Malam Tahun Baru yang Jadi Mencekam di Manggarai Timur: Seorang Warga Tewas Dikeroyok

Siprianus Kabut, ayah empat anak, warga Kampung Paka meregang nyawa usai dikeroyok. Pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka.

Borong, Floresa.co – Hingar bingar musik di Kampung Paka, Kabupaten Manggarai Timur pada malam tahun baru serempak hilang.

Nyaris semua warga tidak keluar rumah ketika mendapat kabar bahwa salah seorang warga di kampung itu tewas karena dikeroyok.

Siprianus Kabut, pria 42 tahun, meregang nyawa usai dikeroyok di Kampung Pau Raja yang berjarak sekitar 200 meter di sebelah utara kampung mereka.

Saat kabar itu sampai ke warga Paka, suasana di kampung yang terletak di Desa Gurung Liwut, Kecamatan Borong itu berubah menjadi mencekam.

“Saya tahu informasi Om Sipri meninggal itu sekitar jam 12 malam,” kata Kepala Desa Gurung Liwut, Nikodemus Matu, Senin malam, 2 Januari 2023.

“Saya coba memastikan informasi tersebut ke beberapa warga, tetapi mereka bilang tidak tahu. Mungkin mereka tahu, tetapi takut,” katanya kepada Floresa.co.

Ia mengatakan, usai mendengar kejadian itu “hanya sedikit orang yang berani keluar rumah dan menuju lokasi kejadian.”

“Yang lain hanya intip dari jendela melihat kami yang hendak ke lokasi,” katanya.

Sipri meninggal dan tergeletak di pinggir jalan Borong-Paka, tepat di depan rumah Yohanes Jambur, warga Kampung Pau Raja.

Saat Floresa.co mendatangi lokasi kejadian pada Sabtu malam sekitar pukul 24.00 Wita, jasadnya telah dihantar ke rumah sakit. Darah segar masih terlihat di sana.

Yohanes mengatakan peristiwa itu terjadi sekitar pukul 23.00 Wita saat mereka sedang menggelar ritual adat menyambut tahun baru di dalam rumahnya.

“Kami dengar ada ribut-ribut di depan. Anak laki-laki saya keluar. Anak saya juga dipukul oleh [terduga] pelaku,” katanya merujuk pada anaknya Gilbert Hagung.

Gilbert ikut dipukul oleh dua orang yang kini sudah dinyatakan sebagai tersangka oleh polisi, yaitu MJ (25) dan RA (22).

Menurut Gilbert (23), saat keluar rumah ia melihat Sipri sudah tergeletak di pinggir jalan dan bersimbah darah.

Ia juga mengaku melihat tersangka dan menanyakan kepada mereka, “kenapa bapak tua berdarah.”

“Tiba-tiba, salah satu pelaku membentak saya. Akhirnya saya tantang balik dan mereka dua keroyok saya,” ceritanya.

Gilbert mengalami lebam di rusuk kanan dan area wajah sekitar hidung serta luka lecet di lututnya.

Polisi langsung mendatangi lokasi kejadian sesaat setelah kejadian dan melakukan olah tempat kejadian perkara.

Kasat Reskrim Polres Manggarai Timur, Iptu Jeffry Dwi Nugroho Silaban mengatakan pada 2 Januari bahwa pihaknya sedang memproses kasus itu dan dua tersangka sudah ditahan.

“MJ dan RA sekarang diamankan di Polres Manggarai timur untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka,” katanya kepada Floresa.co pada 2 Januari.

Proses olah tempat kejadian perkara oleh polisi. (Foto: Rosis Adir/Floresa.co)

Ia mengatakan sesuai hasil penyelidikan, “korban dan tersangka sama-sama mabuk pada hari itu, dan memang sebelumnya pernah punya masalah.”

Kedua tersangka, kata dia, terancam hukuman 15 tahun penjara sesuai pasal 338 KUHP Jo Pasal 170 ayat 1, 2 dan 3.

Saat Floresa.co ke Kampung Paka pada 2 Janauri, sejumlah warga mengisahkan kenangan mereka tentang Sipri.

Mereka menyebutnya sebagai orang baik yang kerap menjadi orang terdepan yang datang membantu ketika ada peristiwa duka.

“Kalau ada yang meninggal di kampung ini, dia selalu yang paling bersemangat saat menggali kubur,” tutur seorang warga yang meminta namanya tidak dipublikasi.

“Kami sangat terpukul dengan kematian tidak wajar om Sipri ini,” tambahnya.

Salah orang warga lainnya mengatakan, selama ini mereka tidak pernah mendengar Sipri bermasalah dengan orang lain.

“Memang om Sipri ini minum moke,” katanya menyebut salah satu jenis minuman tradisional beralkohol.

“Tetapi tidak pernah dia pukul orang kalau mabuk. Kalau dia mabuk banyak lucunya. Makanya, anak-anak muda di kampung ini senang dengan dia,” cerita warga lainnya.

Sipri meninggalkan seorang istri dan empat anak laki-laki. Anak sulungnya adalah remaja usia SMA yang putus sekolah, sementara tiga lainnya masih duduk di bangku SMP dan SD.

“Yang kami pikir sekarang bagaimana nasib anak istrinya.  Selama ini, dia biasa bekerja menjadi buruh harian di kebun orang untuk menghidupi keluarganya karena mereka tidak punya kebun,” kata seorang warga.

Jenazah Sipri telah dikuburkan pada Minggu sore, 1 Januari.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini