ReportaseMendalamDinilai Rentan Korupsi, Transparency International Desak Pemerintah Hentikan Sementara Program Makan Bergizi Gratis

Dinilai Rentan Korupsi, Transparency International Desak Pemerintah Hentikan Sementara Program Makan Bergizi Gratis

Kerugian keuangan negara ditaksir mencapai Rp1,8 miliar per tahun di setiap SPPG

Floresa.co – Program makan bergizi gratis (MBG), salah satu program unggulan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dinilai rentan korupsi, menurut hasil riset Transparency International Indonesia (TII).

Karena itu, lembaga independen yang berbasis di Jakarta itu meminta pemerintah menghentikan sementara program tersebut.

Dengan pendekatan penilaian risiko korupsi atau Corruption Risk Assessment (CRA), TII dalam laporannya bertajuk Risiko Korupsi di Balik Hidangan Makan Bergizi Gratis” menunjukkan bahwa MBG bukan hanya berisiko gagal secara implementatif, tetapi juga membuka ruang bagi korupsi sistemik.

Hal itu, menurut TII, dipicu lemahnya tata kelola, berkelindannya konflik kepentingan serta praktik pengadaan barang dan jasa yang tidak akuntabel.

“Program MBG tampak menjanjikan di atas kertas, namun gagal memenuhi prasyarat tata kelola yang sehat,” kata Agus Sarwono, Peneliti TII dalam keterangan yang diterima Floresa pada 1 Juli.

“Tingginya kerentanan korupsi dalam program MBG menunjukkan program ini harus dimoratorium segera supaya tidak memperbesar kerugian negara,” tambahnya.

Program MBG digadang-gadang sebagai program prioritas untuk menurunkan stunting dan memperkuat sumber daya manusia, dengan estimasi anggaran hingga Rp 400 triliun dan target 82,9 juta penerima manfaat.

Namun, dalam praktiknya dengan kerangka CRA, TII mengidentifikasi sejumlah risiko utama program tersebut.

Dalam kajian setebal 123 halaman itu, TII menyatakan hingga pertengahan 2025 MBG masih dijalankan hanya dengan petunjuk teknis internal. 

“Tidak adanya Peraturan Presiden membuat pelaksanaan program tidak memiliki pijakan hukum yang cukup serta mengaburkan mandat koordinasi lintas sektor,” tulis TII.

Selain itu, menurut TII, penunjukan mitra pelaksana Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dilakukan tanpa melalui mekanisme verifikasi terbuka.

“Beberapa yayasan pengelola diketahui memiliki afiliasi dengan aktor politik, institusi militer dan kepolisian serta kelompok kekuasaan tertentu,” tulis TII.

Mereka mencontohkan kasus dimana polisi lalu lintas yang seharusnya bertugas menjaga keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas justru terlibat dalam distribusi MBG.  

Keterlibatan aparat penegak hukum, tulis mereka, dapat menciptakan akses preferensial yang merusak prinsip meritokrasi dan netralitas layanan publik.

Di sisi lain, menurut TII, proses Pengadaan Barang dan Jasa dalam MBG tidak mengindahkan prinsip transparansi.

TII menilai banyak aktivitas pengadaan dilakukan tanpa dokumentasi terbuka dan tidak dilengkapi dengan sistem pengawasan berbasis data. 

Lemahnya pengawasan juga menjadi catatan TII karena membuka celah bagi praktik penggelembungan (mark-up) harga, dengan penggunaan bahan pangan berkualitas rendah atau tidak layak konsumsi. 

“Salah satu preseden implementasi MBG adalah siswa keracunan makan siang. Belum lagi, terkait pengawasan terhadap pengadaan barang dan jasa,” tulis TII.

Temuan TII soal afiliasi aktor politik dalam MBG sejalan dengan hasil Investigasi Tempo pada April yang menunjukkan bahwa program tersebut yang mereka sebut sebagai “proyek” dinikmati oleh kader-kader Gerindra dan kroni Prabowo.

Salah satunya adalah SPPG Kebayunan di Kecamatan Tapos, Depok, Jawa Barat, milik PT GSI Kebayunan. Perusahaan itu bernaung di bawah Yayasan Gerakan Solidaritas Nasional (GSN) yang didirikan Prabowo. Dalam aktanya, Prabowo tercatat sebagai dewan pembina.

