Floresa.co – Suasana yang semula riuh oleh teriakan massa dan orasi seketika berubah hening, saat seekor ayam berbulu hitam disembelih di depan kantor Komisi Pemilihan Umum [KPU] Manggarai Barat pada 12 Desember.
Dalam budaya Manggarai, ‘keti manuk miteng’ secara harfiah berarti menyembelih ayam berbulu hitam.
Sementara secara simbolik, penyembelihan diyakini turut memutus “hubungan sedarah” sesudah seseorang di antaranya melakukan pelanggaran adat berat, selain membuang hal-hal yang dianggap “jahat.”
Tetesan darah seekor ayam berbulu hitam yang dituang dalam sebuah wadah itu lalu disiramkan ke bagian gerbang KPU Manggarai Barat.
Massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Peduli Demokrasi yang mengklaim berasal dari 12 kecamatan di Manggarai Barat menyaksikan ritual tersebut.
Ritual juga sempat dihadiri Ketua KPU Manggarai Barat, Ferdiano Sutarto Parman atau Ano Parman, sebelum “menghilang dari pantauan,” kata sejumlah peserta aksi.
Sebelum prosesi penyembelihan, Konradus Agal, seorang tetua adat mendaraskan doa adat yang disebut “torok” selagi beberapa sesepuh memegang plastik berisi tanah.
“Tanah ini adalah tanah kubur,” ujar lelaki yang disapa Kon itu, sebelum mengucurkan tetesan darah ayam yang habis disembelih ke atasnya.
Tanah kubur disertakan dalam aksi itu, kata Kon, karena aliansi menemukan nama sejumlah mendiang warga terdata sebagai calon pemilih dan turut mencoblos dalam pilkada 27 November.
Ano Parman, klaim Kon, “juga dua kali mencoblos.” Masih menurut Kon, Anno mula-mula mencoblos di kampung asalnya di Munting, Lembor Selatan sebelum memilih di Wae Kesambi, Labuan Bajo.
“Ini bentuk kritik kami atas kecurangan yang dilakukan ketua KPU Manggarai Barat,” kata Kon.
Pernyataan Kon senada dengan Tri Dedy, koordinator lapangan dalam aksi itu. Ketika berorasi, ia mengatakan “Aliansi Peduli Demokrasi menemukan sejumlah dugaan kecurangan pilkada di Manggarai Barat” termasuk soal Ano dan pencatutan warga yang telah berpulang.
Rangkaian dugaan kecurangan itu, kata Tri, “membuat kami mempertanyakan integritas penyelenggara pilkada.”
Karenanya, kata seorang orator lainnya, “kami minta hasil pilkada dibatalkan demi hukum dan keadilan.”
Ia mendesak Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum memberhentikan Ano Parman sebagai Ketua KPU Manggarai Barat.
Kalimat itu disambut seruan para peserta aksi: “Copot Ano Parman!”
Memprotes Perolehan Suara
Setelah prosesi “keti manuk miteng”, Kon dan tetua lainnya menyodorkan tanah dan ayam tersebut kepada Ano Parman. Tanpa mengucap sepatah kata pun, ia menampik “pemberian” para tetua adat, sebelum pergi menjauh dari kerumunan massa aksi.
Selain bentuk kritik terhadap Ano, ritual itu secara umum mewakili protes peserta aksi terhadap perolehan suara Christo Mario Y. Pranda dan Richardus Tata Sontani, pasangan yang mereka dukung dalam pilkada tahun ini.
Berdasarkan Keputusan KPU Manggarai Barat Nomor 804 Tahun 2024 Tanggal 3 Desember 2024, pasangan nomor urut 1 itu memperoleh 71.164 suara sah dalam pilkada silam.
Perolehan Mario-Richard terpaut 2.708 suara dengan pesaing mereka, Edistasius Endi dan Yulius Weng yang mengamankan 73.872 suara sah.
Pasangan Mario-Richard telah menggugat hasil pilkada Manggarai Barat ke Mahkamah Konstitusi pada 6 Desember.
Dinilai Abaikan Partisipasi Publik
Sebelum melakukan aksi di depan kantor KPU Manggarai Barat mereka melakukan long march sepanjang jalan utama Labuan Bajo menuju kantor KPU Manggarai Barat.
Sebagian warga membentangkan spanduk bertulis “KPU Mabar Penghianat Demokrasi,” serta ‘“Selamatkan Suara Rakyat.”
“Mabar” merupakan akronim setempat untuk Manggarai Barat.
Tidak hanya orasi dan melakukan ritual penyembelihan ayam hitam, peserta aksi melakukan berbagai aksi simbolik lain, termasuk mengusung keranda bertuliskan “‘RIP KPU Mabar.”
Sementara orator berseru-seru “Demokrasi di Mabar sesungguhnya telah mati!” yang diiringi pelemparan telur busuk ke arah gedung KPU.
“KPU tidak menunjukan sikap netralnya selama proses pilkada. Mereka telah merusak proses demokrasi di Manggarai Barat,” teriak salah satu orator aksi dari mobil komando.
“Ketika terjadi pelanggaran dalam proses demokrasi, apakah kita akan diam?,” ujar Marsel Jeramun, mantan anggota DPRD Manggarai Barat dari Partai Amanat Nasional [PAN].
Marsel menilai proses demokrasi di Manggarai Barat berjalan baik karena partisipasi berbagai pihak, baik kandidat maupun pemilih, hal yang menurutnya “diabaikan penyelenggara pilkada tahun ini.”
“Silakan Buktikan”
Dihubungi Floresa pada 12 Desember malam, Ketua KPU Manggarai Barat, Ano Parman membantah tuduhan dari pendukung Mario-Richard.
“Soal tuduhan saya coblos dua kali itu tidak benar dan fitnah,” kata Ano.
Ia juga menyilakan tim Mario-Richard untuk membuktikan tudingan pencatutan warga yang sudah meninggal dalam daftar pemilih “sesuai prosedur yang berlaku,” katanya tanpa menjabarkan apa saja tahapannya.
Sementara terkait gugatan Mario-Richard, Ano menyatakan “ KPU Manggarai Barat menghormati langkah paslon karena itu hak yang dijamin oleh undang-undang.”
Editor: Petrus Dabu