Floresa.co – Puluhan pohon yang ditanam di sejumlah ruas jalan di Labuan Bajo, bagian dari upaya mempercantik kota super premium itu sudah mati dan dibakar, sementara yang lainnya yang masih tertanam sudah mulai mengering.
Sekitar lima puluhan pohon jenis palem, bagian dari proyek Kawasan Super Prioritas Nasional [KSPN] Labuan Bajo itu dimusnahkan di Tempat Pemakaman Umum [TPU] Menjerite, Desa Tanjung Boleng.
Pantauan Floresa.co, Selasa, 6 Desember 2022, pohon-pohon itu menumpuk di semak-semak persis di gerbang masuk TPU itu.
Batang-batang pohon yang ditanam sejak 2020 itu tampak kering, menyisakan akar serabut. Sebagiannya sudah dipotong-potong. Yang lainnya sudah jadi arang, menyatu dengan beberapa batang bambu sisa pembakaran.
Pohon-pohon itu sebelumnya ditanam di beberapa ruas jalan di Labuan Bajo, seperti ruas jalan Puncak Waringin, Jalan Soekarno Hatta hingga di Pantai Pede.
Pengadaan pohon palem itu merupakan proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Direktorat Jenderal Bina Marga, demi mendukung pembangunan infrastruktur KSPN Labuan Bajo menjadi salah satu destinasi wisata premium agar lebih menarik bagi wisatawan.
Pohon palem yang ditanam di tiap sudut Kota Labuan Bajo ini didatangkan dari berbagai daerah di Pulau Jawa seperti Kediri, Jember, Tulungagung, dan Banyuwangi. Harga per pohon disebut-sebut 5 juta rupiah.
Di jalur Simpang Pede ke Gorontalo, misalnya, terdapat 200 pohon yang ditanam pada Desember tahun 2020.
Pohon-pohon itu juga sempat dipromosikan oleh Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores [BPO-LBF] sebagai bagian dari kesiapan infrastruktur pariwisata super premium.
Perhitungan manual Floresa.co yang mengelilingi ruas jalan tempat pohon-pohon itu ditanam, masih terdapat sekitar 700-an yang tersisa, berdiri berjejer di kiri-kanan ruas jalan.
Namun, banyak yang dahan dan daunnya sudah berwarna coklat dan mulai mengering. Bahkan, ada beberapa pohon yang seluruh daunnya sudah kering.
Di beberapa titik, pohon-pohon palem itu juga sudah diganti dengan pohon jenis lain.
Selain itu, terlihat beberapa baliho dan poster produk dan brand tertentu ditempel di batang pohon-pohon itu.
Iklan layanan jasa Grab Food misalnya dipajang pada sekitar belasan pohon di Puncak Waringin, Kampung Ujung hingga di Jalan Soekarno Hatta.
Ada juga baliho Yamaha Motor, yang diikat berjejer di sekitar empat pohon palem persis di gerbang Saesta Komodo, sebuah penginapan sekaligus tempat hiburan, dan beberapa lainnya di depan Bangunan Kuliner Kampung Ujung.
Ada juga poster Indonesia Financial Group – BUMN sponsor kegiatan Labuan Bajo Marathon yang digelar beberapa waktu lalu, sponsor kegiatan G20 serta baliho VIP, tempat hiburan yang beafiliasi dengan Hotel Local Collection, salah satu hotel bintang empat di Labuan Bajo.
Doni Parera, pegiat lingkungan di Labuan Bajo menyayangkan kondisi palem-palem tersebut.
Menurutnya, palem-palem yang tidak terawat itu semakin menunjukan bahwa proyek pemerintah pusat di Labuan Bajo hanya menghambur-hamburkan uang negara.
“Masyarakat menyebutnya pohon Jokowi,” katanya kepada Floresa.co.
“Sayang sekali kalau ternyata uang rakyat yang konon katanya 5 juta per batang ini malah berakhir seperti ini,” tegasnya.
Senada dengan Doni, Yosef Sampoerna Nggarang, pemuda Manggarai Barat yang kerap menyuarakan kritik atas masalah di Labuan Bajo mempertanyakan alasan pemilihan jenis palem tersebut untuk merias kota Labuan Bajo.
Padahal, kata dia, Pulau Flores memiliki jenis palem lokal dengan kualitas teruji serta sesuai dengan keadaan alam Flores.
“Mengapa pohon itu dipilih. Mengapa tidak pernah mempertimbangkan pohon lokal. Pohon ini didatangkan dari luar Labuan Bajo dikirim pakai kapal. Apakah itu yang menjadi nilai premium pariwisata Labuan Bajo?” katanya.
Sementara itu, Inocentius Peni, salah satu anggota DPRD Manggarai Barat menyatakan, selain memiliki kualitas teruji, menggunakan pohon-pohon lokal untuk proyek merias kota Labuan Bajo akan sekaligus memberikan dampak ekonomi untuk warga.
“Kalau misalnya pohon-pohon yang ditanam itu menggunakan pohon milik warga lokal, pasti akan memberikan dampak ekonomi bagi warga setempat,” ujarnya.
Floresa.co sudah berupaya untuk mengonfirmasi Direktur BPO-LBF, Shana Fatina terkait kondisi pohon-pohon ini. Namun, ia tidak merespon.
Dalam beberapa tahun terakhir, Labuan Bajo telah menjadi sasaran berbagai proyek infrastruktur pemerintah, menyusul penetapan Labuan Bajo sebagai KSPN.
Namun, banyak dari antara proyek-proyek itu yang kemudian tidak efektif, bahkan mubazir.
Sebelumnya, Floresa.co melaporkan sebuah tempat limbah bahan berbahaya beracun [B3] yang selesai dibangun oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 2021 dengan anggaran tujuh miliar rupiah, namun hingga sekarang tidak dimanfaatkan.
Bangunan di atas lahan 2,65 hektar di Satar Kodi, wilayah dalam kawasan Hutan RTK 108 Nggorang Bowosie itu sudah rusak, dipenuhi rumput liar.