Pengurus lain Yayasan GSN adalah anggota keluarga dan kroni-kroni Prabowo. Beberapa di antaranya adik dan anak semata wayang Prabowo, yakni Hashim Djojohadikusumo dan Ragowo Hediprasetyo alias Didit dan teman seangkatan Prabowo di Akademi Militer, Sjafrie Sjamsoeddin, yang kini menjabat Menteri Pertahanan. 

Selain itu ada Direktur Utama PT Pertamina, Simon Aloysius Mantiri, yang juga anggota Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra.

Sementara itu, di Kabupaten Manggarai Barat, laporan Floresa pada 23 April menyebutkan program MBG dikelola oleh Kosmas Semen Janggat yang merupakan kader Partai Gerindra dan sempat maju sebagai calon legislatif pada pemilu 2024.

Selain mengelola dapur di Desa Batu Cermin, Kosmas sedang menyiapkan dapur lainnya di Mbrata, Desa Macang Tanggar dan dalam perencanaan akan membawahi dapur di Kecamatan Kuwus.” 

Di Desa Macang Tanggar, dapur itu berlokasi di lahan milik Kanisius Jehabut, anggota DPRD dari Partai Gerindra.

Segera Berbenah

Kajian TII mengungkapkan program MBG berisiko membebani anggaran negara. 

Dengan anggaran yang besar, program tersebut berpotensi mendorong pelebaran defisit anggaran hingga mencapai 3,6% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Hal itu berarti anggaran MBG melampaui batas maksimal defisit 3% PDB sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Keuangan Negara. 

“Kerugian keuangan negara ini ditaksir mencapai Rp 1,8 miliar per tahun di setiap SPPG,” tulis TII.

Berdasarkan temuannya, TTI merekomendasikan agar pemerintahan Prabowo menghentikan sementara atau moratorium program MBG.

Mereka mendesak pemerintah segera menyusun dan menetapkan Peraturan Presiden yang menjadi payung hukum utama bagi pelaksanaan program MBG

Badan Gizi Nasional “sebagai pelaksana utama perlu memperkuat kapasitas tata kelola kelembagaannya,” tulis TII.

Selain itu, TII merekomendasikan pendekatan segmented coverage yang lebih menekankan pada distribusi yang lebih merata dan berbasis kebutuhan.

Hal tersebut bertujuan memastikan bahwa program menjangkau kelompok sasaran secara lebih adil, terutama bagi kelompok-kelompok rentan di daerah tertinggal, terluar dan terdepan (3T).

“Pembenahan total terhadap mekanisme seleksi dan verifikasi mitra pelaksana, khususnya pihak pengelola SPPG yang berlandaskan prinsip pengadaan barang dan/jasa yang adil dan berintegritas,” tulis TII.

Sementara secara kelembagaan, menurut TII, pengawasan eksternal perlu diperluas dan dilembagakan secara sistematis.

“Pemerintah pusat dan daerah harus mendorong pelibatan aktif organisasi masyarakat sipil, satuan pendidikan serta komunitas penerima manfaat dalam pengawasan mutu makanan, distribusi dan penggunaan anggaran.”

Mereka juga merekomendasikan audit berkala terhadap pelaksanaan program MBG, baik dari sisi kinerja maupun keuangan. 

“Audit ini harus dilaporkan secara terbuka kepada publik dan hasilnya dijadikan dasar perbaikan kebijakan secara periodik,” tulis TII.

“Tanpa koreksi struktural, MBG dapat menjadi preseden buruk dalam penggunaan program sosial berskala nasional sebagai alat konsolidasi kekuasaan dan pemanfaatan politik anggaran.”

Editor: Petrus Dabu

DUKUNG KAMI

Terima kasih telah membaca artikel kami.

Floresa adalah media independen. Setiap laporan kami lahir dari kerja keras rekan-rekan reporter dan editor yang terus berupaya merawat komitmen agar jurnalisme melayani kepentingan publik.

Kami menggalang dukungan publik, bagian dari cara untuk terus bertahan dan menjaga independensi.

Cara salurkan bantuan bisa dicek pada tautan ini: https://floresa.co/dukung-kami

Terima kasih untuk kawan-kawan yang telah mendukung kami.

Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

spot_img

TERKINI

BANYAK DIBACA