Fakta-fakta Penting Kasus Persekusi Tiga Warga di Matim

Elar, Floresa.co – Tiga orang warga dipersekusi di kampung Dupa, Desa Compang Soba, Kecamatan Elar, Kabupaten Manggarai Timur pada Selasa malam, 9 Oktober  hingga Rabu pagi, 10 Oktober 2018.

Zakaria Hojon (52), Ahmad Basri (51), dan Abdul Huse (64) dipersekusi lantaran dituduh sebagai dukun santet oleh seseorang yang sedang menjalankan praktek pengobatan dan pemijatan di rumah Ruslan Muda, mantan Kepala Desa Compang Soba.

Warga mengaku tidak mengetahui identitas dari orang yang hanya disapa ‘abang’ itu. Oknum tersebut mengaku sebagai anggota intel TNI kepada warga.

Berikut fakta-fakta kasus persekusi terhadap tiga warga tersebut:

  1. Pelaku ‘Abang’ Datang atas Permintaan Ruslan Muda

Pada 27 September 2018 lalu, ‘Abang’ mendatangi rumah Ruslan Muda. Ia datang atas permintaan keluarga Ruslan. Keluarga Ruslan mengenalnya dari Jai, anak sulung Ruslan yang sedang menempuh pendidikan di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).

“‘Abang ini kan temannya Jai. Menurut Jai, dia ini tentara. Jai mengenal ‘abang’ ini sejak kelas empat SD,” cerita Viva, istri Ruslan di rumahnya, Minggu siang, 14 Oktober 2018.

Viva melanjutkan, ‘Abang’ bahkan pernah mengajak Jai untuk masuk TNI, mengisi jatahnya. Namun, putra sulungnya itu batal mengikuti seleksi, sebab tangannya pernah patah karena kecelakaan sepeda motor.

2. Pelaku Dikenal Sebagai Seorang Dukun Yang Bisa Menyembuhkan

Selain sebagai tentara, lanjut Viva, ‘abang’ ini juga dikenal sebagai dukun yang bisa menyembuhkan orang sakit.

Ia menuturkan, keluarganya meminta ‘abang’ ke rumahnya untuk mengobati penyakit kanker payudara yang diderita putri mereka, Fitriani.

“Waktu itu kami telepon Jai, tanya keberadaan ‘abang’. Jai bilang, dia di Kalo (Desa Compang Teu, Kecamatan Elar), akhirnya kami minta ke sini,” katanya.

3. Sebagian Orang Sakit Disembuhkan oleh ‘Abang’

Purtri Ruslan, Fitriani mengatakan, selama ‘abang’ berada di Dupa, banyak orang yang datang untuk berobat dan disembuhkan.

“Pengobatannya ‘abang’ itu hanya dengan ramuan-ramuan tradisional yang ada di sekitar kita. Namun kita tidak tahu jika itu obat,” ceritanya.

Selama menjalani praktek pengobatan di rumahnya, lanjut Fitriani, ‘abang’ tidak perna meminta orang untuk datang berobat.

“Bukan abang yang panggil mereka ke sini. Mereka sendiri yang datang,” terangnya.

Fitriani enggan menceritakan, apakah penyakit kanker payudara yang dideritanya juga disembuhkan atau tidak.

4. Nama Korban Persekusi Disebut oleh Pasien yang Kerasukan

Fitriani menceritakan, Selasa malam, 9 Oktober 2018, abang memijit Amirula, salah seorang pasien. Setelah dipijit, Amirula tertidur. Selang beberapa menit kemudian, ia mengalami kerasukan dan menyebut nama Abdul Huse sebagai orang yang merasukinya. Saat itu, Abdul Huse berada diantara sejumlah warga lain yang hendak berobat di rumah Ruslan.

“Jadi, bukan abang yang menuding mereka sebagai dukun santet,” elak Fitriani.

Hal tersebut juga dibenarkan oleh imam Masjid, Ustad Zulkarnain.

Menurutnya, yang menyebut Zakaria Hojon dan Ahmad Basri sebagai dukun santet adalah Abdul Huse.

“Bukan berarti waktu itu yang menunjukan kedua orang ini adalah si abang tadi,” katanya.

