Oleh: NANA LALONG
1/
lelaki miskin dari gunung
nangkring di Pantai Pede
dikejar calo karcis siang-siang
ia diomeli
mengapa nekat masuk
tanpa membayar di pintu masuk
lelaki miskin dari gunung menjawab
betapa orang miskin juga butuh pantai
untuk belajar tabah dari ombak
yang kekal menghempas di pantai itu apapun musimnya
sekekal kemiskinan menghempas hidup lelaki itu
dari rejim ke rejim di negeri ini
bertahun-tahun
lelaki miskin dari gunung
menghindar calo karcis
setiap kali datang ke pantai itu
2/
lelaki miskin dari gunung
mencari jejak di pasir pantai
sepasang jejak kekasih dari tahun-tahun yang silam
ingin dikumpulkannya jejak-jejak itu
sebagai barang bukti
bahwa lelaki semiskin dia
bahkan pernah jatuh cinta di pantai itu
menggandeng seseorang begitu mesranya
dan tak ingin dilupakannya kisah itu
betapa di sana ia punya kenangan
satu-satunya alasan mengapa ia
selalu ingin kembali ke Pede
walau harus kucing-kucingan
dengan calo karcis
3/
lelaki miskin dari gunung
tak pernah pandai mengemis
pun ketika ia tahu
di pantai itu ia menjumpai bos-bos berduit
yang tak bakal jatuh miskin bila mentraktir
karcis masuk untuk lelaki miskin
ingin ditebusnya karcis masuk
dengan memungut sampah
yang juga mengunjungi pantai itu
dan belum mau pulang ke laut
karena lelah berenang sepanjang tahun
4/
sampah di tangan lelaki miskin dari gunung
meronta-ronta
bebaskan kami om pa…
bebaskan kami om pa…
sampah-sampah itu
ingin berleyeh-leyeh di pasir hangat
lalu sebentar kembali ke laut
berenang sepuas-puasnya
selagi masih gratis
dan belum ditagih karcis
5/
Si tik, nama lengkapnya plastik
bercanda dengan lidah ombak
menyentuh bibir pantai yang basah
lepas dari jangkauan lelaki miskin dari gunung
ia mengajak si botol
yang terkapar lelah di pasir hangat
tol, berenang yuk
mumpung masih boleh
Ia menoleh ke temannya yang lain lagi
temannya itu sedang menelpon kasur
sobat lama di Jakarta
“Sur, cepat ke sini. Di sana kamu dijkejar-kejar petugas kebersihan.
Dibawa ke Bantar Gebang pula.
Hancur dilumat gerigi mesin-mesin raksasa PT Godang Tua.
Mending ke sini, bisa berenang sepanjang tahun”
temannya itu menutup hp
ketika satu pesan berkedip
giliran teman dari Bali, namanya si fum, berpesan:
ok bro, peluang emas.
terima kasih untuk undangannya.
saya ke sana naik apa eh?
layar padam
saatnya ia berenang lagi
meluncur ke arah tik, sahabatnya
berenang begitu lepasnya mereka
bagaikan tak ada lagi yang lebih lepas
dari bertahun-tahun berenang di Labuan bajo
tanpa karcis masuk yang membuat lelaki miskin dari gunung
kucing-kucingan dengan calo karcis
di pantai itu.
mereka berenang makin dalam
jauh…makin jauh dari jangkauan
lelaki miskin dari gunung
yang mungkin tak pernah terlatih berenang
atau mungkin sudah memutuskan berhenti berenang
hingga ditemukannya jejak sang kekasih
dari tahun-tahun yang silam
yang terkubur di antara jejak kekasih orang lain
di pantai yang makin murung itu)***
Nana Lalong, nama pena untuk seorang mahasiswa asal Manggarai, kini sedang studi di Jakarta.