapkan sebagai tersangka melanggar pasal 351 ayat 1 KUHP. Ia diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
“(Dikenakan) pasal 351 ayat 1 (KUHP). Berdasarkan hasil pemeriksaan saksi, hasil visum, dan analisa yuridis penyidik,” jelas Kasat Reskrim Polres Manggarai, AKP Wira Satria Yudha, Rabu, 26 September 2018.
Satria mengatakan hasil visum terhadap korban ditemukan adanya luka lecet di dalam rongga mulut. Namun luka tersebut tidak menyebabkan korban terhambat aktivitasnya.
“Jadi, tidak termasuk kategori luka berat. Hanya luka biasa sehingga penyidik berkeyakinan unsur pasal yang terpenuhi pasal 352 ayat (1),” jelas Satria.
Ia juga meminta kepada praktisi hukum pidana di Manggarai agar tidak memenggal-menggal bahasa hukum agar masyarakat paham secara utuh dan tidak sumir. Dikatakannya, untuk pasal 351 ayat (2) ditujukan pada kasus penganiayaan yang menyebabkan luka berat, bukan sekedar luka-luka.
“Untuk pasal 351 ayat (2) itu penganiayaan menyebabkan luka berat bukan luka-luka seperti statement salah satu praktisi hukum di media online,” katanya.
BACA JUGA:
-
Viral di Medsos, Begini Kronologis Penganiayaan oleh Keluarga Rensi Ambang
-
Merasa Dirugikan, Korban Lapor Rensi Ambang ke Polres Manggarai
-
Lapor Rensi Ambang ke Polres Manggarai, Eki Didampingi Pengacara
-
Rensi Ambang Minta Maaf
-
Sisi Gelap Revolusi Digital: Catatan untuk Video ‘Laos’
-
Selain Hadapi Proses Hukum, Rensi Ambang Tempuh Upaya Damai
Satria juga menjelaskan, tersangka tidak dikenakan UU ITE. Undang-undang tersebut, jelas Satria, hanya mengatur tentang larangan pentransmisian secara elektronik konten-konten yang mengandung perjudian, pornografi, pencemaran nama baik, penghinaan, dan ‘ancaman kekerasan’.
“Sedangkan yang terjadi pada kasus RA adalah sudah terjadi perbuatan pidana penganiayaan yaitu pasal 351 ayat (1),” jelas Satria.
“Kalau analisa kami penyidik salah, silahkan diskusi dengan kami dengan membawa aturan-aturan perundang-undangan yang benar sehingga tidak terjadi pembohongan publik atau menggiring opini publik dengan tujuan tertentu,” lanjutnya.
NJM/Floresa