Hari Pertama Aksi Mogok Pariwisata di Labuan Bajo: Pegiat Wisata Ditangkap dan Dipukuli Aparat, Situasi Mencekam

Suasana kota tidak ramai seperti biasanya, di mana bandara sepi dan pelabuhan tidak beroperasi. Wisatawan yang tiba di Bandara Komodo Labuan Bajo terpaksa dijemput dengan angkutan umum yang dikendarai polisi.

Floresa.co – Suasana kota Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat Senin, 1 Agustus 2022 menjadi mencekam, di mana polisi melakukan penangkapan dan pemukulan terhadap para pelaku wisata yang melakukan bakti sosial dan berorasi, bagian dari rangkain upaya mogok untuk menentang komersialisasi dan monopoli bisnis di Taman Nasional Komdodo [TNK].

Informasi yang dihimpun Floresa.co, hingga siang ini, beberapa aktivis sudah diamankan di Polres Mabar, sementara beberapa lainnya terluka setelah dipukul oleh aparat.

Sejak Senin pagi, aparat keamanan, baik polisi, Brimob maupun tentara memang terlihat memenuhi kota Labuan Bajo menyusul penetapan status siaga satu di wilayah itu. Mereka terlihat siaga di depan hotel-hotel, fasilitas publik seperti bandara dan pelabuhan, serta ada yang patroli keliling kota.

Sementara itu, suasana kota tidak ramai seperti biasanya, di mana bandara sepi dan pelabuhan tidak beroperasi. Wisatawan yang tiba di Bandara Komodo Labuan Bajo terpaksa dijemput dengan angkutan umum yang dikendarai polisi.

Aksi mogok oleh penyedia layanan pariwisata di Labuan Bajo yang dimulai hari ini diputuskan pada 30 Juli dan direncanakan akan berlangsung selama bulan ini, sebagai bentuk protes terhadap kebijakan pemerintah yang bersikeras menaikkan harga tiket ke TNK.

Dalam kebijakan baru ini, tiket yang selama ini 150 ribu rupiah naik drastis menjadi 3,75 juta per orang yang dibeli melalui aplikasi online yang dikontrol oleh PT Flobamora, perusahan milik pemerintah Provinsi NTT. Tarif baru itu dengan sistem keanggotaan selama satu tahun berlaku untuk wisata ke Pulau Komodo dan Pulau Padar.

Pelaku wisata memilih menggelar bakti sosial dan orasi damai untuk memperjuangkan aspirasi mereka, menolak kebijakan baru itu, di tengah kekuatiran akan aksi represif aparat.

Opyn, salah seorang anggota Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Manggarai Barat mengatakan, dalam aksi hari ini, mereka menggelar bakti sosial memungut sampah mulai dari KSPN Puncak Waringin, Waterfront, hingga jalan depan Bandara Komodo, sambil berorasi.

Selama aksi digelar, jelas dia, mereka dikawal oleh aparat polisi dan Brimob dari Polda NTT serta polisi pamong praja setempat.

Suasana memanas ketika mereka tiba di jalan raya depan Bandara Komodo, di mana, kata dia, aparat melakukan pengawalan lengkap dengan senjata laras panjang.

Ophyn mengatakan, saat itu aparat menghentikan orator dengan melepaskan tembakan peringatan dan saat bersamaan pula mengejar dan menangkap sejumlah pegiat pariwisata.

“Aneh rasanya. Kami dikawal dengan senjata laras panjang. Padahal kami melakukan aksi pungut sampah dengan orasi. Di depan jalan, depan Bandara, aparat melepaskan tembakan lalu mengejar dan menangkap teman-teman kami. Teman-teman kami ditendang, dicekik, dipukul, sampai berdarah,” tutur Opyn.

Di antara pegiat pariwisata yang ditangkap, dua di antaranya, Rafael Todowela dan Aloys Suhartim Karya, adalah orator selama aksi damai hari ini.

Anggota AWSTAR yang mendapat kekerasan aparat. [Foto: Istimewa].
Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Manggarai Barat,  AKBP Felli Hermanto mengatakan, pengamanan yang ketat adalah bagian dari langkah untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat di objek-objek vital nasional di Labuan Bajo.

Ia menyatakan, penangkapan dilakukan terhadap tiga orang, di mana mereka sedang menjalani pemeriksaan di Polres Manggarai Barat.

Meski rekan-rekan mereka ditangkap, pegiat pariwisata tetap kukuh menolak kebijakan baru itu yang menurut mereka merupakan bentuk monopoli yang akan menyebabkan kemiskinan kepada seluruh pelaku pariwiata dan masyarakat di wilayah itu.

Dalam pernyataan terkait aksi mogok, mereka menyatakan, “dengan kesadaran penuh dan tanpa paksaan dari pihak manapun, dalam menyepakati komitmen pemberhentian semua pelayanan jasa pariwiata” selama bulan ini.

Mereka juga berkomitmen untuk tunduk dan patuh serta bersiap untuk menerima segala konsekuensi atas pelanggaran terhadap komitmen bersama tersebut.

“Pemilik kapal wisata, pemilik penyedia jasa transportasi darat, pemilik restoran, pemilik hotel, guide, pelaku usaha kuliner akan diberi sanksi tegas apabila melanggar,” demikian disampaikan.

Sebelumnya, pelaku wisata sudah melakukan berbagai upaya untuk menolak kebijakan tersebut, bail melalui jalur formal maupun aksi.

Mereka pernah menggelar Rapat Dengar Pendapat [RDP] dengan DPRD setempat, audiensi dengan bupati, menggelar aksi dan demostrasi pun memboikot launching kebijakan tersebut di Hotel Local Collection Labuan Bajo pada Jumat, 29 Juli 2022.

Pemerintah melalui Pemprov NTT mengklaim bahwa kebijakan ini dilakukan demi konservasi, dengan menggunakan n kajian akademisi sebagai dasar utama untuk merekomendasikan prioritas konservasi dan pembatasan kunjungan wisata dalam pengelolaan TNK, khususnya di Pulau Komodo dan Pulau Padar.

Namun, para pelaku wisata berpendapat bahwa kenaikan tarif merugikan mereka karena karena akan terjadi penurunan kunjungan wisata. Selain itu, mereka juga mempertanyakan dalih konservasi Komodo di Pulau Komodo dan Padar, dan tidak untuk satwa yang sama di pulau-pulau lain.

FLORESA

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.