Floresa.co – Seorang kepala sekolah di Adonara, Kabupaten Flores Timur bakal menjalani sidang terkait kasus penganiayaan keponakannya sendiri yang tinggal di rumahnya, usai upaya penyelesaian di luar pengadilan (restorative justice) yang difasilitasi kejaksaan ditolak orang tua korban.
Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Flores Timur, I Nyoman Sukrawan berkata, sebelumnya keluarga korban FND, remaja perempuan berusia 14 tahun dan pelaku HAT, 45 tahun, sudah berdamai secara adat.
“Makanya, kita upayakan restorative justice,” katanya kepada Floresa pada 24 Juli.
Namun, tambah Nyoman, pihak korban berubah pikiran, tidak mau menuntaskan kasus ini di luar jalur pengadilan.
YSD, ayah korban mengakui adanya perdamaian secara adat itu pada 17 Mei bersamaan dengan hari pelaporan kasus ini ke Polres Flores Timur.
Dalam salinan surat perdamaian itu yang difasilitasi Kepala Desa Pululera, Paulus Song Sang Tukan, HAT mengakui perbuatannya dan berjanji tidak mengulanginya, sementara FND menyatakan memaafkan tindakan pelaku.
Poin lain surat bermeterai itu yang salinannya diperoleh Floresa adalah “kedua belah pihak tidak menuntut dana memperpanjang kasus” itu dan mereka bersedia menaati isinya.
YSD menyatakan, “saya tandatangan surat (perdamaian) itu mengingat kami masih keluarga,” sehingga tetap melapor HAT ke polisi.
Ia berkata, saat diundang kejaksaan untuk pertemuan mediasi pada 18 Juli, ia sempat menyetujui penyelesaian dengan mekanisme restorative justice karena ia belum memahami maknanya.
“Saya pikir, ini adalah salah satu tahapan untuk ke pengadilan. Jadi, saya setuju,” katanya.
Namun, usai mendapat penjelasan dari Nyoman bahwa hal itu akan membebaskan pelaku dari pidana, YSD memutuskan menolak.
“Kalau pelaku bebas dari hukuman, maka saya tidak tandatangan satu berkas pun,” katanya.
HAT merupakan pelaksana tugas kepala sekolah di salah satu SMP Negeri di Kecamatan Witihama, Pulau Adonara, tempat FND mengenyam pendidikan.
HAT dan FND sama-sama berasal dari Kecamatan Wulanggitang di daratan Flores. FND merupakan anak dari saudari HAT.
Kasus tersebut terkuak usai YSD mendapatkan informasi tindakan HAT dari kepala dusun di desanya.
“Bapa dusun kasih tahu saya bahwa ada warga di Adonara telepon kepala desa agar saya segera jemput anak saya karena dia dipukul terus,” katanya.
Setelah mendengar informasi itu, YS mengaku langsung menjemput anaknya.
“Waktu saya ke Adonara pada 16 Mei, saya menyaksikan sendiri anak saya ditusuk dengan sapu. Tangannya juga sedang berdarah,” ujar YS.
Tak hanya itu, YS berkata, anaknya dianiaya di dapur rumah HAT pada 16 Januari 2025 dan terjadi lagi di ruang makan sekitar Maret.
Ia mengklaim, penganiayaan terjadi usai anaknya dituding tak mengerjakan tugas sekolah.
“Mereka pukul dengan selang, sapu, ikat pinggang, bahkan dicecik dan ditumbuk, lalu dibuang lewat jendela rumah,” katanya.
“Anak saya ini hampir seluruh tubuh mengalami luka, bahkan di bagian paha pun bekas cubitan semua,” tambahnya.
Ia menyayangkan perbuatan itu dilakukan oleh guru yang juga keluarganya sendiri.
FND kini pindah ke sekolah lain di Watunggitang dan hingga saat ini anaknya masih mengalami trauma, kata YSD.
“Dia sering melamun dan rasa takutnya masih sangat tinggi. Mentalnya sangat terganggu.”
Karena itu, kata dia, ia sering memberikan pesan kepada keluarga, teman dan guru di sekolah barunya agar tidak membentak ataupun melakukan bentuk kekerasan lain terhadap putrinya.
Berkas Diserahkan ke Pengadilan
Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Flores Timur, I Nyoman Sukrawan mengklaim berkas perkara kasus ini akan dilimpahkan pada 28 Juli ke Pengadilan Negeri Larantuka.
Ia beralasan, belum bisa segera melimpahkannya pekan ini karena Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) sedang terganggu.
Selain itu, “ketua pengadilan juga masih di luar kota,” katanya.
Sementara itu, salah satu pegawai di Pengadilan Negeri Larantuka berkata kepada Floresa, pihaknya mengetahui rencana pelimpahan berkas perkara itu dari kejaksaan, namun belum terbaca pada sistem.
“Sistem tidak rusak, mungkin jaringan mereka di sana yang bermasalah,” katanya, merujuk pada kejaksaan.
Ia berkata, mereka menanti pelimpahan berkas itu pada 28 Juli, sembari membenarkan bahwa ketua pengadilan memang sedang berada di luar kota.
Editor: Petrus Dabu