Floresa.co – Kejaksaan Negeri [Kejari] Manggarai menyatakan masih memproses kasus dugaan korupsi proyek Terminal Kembur di Kabupaten Manggarai Timur. Meski menelan anggaran lebih dari tiga miliar rupiah, proyek yang mulai dibangun tahun 2013 itu kini mubazir, tidak berfungsi.
Dugaan korupsi proyek pengadaan lahan dan pembangunan sarana fisik terminal tersebut mulai diselidiki Kejari pada Februari 2021, namun hingga kini belum ada perkembangan yang signifikan.
Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Manggarai, Daniel M Sitorus mengatakan pada Rabu, 31 Agustus 2022 bahwa penyidik masih melanjutkan proses pengusutan kasus itu.
Daniel menjelaskan, ia meneruskan proses yang sudah dimulai oleh pendahulunya, Rizal Pradata, yang menjadi Kepala Seksi Pidana Khusus saat kasus ini mulai ditangani.
“Soal pengadaan tanah, iya [prosesnya dilanjutkan], itu ditinggalkan sama saya oleh Pak Rizal,” katanya, menyinggung bagian yang menjadi kewenangannya.
Sebagaimana dilansir Mediaindonesia.com, Daniel yang menjabat sejak Maret 2022, mengatakan tidak bisa menjelaskan perihal masalah dugaan korupsi dalam pembangunan fisik terminal karena ditangani oleh Seksi Pidana Umum yang saat kasus ini mulai diusut dipimpin oleh Shendy Pradana.
Informasi yang diperoleh Floresa.co, dugaan korupsi pembangunan terminal yang berada di Kelurahan Satar Peot, bagian utara Borong, ibu kota Kabupaten Manggarai Timur itu terkait penggelembungan anggaran pengadaan tanah dan pembangunan fisik yang tidak sesuai perencanaan.
Kejaksaan telah memerika sejumlah pihak, termasuk Yoseph Tote, mantan bupati Manggarai Timur dua periode dan mantan Kepala Dinas Perhubungan, Fansialdus Jahang, yang kini menjadi Sekretaris Daerah Kabupaten Manggarai.
Daniel menyatakan bahwa pihaknya tidak akan main-main dalam penanganan kasus tersebut dan memberi jaminan bahwa mereka tidak akan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan [SP3].
“Ini tidak [ada] SP3, Saya pastikan tidak akan ada penghentian penyidikan. [Penyidikan] tetap berjalan,” tegasnya.
Ia mengatakan, mereka saat ini masih menunggu perhitungan dari Inspektorat Provinsi NTT untuk melakukan penilaian aset dan menghitung kerugian negara.
Pembangunan terminal itu menelan anggaran 3,6 miliar rupiah. Rinciannya adalah pengerjaan gedung terminal dan tembok penahan tanah pada 2013 dengan anggaran Rp 1,4 miliar; pembuatan pagar keliling pada 2014 dengan anggaran Rp 1,1 miliar; dan pembuatan pelataran parkir pada 2015 dengan anggaran Rp 1,1 miliar.
Sedangkan pengadaan lahan seluas kurang lebih 7.000 meter persegi menghabiskan anggaran sekitar Rp 400 juta.
Usai dibangun, terminal itu tidak difungsikan dan mubazir, di mana tidak ada trayek angkutan penumpang yang melintasi terminal itu, serta temuan sejumlah item pekerjaan yang tidak tuntas dan kondisi fisik bangunan sudah banyak yang rusak.
Hal itu sempat diakui oleh Sendhy yang ditugaskan Kajari Manggarai untuk melayani wawancara dengan sejumlah wartawan pada Selasa, 2 Februari 2021.
“Kondisinya sangat memprihatinkan,” ujar Sendhy kala itu.
Informasi yang dihimpun Floresa.co menyebutkan, sebulan setelah kasus dugaan korupsi terminal itu ditangani kejaksaan, Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur sempat mulai memanfaatkannya. Namun, menurut penuturan warga di sekitar terminal, hal itu hanya berlangsung beberapa bulan.
Hal itu juga terkonfirmasi ketika jurnalis Floresa.co mengunjungi terminal itu pada Maret 2022 dan mendapati kondisinya yang tidak terawat.
Di terminal itu tampak anjing-anjing kecil bercengkrama ria di ruang tunggu, berebutan menggigit sepotong baju kusam. Aroma tak sedap pun tericum dari beberapa onggokan kotoran mereka yang berserakan di lantai terminal, sementara di dinding dan tempat duduk terminal, tampak beragam tulisan berisi kata-kata makian, juga nama-nama orang.
Sejumlah keramik di lantainya juga terlihat sudah terlepas dan nyaris semua jendela tanpa kaca.
Selama tiga jam – dari pukul 08.30 – 11.30 Wita – memantau kondisi terminal itu, jurnalis Floresa.co tidak melihat kendaraan angkutan umum yang masuk ke terminal.
Sementara itu sekitar 300 meter arah timur terminal, di pertigaan jalan masuk, seorang petugas dari Dinas Perhubungan berjaga dan menurut warga dan sopir angkutan umum, petugas itu memungut retribusi dari kendaraan yang lewat.
Roni Ternate Ceme, Kepala Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Dinas Perhubungan mengatakan pada saat itu bahwa petugas itu terpaksa memungut retribusi di jalan di luar terminal karena kondisi jalan menuju terminal yang rusak parah.
Ia mengakui bahwa pemungutan retribusi di jalan itu memang melanggar aturan, namun mengklaim bahwa uang retribusi tersebut tetap dimasukan ke dalam kas daerah, meski kemudian klaimnya dipertanyakan oleh sopir kendaraan angkutan umum yang diwawancarai Floresa.co, yang mengaku sering tidak diberi karcis oleh petugas sebagai bukti pembayaran retribusi.
YOHANES