Ustad Zulkarnain juga mengatakan bahwa yang memerintahkan untuk menjemput Zakaria Hojon dan Ahmad Basri, bukan abang, melainkan adik Abdul Huse, alias Lareng.

“Adapun waktu itu dijemput, berdasarkan keterangan dari Abdul Huse.

Dan yang perintah untuk menjemput itu adalah adik dari Abdul Huse, alias alias Lareng,” jelasnya.

“Jadi yang menjemput Zakaria Hojon dan Ahmad Basri itu bukan atas perintah abang” lanjutnya.

5. Tiga Korban Dipersekusi

Setelah diperintahkan untuk menjemput, sejumlah warga pun mendatangi rumah Zakaria dan rumah saudara Ahmad untuk menggelandang mereka menuju rumah Ruslan.

Sampai di rumah Ruslan, ketiga korban diintimadasi; dianiaya; diikat dengan benang kasur di kedua ibu jari kaki dan tangan, pergelangan kaki dan pergelangan tangan, siku, dan lutut; dan disiram dengan air garam.

Selain itu, ketiganya juga dipaksakan menelan garam yang diisi ke mulut mereka oleh para pelaku.

Salah seorang korban, Ahmad juga  dipukul dengan gagang senapan angin oleh ‘abang’.

Selain itu juga, korban Ahmad  ditendang di alat kelaminnya oleh pelaku atas nama Durahi. Selain menendang, Durahi juga memukul korban Ahmad di bagian tengkuk dan bahu kiri menggunakan tongkat.

Selain ‘Abang’ dan Durahi, ada juga beberapa nama lain yang disebut para korban, yang ikut menganiaya mereka pada saat itu. Mereka adalah Abdul Tahir, Sukur Unu dan Abdul Mahir.

Sepanjang malam, kedua korban; Zakaria dan Ahmad dibaringkan di luar rumah, hingga keesokan paginya. Sedangkan korban Abdul dibaringkan di dalam rumah. Baju mereka turut dilucuti selama penyiksaan itu.

Akibat dari perbuatan para pelaku, para korban mengalami luka di beberapa bagian tubuh serta merasa sangat dihina.

6. Diikat dengan Benang agar Roh Jahat Keluar dari Tubuh Korban

Ustad Zulkarnain membenarkan jika ketiga korban memang diikat dengan benang saat kejadian.

“Kalau menurut keterangan dari abang itu, bahwasannya kalau diikat dengan benang itu agar arwah yang ada di tubuh mereka itu, supaya keluar. Tapi secara pribadi, saya tidak tahu, apa maksudnya,” ungkapnya.

7. ‘Abang’ Diamankan Kapospol dan Babinsa Elar

Menurut kepala Desa Compang Soba, Gregorius Jaka, saat kekadian, ia sementara berdinas di Borong. Pada Rabu siang, 10 Oktober, keluarga korban menelponnya dan memberitahukan kejadian tersebut.

Mendengar itu, sekitar pukul 15.00 Wita, Gregorius kembali ke desa dan memastikan kebenaran informasi tersebut.

Setelah ia memastikan kebenaran informasi itu, ia lalu menelpon Kapospol dan Babinsa Elar, melaporkan kejadian tersebut. Sebab, ia kuatir jika terjadi konflik horisontal antara keluarga korban dengan keluarga pelaku.

“Kamis pagi, Kapospol dan Babinsa datang dan hanya mengamankan orang yang mengaku intel TNI itu,” katanya.

“Sejak saat itu, saya tidak tahu lagi perkembangannya seperti apa,” lanjutnya.

8. Kapospol Elar Arahkan Kedua Pihak Berdamai

Berdasarkan informasi yang dihimpun Floresa.co menyebutkan bahwa Kapospol Elar, Lalu Sukiman justru mengarahkan pihak pelaku dan pihak korban untuk berdamai, serta menyelesaikan persoalan tersebut secara kekeluargaan. Namun, hal itu dibantah oleh Lalu.

“Saya tidak pernah arakan mereka untuk berdamai pak. Saya sampaikan kepada mereka kalau mau proses hukum, saya antar ke Polres karena kami di Pospol kewenangan terbatas,” jelas Lalu.

Saat ditanya lebih lanjut, Lalu enggan berkomentar dan mempersilahkan agar wartawan menanyakan semuanya di Humas Polres Manggarai.

9. Kodim 1612/Manggarai Ungkap Identitas Pelaku dan Melepasnya

Floresa.co mendatangi Komando Distrik Militer (Kodim) 1612 Manggarai pada Selasa pagi, 16 Oktober 2018 untuk mencari tahu identitas oknum yang mengaku intel TNI itu.

Menurut penjelasan Pasi Intel Letnal Satu (Inf), Falentinus Lanar, oknum tersebut diketahui bernama Mas’ud dan sudah dipecat dari keanggotaan TNI pada Maret 2017.

Saat menjadi TNI, Mas’ud berpangkat Pratu dan pernah berdinas di Yon Bekang 1 Kostrad, Jakarta.

Alamat tinggal Mas’ud saat ini, kata dia, di RT 04 Lingkungan Citra Warga, Kelurahan Jempong Baru, Kecamatan Sekar Bele, Kabupaten Lombok Barat, NTB.

Falentinus mengatakan, pihak Kodim segera mengambil sikap pasca beredarnya informasi terkait oknum itu.

Ia pun diminta oleh Komandan Kodim, Letkol (Inf) Rudi Markiano Simangunsong untuk meminta keterangan kepada oknum itu.

Karena status oknum itu sudah tidak lagi anggota TNI, kata dia, mereka melepasnya usai dimintai keterangan. Pihak Kodim, jelasnya, tidak punya kapasitas untuk membuat berita acara pemeriksaan.

Mas’ud, kata dia, dilepas juga karena situasi di tempat kejadian sudah kondusif.

“Anggota unit saya mengatakan bahwa sudah ditangani oleh Babinkamtibmas, Babinsa dengan aparat desa yang ada di sana,” katanya.

10. Lima Hari Tidak Ditindaklanjuti Pospol Elar, Korban Melapor ke Polres Manggarai

Pada Senin, 15 Oktober 2018, ketiga korban melaporkan kasus tersebut ke Polres Manggarai.

Para korban mengaku kecewa dengan sikap Pospol Elar yang lamban mengurus persoalan tersebut. Padahal, sehari setelah kejadian, Kapospol bersama Babinsa sudah mendatangi tempat kejadian perkara (TKP).

Namun mereka hanya mengamankan salah seorang pelaku Mas’ud yang mengaku diri sebagai intel TNI. Sedangkan para pelaku lainnya, korban, dan saksi-saksi tidak dimintai keterangan.

Pihak Kepolisian Resor (Polres) Manggarai melalui Kasat Reskrim Wira Satria Yudha, S.I.K, mengaku telah mengambil keterangan ketiga korban persekusi tersebut.

Selain diambil keterangan, ketiga korban juga sudah divisum di RSUD Ben Mboi Ruteng.

“Untuk hasil visum, kita masih menunggu dari RSUD,” kata Kasat Reskrim Polres Manggarai, Wira Satria Yudha, S.I.K saat diwawancarai Floresa.co di ruang kerjanya, Selasa siang, 16 Oktober 2018.

Tahap berikutnya, lanjut Yudha, pihaknya akan melakukan pemanggilan saksi di luar terlapor, yaitu Ruslan Muda, mantan Kades Compang Soba; dan saksi-saksi lain.

“Anggota (Polisi) akan ke TKP untuk melakukan olah TKP, karena sudah terjadi pada tanggal 9 Oktober, hampir satu minggu yang lalu,” ujarnya.

11. Mengarah Pada Tindakan Persekusi

Menurut Satria Yudha, berdasarkan ketengan para korban, maka, pasal yang disangkakan sementara yaitu pasal 333 tentang kejahatan terhadap kemerdekaan seseorang; atau pasal 351  ayat 1 tentang penganiayaan.

Atas perbuatan para pelaku tersebut, lanjutnya, menurut penyidik, ada unsur  kejahatan terhadap kemerdekaan orang lain.

“Istilah kita persekusi,” katanya.

Namun, kata dia, hal tersebut perlu dilakukan upaya pendalaman lebih lanjut untuk pemenuhan unsur-unsur dari pasal yang disangkakan, pasal 333 KUHP itu.

Rosis Adir/NJM/Floresa

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.