Perkuat Literasi Anak-Anak di Kampung, Gadis di Manggarai Barat Bangun Komunitas ‘Cenggo Baca’

Di sela-sela aktivitas mengajar di Labuan Bajo, Maria Yohana Juita mendampingi anak-anak belajar membaca, menulis dan mengenal budaya daerah

Floresa.co – Maria Yohana Juita merintis sebuah komunitas literasi di kampungnya setelah  menyelesaikan ujian skripsi di Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng pada Juni 2020. 

Kepedulian pada pendidikan anak-anak di kampungnya Wae Moto, Desa Liang Dara, Kabupaten Manggarai Barat dan keprihatinan terhadap minimnya akses pendidikan, terutama selama pandemi Covid-19, mendorongnya menggagas komunitas itu.

Gadis 26 tahun itu menamainya komunitasnya, Cenggo Baca dari Bahasa Manggarai yang secara harfiah berarti ”Singgah Membaca”.

Setelah tamat dan mengikuti wisuda sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar pada November 2020, Juita membuka kelas privat di Labuan Bajo.

Pada periode Januari hingga akhir Maret 2021, ia memfasilitasi latihan membaca bagi anak-anak SD selama empat bulan, sambil menunggu ijazahnya keluar.

Tak lama setelah memperoleh ijazah, Juita langsung diterima sebagai tenaga pengajar di SD Katolik St. Angela Labuan Bajo. 

Ia mengampu Mata Pelajaran Bahasa Indonesia, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dan Muatan Lokal.

Meskipun jarak antara kampung dan tempat kerjanya mencapai 16 kilometer, Juita tetap meluangkan waktu di sela-sela aktivitas mengajar untuk melatih anak-anak membaca dan menulis.

“Saya melihat banyak anak lebih sibuk bermain game online dibanding membaca buku. Saya ingin menghadirkan sesuatu yang menggugah minat mereka untuk membaca dan belajar,” katanya kepada Floresa pada 10 Maret.

Juita berkisah, ia memulai inisiatifnya dengan mengumpulkan “berbagai buku bacaan anak-anak dan menyajikannya secara sederhana” dengan menceritakan isinya. 

“Saya ingin memberikan nuansa baru bagi mereka, mendekatkan mereka dengan ilmu pengetahuan dan mengajarkan bahwa buku bisa menjadi jendela dunia,” katanya.

Anak-anak Komunitas Literasi Cenggo Baca sedang belajar membaca dan menulis di alam terbuka. (Dokumentasi Cenggo Baca)

Tak hanya melatih membaca dan menulis, komunitas ini juga melatih anak-anak menari tarian daerah dan mempelajari Budaya Manggarai.

Ia mengaku selalu percaya bahwa setiap langkah kecil yang dilakukan dengan niat baik akan selalu menemukan jalannya. 

“Semangat inilah yang membuat komunitas ini terus berkembang meskipun menghadapi berbagai tantangan,” katanya.

Komunitas ini berjalan baik, akunya, kendati sebagai pengelola ia tak mendapatkan bantuan dari siapapun. 

Cenggo Baca buka setiap hari, tetapi kegiatan belajar bersama rutin dilakukan setiap Sabtu pukul 14.00-17.00 Wita. 

Khusus Hari Minggu dan hari libur nasional, komunitas ini buka pukul 15.00-17.00 WITA.

Ia menjelaskan, setiap Sabtu, anak-anak dibagi dalam kelompok berdasarkan jenjang pendidikan, mulai dari usia dini, SD, SMP, hingga SMA.

Di kelompok-kelompok itu, ia mengajar Bahasa Inggris secara bergilir berdasarkan kelas.

Untuk tingkat SD, siswa dibagi dalam dua kelompok, yakni kelompok kelas 1-3 dan kelompok kelas 4-6.

Selain belajar di dalam ruangan, anak-anak juga diberikan kesempatan untuk belajar di alam terbuka.

“Kami sering membawa mereka ke tempat terbuka agar bisa belajar langsung dari alam. Ini penting untuk menumbuhkan rasa cinta mereka terhadap lingkungan,” ungkapnya.

Selain itu, para siswa juga “aktif mengadakan bakti sosial di kampung, belajar bersama dengan komunitas lain, serta berkenalan dengan budaya Manggarai melalui musik dan tarian daerah.”

Ia menambahkan, komunitas itu berusaha memperluas jaringan dengan berkolaborasi bersama Partner Inc Bandung dan Yayasan Edukasi Nusantara.

Bersama dua kolaborator tersebut, Cenggo Baca mengadakan kegiatan bercerita bersama anak-anak dan kuis berdasarkan dongeng yang dibacakan bersama.

“Ini sangat membantu dalam pengembangan Komunitas Literasi Cenggo Baca,” katanya.

Meskipun komunitas ini telah berjalan lima tahun, Juita mengakui bahwa masih ada banyak tantangan.

“Salah satu kendala utama adalah keterbatasan fasilitas. Saat ini, kegiatan masih berlangsung di rumah orang tua saya,” ujarnya.

“Kami membutuhkan tempat khusus agar kegiatan lebih nyaman dan berkelanjutan,” tambahnya.

Juita  berharap “semoga ada lebih banyak donasi buku, alat tulis, dan papan tulis besar untuk mendukung pembelajaran.”

Ia yakin bahwa “dengan kerja keras dan niat baik, komunitas ini akan terus berkembang dan membawa manfaat bagi banyak orang.”

Editor: Anno Susabun

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel Whatsapp dengan klik di sini.

spot_img

BACA JUGA

BANYAK DIBACA