Pemerintah Lelang Proyek Geotermal Nage di Pulau Flores, Disebut Jatam Agenda Lanjutan Perampasan Ruang Hidup Warga

Lokasi proyek baru ini di Flores bagian tengah, dekat dengan PLTP Mataloko yang gagal berulang sejak mulai dikerjakan lebih dari dua dekade lalu

Floresa.co – Pemerintah sedang melakukan pelelangan salah satu lokasi baru proyek geotermal di Pulau Flores di tengah konflik yang masih berkecamuk di sejumlah lokasi lainnya terhadap proyek yang diklaim memanfaatkan energi baru dan terbarukan itu.

Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi [EBTKE], bagian dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menetapkan batas akhir pendaftaran bagi investor dalam pelelangan proyek di Nage itu pada 31 Mei.

Pengumuman lelang disampaikan lewat situs resmi Dirjen EBTKE pada 29 April dan melalui akun Instagram @djebtke pada 13 Mei.

Wilayah Kerja Panas Bumi [WKP] Nage, sekitar 20 kilometer sebelah selatan Bajawa, ibukota Kabupaten Ngada, disebut terletak di kawasan hutan yang memiliki luas 10.410 hektare.

Lahan itu terdiri atas 2.083,85 hektare hutan produksi, 825,78 hektare hutan produksi dapat dikonversi, dan 7.500,37 hektare Area Penggunaan Lain.

WKP yang dilelang dengan pola pengusahaan total project (hulu dan hilir) itu menargetkan kapasitas pengembangan 40 MW. Lokasi itu disebut memiliki cadangan terduga sebesar 46 megawatt ekuivalen [MWe].

Pelelangan geotermal Nage ini bukan kali pertama. Pada Desember 2022 Ditjen EBTKE mengumumkan pelelangan proyek itu dengan rencana kapasitas pengembangan 20 MWe.

Salah satu lokasi terdekat dari Nage adalah PLTP Mataloko, yang berada di wilayah yang sama yakni Kabupaten Ngada. Laporan Floresa pada Desember 2023 mengungkapkan bahwa geotermal Mataloko yang dibangun sejak lebih dari 20 tahun lalu mengalami kegagalan berkali-kali, dan kini kembali dikerjakan.

Jaringan Advokasi Tambang [Jatam] mengkritisi pelelangan geotermal Nage, menyebutnya akan memperparah konflik terkait geotermal di Flores, di tengah masalah yang belum selesai di sejumlah lokasi proyek lainnya.

Muhammad Jamil, Kepala Divisi Hukum dan Advokasi Jatam menyinggung konflik di Poco Leok, Kabupaten Manggarai; Wae Sano, Kabupaten, Manggarai Barat dan di Mataloko, Kabupaten Ngada, yang seharusnya mendorong pemerintah “meninjau ulang dan mengevaluasi” proyek geotermal di Flores.

Ia menyayangkan pemerintah yang “justeru tidak peduli” sementara “di Wae Sano, Poco Leok, Mataloko, dan lain-lain ada penolakan warga secara besar-besaran, bahkan sampai ada warga yang dikriminalisasi, terluka dalam aksi, mengalami trauma dan ketakutan.”

Penolakan tersebut, kata dia, terjadi di tengah kekhawatiran warga “kehilangan ruang hidup karena perampasan tanah oleh negara.” 

Utak-atik Regulasi Tambang

Pemerintah menggenjot pengerjaan sejumlah proyek geotermal di Flores pasca penetapan pulau itu sebagai Pulau Geotermal pada 2017. Bersamaan dengan itu 21 WKP ditetapkan di sepanjang pulau, hingga Pulau Lembata.

Jamil berkata, ekspansi proyek geotermal berjalan beriringan dengan upaya pemerintah selama sepuluh tahun terakhir melakukan serangkaian proses utak-atik regulasi yang semula memasukkan geothermal ke dalam kategori tambang menjadi “bukan tambang.”

Utak-atik tersebut, kata Jamil, dilakukan untuk “memudahkan penambangan panas bumi di kawasan hutan,” hal yang bakal terjadi dalam proyek di Nage.

“Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi menggunakan kosakata tambang untuk panas bumi,” katanya.

Karena setelah dilakukan kajian sebagian besar panas bumi ada di dalam kawasan hutan, baik hutan produksi, hutan konversi dan hutan konservasi yang menyulitkan dalam proses pengurusan izin, kata dia, pada 2014 pemerintah melakukan revisi terhadap undang-undang itu.

Ia mengatakan, pada bagian pembukaan undang-undang yang baru, seluruh kosa kata penambangan dihapus, agar “panas bumi menjadi boleh di dalam kawasan hutan, tanpa membutuhkan serangkaian perizinan dan dokumen kajian teknis dan ekologis.”

Dampak dari proses utak-atik regulasi tersebut, lanjutnya, tampak sangat nyata dalam kasus proyek geotermal Nage yang wilayahnya mencakup kawasan hutan.

Jamil menilai hal ini membawa “daya rusak luar biasa terhadap kelestarian hutan.”

“Karena persyaratan dipermudah, semua pihak, manusia dan bukan manusia, yang ruang hidupnya bergantung pada hutan, menjadi terancam,” katanya.

Rakus Lahan dan Air

Jamil berkata, meski lahan yang dibutuhkan untuk pembangunan fasilitas pengeboran dan pembangkit listrik dalam proyek geotermal tidak banyak, daya rusaknya bisa menjangkau ribuan hektar.

Karena itulah, kata dia, dalam kasus seperti di Nage, luas lahan WKP mencapai ribuan hektare.

Hal tersebut memang masuk akal karena “geotermal rakus lahan dan air,” katanya.

“Panas bumi memang hanya mencolok pipa ke sumber panas di perut bumi, lalu bikin gedung sebagai pembangkit listrik, dan tampaknya hanya butuh satu hektar.”

“Mengapa disebut ribuan hektar konsesi,” katanya, “lahan ribuan hektar itu perlu diamankan, selain sebagai wilayah konsesi, juga agar ketika ada tuntutan publik, mereka akan bilang itu wilayah konsesi yang sudah dijelaskan berdampak oleh daya rusaknya.”

Pengeboran geotermal juga, kata dia, selalu dilakukan “di dekat mata air,” sebab air dalam jumlah banyak disuntikkan ke sumber panas untuk menghasilkan penguapan dan perputaran turbin. 

Proses tersebut terjadi tanpa henti atau “dua puluh empat jam dan tujuh hari seminggu”.

“Kawasan ribuan hektar itu akan terdampak kekeringan dan ketika masyarakat melakukan protes, perusahaan akan bilang, ‘itu konsesi kami’,” lanjutnya.

Ia juga menyinggung asap panas bumi yang berpotensi menyebabkan hujan asam, juga “pengalaman sebagian besar panas bumi di Indonesia yang menyebabkan kebocoran dan ledakan gas beracun H2S [hidrogen sulfida]”.

“Pemerintah sedang sungguh-sungguh mendekatkan penderitaan kepada warga, meskipun sebenarnya pengelolaan sumber daya alam diperuntukkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat,” katanya.

Editor: Ryan Dagur

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA