Floresa.co – Tim Pembela Demokrasi Indonesia [TPDI] meminta Kejaksaan untuk serius menangani kasus dugaan korupsi pembangunan sebuah terminal di Kabupaten Manggarai Timur, NTT dan mengingatkan agar kasus itu tidak menjadi “ATM bagi oknum jaksa nakal.”
Dalam sebuah pernyataan yang diterima Floresa.co, Meridian Dewanta, Koordinator TPDI wilayah NTT mengatakan, Kejaksaan Negeri Manggarai mesti bergerak cepat menangani kasus Terminal Kembur yang berada di Kecamatan Borong itu.
Ia juga menegaskan agar klaim Kejaksaan untuk tidak main-main dalam penanganan kasus ini mesti ditunjukkan melalui proses hukum yang transparan dan cepat.
“Semoga [pernyataan itu] bukan sekadar gertak sambal demi mengintimidasi pihak-pihak yang menjadi target pemeriksaan,” katanya, Rabu, 7 September 2022.
Ia merujuk pada pernyataan Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Manggarai, Daniel M Sitorus pada Rabu, 31 Agustus 2022, yang menyatakan bahwa penyidik masih melanjutkan pengusutan kasus itu yang sudah dimulai sejak Februari 2021. Daniel juga berjanji tidak akan main-main dan tidak akan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan [SP3].
Meridian, yang juga advokat, mengatakan bahwa peringatan demikian adalah penting sebab dalam kasus lainnya, “kerap kali muncul oknum-oknum jaksa nakal yang biasa melakukan intimidasi berujung pemerasan atau menjadikan para pihak yang diperiksanya sebagai ATM dengan kompensasi kasusnya dihentikan prosesnya.”
Istilah menjadi ATM bagi penegak hukum seperti oknum jaksa merujuk pada praktek pemerasan terhadap orang yang sedang dalam proses hukum, dengan kompensansi kasusnya tidak ditindaklanjuti asal menyerahkan uang kepada mereka.
Meridian menambahkan bahwa komitmen pihak Kejaksaan untuk tidak menerbitkan SP3 kasus ini patut dipertanyakan karena belum ditingkatkan ke tahapan penyidikan dan belum ada penetapan tersangka.
Ia juga memberi catatan bahwa selama beberapa tahun terakhir, terdapat berbagai kasus proyek bermasalah yang telah dan sedang ditangani oleh Kejaksaan di wilayah Manggarai Timur.
Selain kasus terminal ini, ia juga menyebut kasus proyek Dermaga Pota di Kecamatan Sambi Rampas dan kasus proyek Dermaga Dampek di Kecamatan Lamba Leda, “yang semuanya mengarah kepada mantan Bupati Manggarai Timur Yoseph Tote sebagai sasaran dan target pemeriksaan.”
Fakta tentang para kepala derah dan para mantan pejabat tinggi lainnya di daerah yang menjadi korban pemerasan atau menjadi ATM oknum jaksa nakal, kata dia, “semoga saja tidak terjadi dalam penanganan berbagai kasus dugaan korupsi proyek-proyek pembangunan di Kabupaten Manggarai Timur.”
Ia berharap Kejaksaan tetap melanjutkan proses hukum kasus terminal itu bila memang terdapat penyimpangan dan kerugian keuangan negara.
“Namun sebaliknya, Kejari Manggarai juga harus fair dan tanpa modus menghentikan proses hukum jika tidak ada indikasi yang berpotensi merugikan keuangan negara, atau tidak ditemukan alat bukti lainnya, atau adanya pengembalian nilai kerugian keuangan negara seluruhnya oleh pihak yang diaudit,” katanya.
Proyek pembangunan Terminal Kembur dikerjakan sejak 2013 hingga 2015, dengan total anggaran 3,6 miliar rupiah. Rinciannya adalah pengerjaan gedung terminal dan tembok penahan tanah pada 2013 dengan anggaran Rp 1,4 miliar; pembuatan pagar keliling pada 2014 dengan anggaran Rp 1,1 miliar; dan pembuatan pelataran parkir pada 2015 dengan anggaran Rp 1,1 miliar.
Sedangkan pengadaan lahan seluas kurang lebih 7.000 meter persegi menghabiskan anggaran sekitar Rp 400 juta.
Usai dibangun, terminal itu tidak difungsikan dan mubazir, di mana tidak ada trayek angkutan penumpang yang melintasi terminal itu, serta temuan sejumlah item pekerjaan yang tidak tuntas dan kondisi fisik bangunan yang sudah rusak.
Kejaksaan telah memerika sejumlah pihak, termasuk Yoseph Tote, mantan bupati dua periode dan mantan Kepala Dinas Perhubungan, Fansialdus Jahang, yang kini menjadi Sekretaris Daerah Kabupaten Manggarai.
Kejaksaan mengklaim saat ini masih menunggu perhitungan dari Inspektorat Provinsi NTT untuk melakukan penilaian aset dan menghitung kerugian negara.
Rosis Adir